hawuSEPERTI diungkap di artikel terdahulu, salah satu pedoman hidup dalam Sanghyang Siksa­kanda ing Karesian, yang diteruskan dalam tata laku kehidupan sosial di Pakuan, selaras dengan prinsip rakyat ngejo. Prinsip pencapaian kesejahteraan material dan spiritual.

Bang Sem Haesy

YANG telah dikutipkan di artikel terdahulu adalah pasal telinga, seperti yang sering diujar-ujar oleh Mak Paraji ke telinga bagi yang baru dilahirkan melalui proses persalinan: Ceuli ulah ba­rang denge mo sieup didenge kenana dora bancana, sangkan urang nemu mala na lunas papa naraka; hengan lamun kapahayu ma sinenggu utama di pangre­ungeu. (Telinga jangan menden­garkan yang tidak layak didengar karena menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; na­mun kalau telinga terpelihara, kita akan mendapat keutamaan dalam pendengaran. Bila hendak didalami, hal ini berlaku dalam prinsip me­nerima dan mengelola infor­masi. Artinya, manusia harus mau dan mampu menyeleksi informasi. Memilah dan memil­ih, informasi mana yang benar, kurang benar, dan tidak benar. Informasi apa pula yang cukup hanya didengar, serta informasi yang harus dikembangkan ke masyarakat luas.

BACA JUGA :  Kebakaran Hanguskan Bangunan SD Negeri di Madina saat Jelang Sahur

Di masa pemerintahan Prabu Siliwangi dan Prabu Surawisesa, proses penyeleng­garaan manajemen pemer­intahan berlangsung sesuai dengan kewajaran, kejelasan, berdimensi tanggungjawab, ka­rena hal semacam ini dipegang teguh. Rakyat mempunyai kesadaran untuk menyeleksi informasi, karena apa yang dia­tur dalam pedoman Sanghyang Siksakanda ing Karesian, ini dilaksanakan dengan baik. Ke­biasaan ini tidak berlangsung pada era kepemimpinan Ratu Dewata, Ratu Sakti, dan Ratu Nilakendra.

Semuan informasi dilahap begitu saja, tidak melalui pros­es seleksi – memilih dan memi­lah – secara benar, sehingga berkembang kawicaran (aneka pernyataan dan informasi) dari mereka yang tidak layak meny­ampaikannya. Lalu menjadi guneman (gosip) yang tak terk­endali.

Sanghyang Siksakanda se­bagai pedoman perilaku, mem­beri panduan untuk melakukan pengujian informasi, untuk melihat fakta dan asumsi ke­benaran dengan pengendalian indria lainnya : mata.

Panon ulah barang deuleu mo ma sieup dideuleu kenana dora bancana, sangkan urang nemu mala na lunas papa nara­ka; hengan lamun kapahayu ma sinenguh utama ning deuleu. (Mata jangan sembarang meli­hat yang tidak layak dipandang karena menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; na­mun bila mata terpelihara, kita akan mendapat keutamaan dalam penglihatan).

BACA JUGA :  Kasus DBD Melonjak, Kota Bogor Siap Lakukan Gerakan Jumantik Lebih Masif

Mata merupakan alat kon­trol untuk melakukan verifi­kasi dan konfirmasi (tabayyun) untuk menyeleksi fakta dan informasi. Di abad modern, ter­utama kini, faktor inilah yang paling sering diabaikan para jurnalis atau siapa saja yang terkait dengan informasi dan peristiwa.

Ketidakmampuan melaku­kan verifikasi dan konfirmasi, seperti teori pengujian kebe­naran informasi jurnalis dunia (panduan Bill Kovack, misalnya) menyebabkan masyarakat dun­ia, selalu diombang-ambingkan oleh ketidak-jelasan informasi (dubeus information).

Apalagi, ketika banyak kepentingan di dalamnya. Di abad modern, terutama kini, pengabaian atas pedoman dalam mengelola informasi ini, banyak melahirkan hal yang bu­ruk dan menghambat pencapa­ian esensi hidup rakyat ngejo.

============================================================
============================================================
============================================================