JAKARTA, TODAY — Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) siap meluncurÂkan satelit mikro generasi kedua Lapan A3/IPB yang memiliki dua fungsi untuk pemantauan pertanian dan maritim pada Mei 2016.
“Saat ini masuk uji terakhir untuk finalisasi dari fungsi satelit itu sendiri, ada (uji) fungsi getar, ada (uji) frekuensi radio,†kata Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin, di kantornya, Kamis (3/3/2016).
Kepastian kesiapan peluncuran satelit mikÂro yang dikembangkan Lapan bersama Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, menurut dia, akan diputuskan pada April 2016.
Satelit yang diperkirakan menghabiskan dana Rp55 miliar ini, lanjutnya, akan kembali diluncurkan dengan menumpang roket milik India. Namun, satelit yang dilengkapi sensor Automatic Identification System (AIS) untuk pemantauan kapal-kapal penangkap ikan ini akan diluncurkan dengan orbit polar dengan inklimasi 98 derajat.
Satelit Lapan A3/IPB yang rencananya akan mengorbit di ketinggian 650 kilometer (km) di atas permukaan bumi tersebut, menurut ThomÂas, dirancang untuk memantau lahan pertanian. Satelit ini akan bisa memantau pertumbuhan padi, daerah siap tanam dan panen, hingga peÂmantauan penggunaan atau kebutuhan pupuk.
Sebelumnya, Thomas mengatakan bahwa Lapan melakukan pengembangan teknologi satelit secara bertahap dengan mengembangÂkan satelit-satelit mikro yang merupakan satelit eksperimen sampai akhirnya mampu membuat Satelit Nasional.
Lapan bekerja sama dengan BMKG akan membuat satelit Lapan A4 yang dikembangkan untuk fungsi pemantauan meteorologi. Selain itu akan dikembangkan Lapan A5 yang rencananya dikembangkan untuk kepentingan pertahanan.
Lapan A2/Orari yang diluncurkan pada 28 September 2015, menurut Thomas, berfungsi baik dan telah mengirimkan banyak data dan ciÂtra satelit ke stasiun bumi. Salah satunya mengÂhasilkan citra satelit dari jalan sepanjang sepuÂluh meter di daerah perbatasan.
Thomas juga mengatakan, Indonesia yang dua per tiga wilayahnya berupa lautan, memÂbutuhkan lebih banyak satelit untuk mengaÂwasi laut dari pencurian maupun pengamanan wilayah. “Mengapa (satelit) Lapan A2 dan A3, ada AIS (sensor automatic identification system), itu sebenarnya karena masih kurang,†kata dia.
Menurutnya, satelit Lapan A2/Orari pabriÂkan La[an Rancabungur yang mengorbit secara ‘equatorial’ hanya melintasi wilayah Indonesia dua kali dalam satu hari.
“Jadi, sebenarnya jumlahnya masih kurang, karena AIS ini diperlukan untuk bisa memantau kapal pencuri ikan dengan waktu yang lebih rapat. Sehingga pergerakan kapal bisa dipantau lebih cermat lagi,†kata Thomas.
Sementara itu, Asisten Deputi Bidang PenÂdayaan Iptek Maritim Kementerian Koordinator Maritim Nani Hendiarti mengatakan, Indonesia sedang mendorong pembangunan infrastruktur kemaritiman.
Oleh karena itu, menurutnya, pemanfaatan teknologi keantariksaan seperti satelit sangat perlu untuk akurasi data hingga peningkatan kapasitas untuk pengembangan sektor ini.
Nani, menyebutkan, pemanfaatan satelit untuk membangun industri perikanan tangkap dan budidaya yang berkelanjutan juga dibuÂtuhkan, selain juga dukungan data satelit yang akurat untuk mendukung pengembangan enÂergi baru terbarukan dari sektor kelautan sepÂerti yang berasal dari gelombang. “Harapannya hasil kerja sama dengan Lapan dengan Badan Antariksa Inggris UKSA (UK Space Agency) bisa membantu tiga hal tersebut,†ujarnya.
Sejauh ini, menurut Nani, pemanfaatan data satelit dari Lapan banyak membantu program prioritas wisata yang sedang dikembangkan pemerintah, karena tujuh di antara 10 program tersebut merupakan wisata pesisir.
Terpisah, Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik mengatakan, enam perusahaan Inggris yang bergerak pada teknologi dan apÂlikasi keantariksaan seperti Surrey Satellite Tech Ltd, Satellite Applications Catapult, Inmarsat, ExÂactEarth, Spire, dan Gard Line yang hadir dalam lokakarya memberikan informasi yang mereka miliki yang dapat dimanfaatkan Indonesia memÂbangun sektor kemaritiman.
Menurutnya, laut Indonesia terlalu luas untuk sekedar dijaga dengan kapal laut dan udara. Hanya satelit yang dapat memonitornya secara cepat dengan baik. Persaingan di bidang teknologi keantariksaan memang ketat, beÂberapa lembaga keantariksaan dunia memang sangat berkemampuan dengan teknologi yang sudah terbukti.
(Yuska Apitya Aji)