Oleh: DR H Deding Ishak SH MM
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI
Liberalisme tamÂpaknya telah membuka pintu sebebas-bebasÂnya bagi gerakan apa pun yang dianggap menÂdukung kebebasan manusia dengan anggapan melepaskan (membebaskan) manusia dari keterkungkungan hukum negara, adat, maupun agama. Dalih yang digunakan adalah memanusiakan manusia atas dasar kemanusiaan. Kebebasan yang â€kebablasan†ini menjadikan LGBT bebas bergerak dan berhasil melegalkan aktivitaÂsnya di beberapa negara di dunia.
Perspektif Konstitusi
Kebebasan sejatinya meruÂpakan ruh dalam demokrasi. Tanpa kebebasan, sistem deÂmokrasi ibarat mati. Kebebasan akan membuka ruang partisipasi bagi semua warga negara berÂperan aktif dalam setiap kebiÂjakan negara sehingga apa pun kebijakan yang dilahirkan negara dapat mengakomodasi kepentinÂgan warga negaranya.
Dalam praktik ketatanegaÂraan di Indonesia, kebebasan (baca: hak asasi manusia) juga dicantumkan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB XA Pasal 28A tentang HAM: â€Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya.â€
Pasal ini mengamanatÂkan bahwa setiap warga negÂara berhak untuk hidup dan mengembangkan kehidupanÂnya. Pasal 28C ayat (1) lebih jauh menjelaskan: â€Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaatkan dari ilmu pengetaÂhuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesÂejahteraan umat manusia.â€
Namun, hal yang sering diluÂpakan dalam Bab Kebebasan ini adalah kewajiban menghormati HAM orang lain. Pasal 28J ayat (1) mengunci kebebasan dengan kaÂlimat: â€Setiap orang wajib mengÂhormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan berÂmasyarakat, berbangsa, dan berÂnegara.â€
Ayat (2) bahkan memberi proteksi yang lebih kuat lagi: â€Dalam menjalankan hak dan keÂbebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-unÂdang dengan maksud semata-maÂta untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanÂan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.â€
Pasal 28J Ayat (2) adalah kunci untuk tidak membiarkan kebebasan seseorang melanggar kebebasan orang lain. Pasal ini menjadi semacam katup pengaÂman agar kebebasan seseorang tidak disalahgunakan untuk mengancam kebebasan orang lain. Sistem demokrasi menÂsyaratkan ada kebebasan adalah betul, tetapi kebebasan itu juga tentu wajib menghormati kebeÂbasan orang lain.
Desain kebebasan seperti yang diamanatkan dalam UnÂdang-Undang Dasar Negara ReÂpublik Indonesia Tahun 1945 ini penting untuk menjamin kebeÂbasan dapat dilaksanakan tanpa melanggar kebebasan orang lain. Jika ada kebebasan yang berÂnama hak asasi manusia (HAM), sudah seyogianya ada juga yang bernama kewajiban asasi manuÂsia (KAM) atau kewajiban mengÂhormati kebebasan orang lain.
Gerakan LGBT adalah meÂlanggar nilai-nilai moral, norma susila, dan ajaran agama yang berlaku di Indonesia. Artinya, gerakan ini hanya mengatasnaÂmakan kebebasan dengan meÂlanggar norma susila dan agama yang berada di Indonesia. Jika dibiarkan, LGBT merupakan ancaman terhadap kebebasan dalam menjalankan agama di Indonesia karena perilaku LGBT menyimpang dari ajaran agama. Sebab itulah, perilaku LGBT tiÂdak bisa dibiarkan di Indonesia. Pembiaran terhadap perilaku LGBT adalah pelanggaran terhaÂdap Undang-Undang Dasar NegÂara Republik Indonesia Tahun 1945. Kaum LGBT akan senantiaÂsa menjadi â€penumpang gelap†demokrasi (baca: kebebasan).
Perspektif Agama
Tidak ada agama apa pun di Indonesia yang membenarÂkan perilaku LGBT. Islam bahÂkan sangat mengecam perilaku seks menyimpang tersebut. Dalam terminologi agama, LGBT sering dikaitkan dengan sejarah Nabi Luth AS saat menghadapi perilaku kaumnya yang dikenal dengan perilaku sodomi. Perilaku kaum Nabi Luth yang bertentanÂgan dengan fitrah dan moral itu mendapat hukuman dari Allah dengan memutarbalikkan negÂeri mereka sehingga penduduk Sadum, termasuk istri Nabi Luth sendiri, terbenam bersamaan dengan terbaliknya negeri itu.
Dalam agama Kristen dan Islam, sejarah tersebut menjadi bersinonim dengan dosa besar yang tak terampuni, yang menÂjatuhkan mereka ke dalam keÂmusnahan akibat murka Tuhan. Kendati pelaku seks menyimpang telah dihancurkan oleh Tuhan raÂtusan abad yang lalu, perilaku ini tetap ada di tengah kehidupan manusia. Siksaan keras yang ditÂimpakan kepada kaum terdahulu tidak diambil sebagai pelajaran.
Persepsi Islam terhadap nalÂuri seks adalah sebagi fitrah maÂnusia. Islam memandang bahwa ia merupakan suatu kekuatan alami yang terdapat dalam diri manusia. Naluri seks memerluÂkan penyaluran biologis dalam bentuk perkawinan. Islam tidak menganggap bahwa naluri seks merupakan sesuatu yang jahat dan tabu bagi manusia. Tetapi, IsÂlam mengaturnya sesuai dengan fitrahnya. Karena itu, Islam sanÂgat menentang penyimpangan seks, semacam LGBT, yang dapat merusak eksistensi fitrahnya. LGBT merupakan suatu perbuaÂtan keji yang dapat merusak akal fitrah dan akhlak manusia. Islam bersikap tegas terhadap perbuaÂtan terlarang ini.
Dalam konteks ini perlu ada proteksi dini terhadap maraknya gerakan LGBT. Pertama, dari segi regulasi pemerintah bersama DPR sudah saatnya membenÂtuk undang-undang anti-LGBT. Kedua, pemerintah bersama masyarakat hendaknya perlu melakukan pendekatan yang inÂtegral terhadap perilaku LGBT di tengah masyarakat dengan terus melakukan penyadaran kepada pelaku dan simpatisan LGBT serÂta segera melakukan kampanye besar-besaran untuk memberiÂkan penyuluhan tentang bahaya LGBT. Ketiga, institusi pendidikan tinggi perlu mendirikan Pusat KaÂjian dan Penanggulangan LGBT.
Tujuan utama dari kaum LGBT tentu untuk mendapat pengakuan dari negara bahwa kelompok LGBT adalah sah atau legal secara hukum. Ini targetÂnya. Jika target ini sudah terÂcapai, mereka akan mendapat proteksi dari negara untuk menggiring masyarakat memiliki orientasi seks yang menyimpang atau menikah sesama jenis. Dan, di antara kelompok masyarakat itu, bukan tak mungkin adalah anak dan cucu kita! NaudzubilÂlahi min dzaalik! *
sumber: sindonews.com