asean-1728x800_cDirektur Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Deden Firman Hendarsyah, mantan Dirut Bank Muammalat Indonesia A. Riawan Amin, mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazir, mantan Dirut BNI Syariah Rizqullah dan bankir dari Maybank Syariah Indonesia Habibullah menjadi narasumber dalam diskusi “Pembangunan Bank Syariah Indonesia” yang diadakan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) di Jakarta,(19/3/2016).

Oleh : Winda | Latifa
[email protected]

Dalam siaran pers Humas KB PII,bank syariah yang besar diperlukan kehadirannya un­tuk mengantisipasi ekspansi bank syariah negara tetangga seperti Malaysia yang sudah memiliki Bank Is­lam Malaysia. Ekspansi itu sendiri me­mungkinkan dengan telah diberlaku­kannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak 2016.

Menurut praktisi perbankan Rizqul­lah dan Habibullah, mengubah opera­sional perbankan dari konvensional (umum) ke syariah sebenarnya tidak terlalu sulit. Dalam waktu satu tahun perubahan itu bisa dilakukan, sehingga jika dipandang perlu membuat bank syariah besar di Indonesia, tak selalu harus dilakukan dengan merger bank-bank syariah yang sudah ada, melainkan bisa juga dengan mengubah operasional bank besar dari konvensional ke syariah.

Menteri Perencanaan Pembangu­nan Nasional atau Ketua BAPPENAS, Sofyan Djalil memaparkan, besarnya potensi dana syariah di Indonesia, baik yang bersifat ekonomi maupun sosial keagamaan. Selain negara dengan jum­lah penduduk muslim terbesar, Indo­nesia juga memiliki lembaga keuangan syariah terbanyak di dunia.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kabupaten Bogor, Senin 25 Maret 2024

Dana ekonomi syariah antara lain tersebar di perbankan syariah, meliputi 11 Bank Umum Syariah (BUS), 23 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 163 BPR Sya­riah (BPRS). Selanjutnya di pasar modal syariah akumulasi penerbitan sukuk sampai tahun 2015 senilai Rp300 tril­iun, 65 reksadana syariah, 336 saham pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dan 30 saham blue chip pada Jakarta Islamic Index ( JII). Sedangkan lembaga keuangan non bank ada seki­tar 5.000 Baitul Mal wat Tanwil (BMT), 6 perusahaan takaful, 42 Unit Usaha Takaful, 2 perusahaan leasing syariah, 42 unit usaha leasing syariah dan 2 modal ventura syariah.

Potensi dana sosial keagamaan In­donesia lebih besar lagi dan belum ter­manfaatkan secara optimal. Akumulasi pengelolaan dana haji setiap tahunnya cukup besar, pada tahun 2015 menca­pai Rp 73 triliun. Lalu potensi zakat, di luar infak dan sedekah mencapai Rp 11 triliun/tahun. Namun melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) baru ter­kumpul Rp 60 miliar/tahun, sedangkan yang dikelola lembaga-lembaga lain sekitar Rp 400 miliar/tahun.

BACA JUGA :  Bogor Football School, Wadah Anak-anak Kembangkan Sepak Bola

Selanjutnya potensi wakaf sekitar Rp 377 triliun dan tanah wakaf seluas 4,1 miliar m2. Saat ini yang terkelola baru sekitar Rp 13 miliar. Sehingga potensi dana sosial keagamaan tersebut masih memerlukan lembaga yang mampu mengelola untuk kemaslahatan umat dan pembangunan ekonomi nasional.

Menanggapi paparan Sofyan Djalil tersebut, Ketua Umum Keluarga Besar PII Nasrullah Larada menyatakan KB PII yang memiliki jaringan di tingkat nasional hingga daerah siap memobil­isasi masyarakat untuk mengembang­kan pendirian Bank Syariah Indone­sia. Sudah saatnya umat Islam sebagai mayoritas memiliki kebanggaan dengan berdirinya bank syariah Indonesia.

Nasrullah menambahkan market share perbankan syariah hanya 3-4 persen di tengah mayoritas muslim In­donesia yang lebih dari 80 persen. “Jika Bank Syariah Indonesia ini didirikan, tahap awal kita akan memobilisasi umat Islam dengan gerakan satu juta reken­ing di Bank Syariah sebagai bentuk du­kungan,” ujarnya. (Winda/NET)

============================================================
============================================================
============================================================