BOGOR TODAY – Bola panas kaÂsus dugaan korupsi lahan reloÂkasi Pedagang Kaki Lima (PKL) menggelinding deras. Bahkan, pasca pemeriksaan para pimpiÂnan DPRD Kota Bogor oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, kasus ini kian memanas.
Kemarin memang tidak ada agenda pemeriksaan. Namun, tensi politik anÂtara Pemkot Bogor dengan DPRD Kota Bogor kian meÂmuncak. Sejumlah anggota dewan gerah dan angkat biÂcara terkait hal ini.
Sejumlah perbedaan nilai anggaran pengadaan tanah untuk reÂlokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) ke Pasar Jambu Dua antara versi DPRD Kota Bogor dengan Pemkot Bogor pun bermunculan. Ketua DPRD Kota Bogor, Untung Wahyudin Maryono, mengatakan, terkait jumlah angÂgaran pembelian lahan milik Angkahong ada kejanggalan nominal. Pihaknya mengatakan, DPRD Kota Bogor hanya menyetujui anggaran untuk pengadaan tanah bagi relokasi PKL di lahan tersebut sebesar Rp17,5 miliar. “Sesuai dengan SK pimpinan DPRD Kota Bogor, kami hanya menyetujui anggaran Rp17,5 miliar, dan kami juga tidak tahu kalau ada angka-angka lain diluar itu,†terang Untung.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia PerÂjuangan (PDIP) itu menuturkan, berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan DPRD Kota Bogor Nomor 903-13 Tahun 2014 tentang PersetuÂjuan Penyempurnaan terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kota Bogor, tentang PeÂrubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014 dan Rancangan Peraturan Walikota Bogor tentang Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran Tahun 2014 yang berÂdasarkan evaluasi dari Gubernur Jawa Barat.
Berdasarkan evaluasi Gubernur Jawa Barat tersebut, pada poin 3 Kantor Koperasi dan UMKM dijelaskan, pelaksanaan pengadaan taÂnah untuk relokasi pedagang kaki lima semula tidak dianggarkan menjadi sebesar Rp17.5 miliar, seluruhnya dianggarkan untuk belanja modal atau pengadaan tanah sarana umum pasar.
Sementara itu, dalam rancangan perubaÂhan APBD 2014 yang disetujui bersama Kepala Daerah dengan DPRD Kota Bogor tanggal 15 Oktober 2014 lalu hanya sebesar Rp 17,5 miliÂar. Selanjutnya, kata Untung, dalam Keputusan Gubernur Nomor 903/Kep.1530-Keu/2014 tentang Evaluasi Rancangan Perubahan APBD 2014 telah ditetapkan hanya Rp 17,5 miliar.
“Jadi sudah jelas bahwa yang disetujui oleh DPRD Kota Bogor hanya Rp17,5 miliar. KeputuÂsan itupun sudah diparipurnakan dan sudah sesuai juga dengan evaluasi dari Gubernur Jawa Barat,†jelasnya.
Terkait adanya jumlah anggaran sebesar Rp 49,2 milyar untuk pagu anggaran pembeÂlian lahan milik Angkahong yang akhirnya disÂepakati dan dianggarkan oleh Pemkot Bogor sebesar Rp43,1 miliar, untuk membeli lahan milik Angkahong, Untung bersama pimpinan DPRD lain mengaku tidak tahu menahu soal anggaran diatas Rp17,5 miliar, bahkan tidak ada SK-SK pimpinan DPRD lainnya diluar nilai anggaran Rp17,5 miliar.
“Yang menggunakan anggaran mereka (Pemkot), memilih lokasi juga mereka, merealÂisasi anggaran juga mereka, dan semuanya diÂlakukan oleh mereka. Kami di DPRD sama sekaÂli tidak mengetahui setelah dikeluarkannya SK pimpinan DPRD nomor 903-13 tahun 2014 tenÂtang Rp17,5 miliar tersebut,†tandasnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua DPRD Kota Bogor juga mengklarifikasi terkait kedatanÂgannya ke kantor Kejati Jawa Barat pada Senin (14/3) kemarin. Untung mengatakan, para pimpinan DPRD datang ke Kejati Jabar untuk dimintai keterangan, bukan diperiksa. Jadi berÂbeda antara diperiksa dan dimintai keterangan.
“Kita itu datang kesana (Kejati) untuk diÂmintai keterangan, bukan diperiksa. Jadi apaÂpun yang dilakukan oleh pihak Kejati maupun Kejari, kita harus menghormatinya dan siap berkooperatif,†katanya.
Namun demikian, Untung tidak bisa memÂbeberkan maupun menjelaskan soal dimintai keterangannya oleh pihak Kejati. “Intinya meÂnyangkut kasus yang sedang ditangani oleh pihak Kejaksaan Negeri Kota Bogor saat ini,†pungkasnya.
Empat pimpinan DPRD Kota Bogor yang diÂpanggil dan dimintai keterangan diantaranya, Untung Wahyudi Maryono (Ketua), Heri CaÂhyono (Wakil Ketua), Sopian Ali Agam (Wakil Ketua) dan Jajat Sudjarat (Wakil Ketua). “Ya, kami memenuhi panggilan Kejati. Tidak ada pertanyaan krusial. Masih normatif soal meÂkanisme penganggaran. Belum ada menyeret soal keterlibatan. Saya sendiri kala anggaran bergulir, baru bertugas sebulan. Belum tau deÂtil perkara Jambu Dua ini sampai bisa finalisasi anggaran,†kata Heri, menjawab pertanyaan BOGOR TODAY, kemarin.
Kasus korupsi lahan Pasar Jambu Dua ini mencuat setelah adanya kejanggalan dalam pembelian lahan seluas 7.302 meter persegi milik Kawidjaja Henricus Ang alias Angkahong oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014.
Ternyata dalamnya telah terjadi transaksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meter persegi. Dari 26 dokumen tanah yang diserahÂkan Angkahong kepada Pemkot Bogor ternyata kepemilikannya beragam, mulai dari SHM, AJB hingga tanah bekas garapan. Dengan dokumen yang berbeda itu, harga untuk pembebasan lahan Angkahong seluas 7.302 meter persegi disepakati dengan harga Rp 43,1 miliar.
Sejauh ini, Kejari Bogor baru menetapkan empat tersangka, yakni Hidayat Yudha Priatna (Kepala Dinas Koperasi dan UMKM), Irwan GuÂmelar (Camat Bogor Barat), Hendricus AngkaÂwidjaja alias Angkahong (Pemilik tanah yang dikabarkan meninggal dunia) dan Roni Nasrun Adnan (dari tim apraissal tanah).
Kabar berkembang, kasus ini kembali dilidik oleh jaksa lantaran Kejati Jawa Barat menerima data laporan baru. Tak lama berseÂlang dari delik masuk, jaksa kemudian menyita duit senilai Rp26,9 miliar dari rekening HedÂricus Angkawidjaja alias Angkahong. Duit ini diduga untuk pelicin transaksi jual beli tanah di Jambu Dua. Sejauh ini, jaksa masih mempeÂlajari duit ini akan dialirkan kepada siapa saja.
Sementara itu, belum tahu kapan akan diÂlakukan permintaan keterangan lanjutan oleh pihak Kejari dan Kejati untuk memperuncing siapa sebenarnya topeng dibalik kasus angkaÂhong yang bergulir ini. “Belum tahu kapan akan dilaksanakan pemeriksaan kembali terkait denÂgan kasus ini,†ucap Kasie Intel Kejari Bogor, Andhie Fajar Ariyanto, saat ditemui BOGOR TODAY, kemarin siang.
(Abdul Kadir Basalamah|Yuska Apitya)