Untitled-15Banyak orang mengenal tanaman bambu, namun tak sedikit yang menge­tahui apa saja potensi bisnis dari tanaman ini. Meski se­benarnya tanaman ini sudah sejak lama dimanfaatkan untuk banyak keperluan, mulai dari membuat perkakas rumah tangga hingga mebel. Namun terkadang, di ma­syarakat produk kerajinan bambu cenderung masih kalah pamor dibanding bahan baku lain seperti kayu. Padahal, lewat inovasi serta proses pengolahan yang unik, produk ini bisa diminati tidak hanya di pasar lokal, tetapi juga pasar mancanegara.

Salah satu pengusaha yang menikmati bisnis ini adalah Har­ry Mawardi pemilik Amygdala Bamboo. Di tangannya, bambu bisa menjadi gelas, nampan, ka­camata, kursi, gantungan lampu, dan produk lain yang bernilai es­tetis serta nilai guna tinggi. Dari sini, Harry mampu mengantongi omzet sekitar Rp 30 juta per bu­lan.

Harga produknya variatif ter­gantung kerumitan dan ukuran. Cangkir dan sendok harganya paling murah, yaitu Rp 80.000. Sedangkan produk yang pal­ing mahal berupa meja, yaitu kisaran Rp 5 juta. Margin yang didapat lumayan, sebab satu bambu seharga Rp 7.000-an bisa digunakan untuk membuat dua produk bisa tinggi selain karena desainnya premium, nilai keguhingga tiga produk. “Harga jual naannya juga tinggi,” ujar juara 1 kompetisi Wirausaha Muda Mandiri 2015 kategori industri kreatif ini. ­

Harry mengerjakan desain dan pemasaran. Sementara proses produksi semua dikerjakan perajin. Ada tujuh perajin yang rutin mem­bantunya. Namun jika sedang keban­jiran pemesanan, ia membutuhkan 20 hingga 30 perajin tambahan.

Harry bercerita, usahanya ini juga bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan para perajin. Selama ini, pemilik work­shop di Limbangan, Garut, ini men­erangkan bahwa daerahnya tersebut merupakan sentra produksi sangkar burung berbahan baku bambu. Ada sekitar empat desa yang masing-masing desa ada sekitar 150 perajin. “Harapannya, apa yang saya lakukan ini bisa membantu perajin juga,” im­buhnya.

BACA JUGA :  Pencok Kentang Betawi, Makanan Renyah yang Gurih Bikin Nagih

Pendiri Akademi Bambu Nusantara (ABN), Das Albatani me­nambahkan, selama ini produk ber­bahan baku bambu masih dianggap sebelah mata. Padahal, jika diproses dengan benar, kekuatan produk berbahan baku bambu bisa seband­ing dengan kayu bahkan logam. Ia mencontohkan, beberapa produsen mobil mewah seperti BMW, Aston, Lexus menggunakan bambu pada desain interior dashboard.

Bersama rekan-rekan di ABN, Das bisa mengantongi omzet bulanan sekitar Rp 100 juta. Se­lain membuat barang-barang yang digunakan sehari-hari, ABN juga membuat instalasi rumah bambu. Omzet dari mengerjakan proyek rumah bambu, ABM bisa mengan­tongi Rp 1 miliar hingga Rp 5 mil­iar per proyek. Proses pengerjaan satu proyek rumah bambu butuh waktu sekitar enam bulan.

Potensi Masih Besar

Potensi pasar kerajinan bambu ternyata masih besar. Per­mintaan tidak hanya banyak datang dari dalam negeri, tapi juga dari pas­ar internasional. Das Albatani, pera­jin bambu pendiri Akademi Bambu Nusantara (ABN) mengatakan, bam­bu bisa digunakan untuk membuat serat tekstil yang bisa diaplikasikan sebagai bahan baku kaos, sepatu, sa­jadah dan sebagainya.

Selain itu, kesadaran ma­syarakat dunia untuk menggunak­an produk ramah lingkungan ikut mendongkrak permintaan komo­ditas bambu. Ini juga yang membuat prospek industri bambu kian baik, khususnya untuk pasar luar negeri. Ia mencontohkan, sepeda bambu buatan ABN laris di pasar Eropa, misalnya Belgia, Belanda, Italia, dan sebagainya. “Bagi pasar luar negeri harga sepeda bambu cukup terjang­kau, yaitu Rp 3,5 juta hingga Rp 15 juta per sepeda,” imbuhnya.

Sementara Harry Mawardi, pemilik Amygdala Bamboo mengaku sudah bisa ekspor hingga ke Korea Selatan, Italia, Australia dan Jepang. Untuk permintaan dari dalam neg­eri sebenarnya masih banyak. “Itu belum bisa kami penuhi semuanya,” tuturnya.

BACA JUGA :  Resep Membuat Tumis Tahu Kuning dan Tauge, Lauk Praktis dan Sederhana di Tanggal Tua

Salah satu produk buatan Harry yang paling laris adalah cang­kir. Pelanggan produk ini keban­yakan adalah pemilik kafe. Menurut­nya budaya minum kopi sekaligus kebutuhan untuk mengunggah akti­vitas sosial di media sosial membuat aspek desain cangkir diperhatikan secara khusus oleh para penjual kopi.

Maka dari itu, untuk me­masarkan produknya Harry me­manfaatkan media sosial. Selain itu, ia juga sering menjadi peserta pameran. “Dari event terakhir yang kami ikuti di JCC bulan Maret ini, sambutannya cukup baik. Ada yang membeli secara ritel, ada juga yang lalu bekerja sama sebagai reseller,” imbuhnya.

Harry sejak tahun 2014 menggarap produk home decor hingga aksesori fesyen. Lewat situs usaha amygadalabamboo.com, per­aih gelar Master di bidang desain produk dari Institut Teknologi Band­ung ini mendesain aneka peralatan dapur yang unik dan berkelas.

Harry menyebutkan salah satu alasan tidak banyaknya pelaku bisnis di segmen pasar menengah ke atas ini adalah kurangnya pemaha­man mengenai pemrosesan bambu. “Memproses bahan baku bambu un­tuk mendapat ketahanan yang baik memang membutuhkan waktu lama, yaitu sekitar dua sampai tiga minggu. Hal ini yang membuat perajin tidak sabar karena ingin mengejar jumlah produksi,” tutur juara 1 kompetisi Wirausaha Muda Mandiri 2015 kat­egori industri kreatif ini.

Padahal prosesnya se­benarnya pendek. Bambu beru­mur kurang lebih empat tahun ha­rus melewati proses perautan dulu. Setelah itu diraut dan dibelah men­jadi beberapa bagian. Bagian yang sudah lentur inilah yang bisa diolah menjadi berbagai produk. Harry membutuhkan sekitar 50 batang bambu sebulan untuk produksi yang dia ambil dari daerah Garut.

(Yuska Apitya/ktn)

============================================================
============================================================
============================================================

1 KOMENTAR