JAKARTA TODAYÂ – Kementerian EnerÂgi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji harga baru bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar, yang akan mulai berlaku awal April nanti. Peluang penuÂrunan harga Premium terbuka lebar di tengah masih rendahnya harga minyak dunia dan penguaÂtan mata uang rupiah dalam beÂberapa bulan terakhir. Bahkan, Menteri ESDM Sudirman Said memperkirakan, nilai penuruhan harga Premium cukup besar.
Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 tahun 2015, penetapan harga BBM jenis terÂtentu yakni minyak tanah dan Solar dilakukan setiap tiga bulan sekali. Termasuk harga BBM khusus penugasan, yakni Premium untuk luar Jawa, Madura dan Bali (Jamali). Untuk bulan April ini, Sudirman memastikan harga BBM akan lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.
“Penurunannya sangat signifiÂkan. Premium mungkin turun Rp 800 sampai Rp 1.000 per liter,†kata dia kepada Katadata, Rabu (16/3). Sejak awal Januari lalu, harga PreÂmium untuk luar Jamali sebesar Rp 6.950 per liter. Artinya, harga PreÂmium pada awal bulan depan bisa turun sampai menjadi Rp 5.950 per liter pada awal bulan depan.
Menurutnya, penurunan harga Premium dilakukan setiap tiga bulan untuk menjaga kestabilan ekonomi. Pasalnya, perubahan harga BBM biÂasanya berdampak pada kestabilan harga barang-barang. Dengan evaluÂasi setiap tiga bulan, masyarakat dan pelaku usaha dapat lebih memperÂsiapkan perubahan harga BBM.
Meski harga minyak saat ini anÂjlok, pemerintah tidak mau gegaÂbah memangkas harga BBM. Sebab, sewaktu-waktu harga minyak dunia bisa kembali naik. Padahal, penuÂrunan harga BBM selama ini tidak otomatis mengerek harga barang-barang lain. Sebaliknya, jika harga BBM naik maka harga barang akan langsung melambung. “Kenaikan (harga) sedikit apapun, yang jadi paling korban adalah orang-orang bawah. Ini juga memerlukan keariÂfan,†ujar Sudirman.
Di tengah rendahnya harga minÂyak dunia, banyak pihak memang menyoroti masih tingginya harga BBM, khususnya Premium saat ini.
Anggota Komisi VII Dewan PerÂwakilan Rakyat (DPR) Inas Nasrullah Zubir menganggap Pertamina menÂgambil untung terlalu banyak di tengah penurunan harga minyak menÂtah dunia. Tidak hanya Inas, ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri juga menilai harga Premium di InÂdonesia terlalu mahal dibandingkan negara lain, seperti Malaysia dan Amerika Serikat. Untuk itu, dia meÂminta pemerintah dan PT Pertamina (Persero) transparan dalam menghiÂtung formula harga BBM.
Namun, Sudirman melihat tidak masuk akal jika ada pihak yang memÂbandingkan harga BBM di Indonesia dengan negara lain, seperti MalayÂsia. Dari segi luas wilayah, Malaysia dengan Indonesia tidak sebanding. Dengan karakteristik negara kepuÂlauan yang lebih luas, Pertamina akan membutuhkan biaya lebih beÂsar untuk mendistribusikan BBM ke seluruh Indonesia. “Jadi itu tidak fair,†ujar dia.
Sementara, pada bursa perdaÂgangan Rabu(16/3/2016), harga minÂyak dunia kembali turun 2%. Hal ini disinyalir karena adanya tekanan teknikal, dan juga kekhawatiran peningkatan stok minyak di Amerika Serikat (AS).
Selain itu, investor juga masih menunggu hasil rapat dari Federal reserve (The Fed) yang akan berakhÂir Rabu waktu setempat. Pada hari Rabu (16/3), minyak jenis Brent tuÂrun 79 sen (2%) ke US$ 38,74/barel. Sementara minyak produksi AS turun 84 sen (2,3%0 ke US$ 36,34/barel. Dalam 6 pekan terakhir, harga minyak sempat naik 50%, setelah produsen minyak besar dunia berencana menahan produksi minÂyaknya ke tingkat yang sama dengan produksi di Januari 2016 lalu.
Namun, rencana yang dibuat OPEC dan Rusia ini ditolak oleh Iran, selaku produsen minyak nomor 4 terbesar dunia, sehingga pelaku pasar meragukan rencana itu akan berjalan.
(Yuska Apitya Aji)