Untitled-12APA yang kita saksikan dalam peristiwa di Jakarta, Selasa (22/3/16)? Mengapa para anggota Paguyuban Sopir Taxi Jakarta dan beberapa ko­munitas pengemudi angkutan umum DKI Jakarta sampai sedemikian rupa meluapkan amarahnya terhadap pelaku bisnis angkutan umum online?

Bang Sem Haesy

PERSOALANNYA tentu tak hanya sekadar pe­rut. Bukan sekadar be­ban berat kehidupan yang menghimpit. Melainkan, jauh dari itu, yakni gamang ter­hadap perubahan yang sangat cepat.

Sikap menghadapi peru­bahan inilah, yang dalam artikel terdahulu diisyaratkan dalam kalimat sederhana, “Ulah ung­gut ka linduan ulah geudag kaanginan.” Jangan limbung ka­rena guncangan (gempa), jangan pula bersikap sok hebat menan­tang angin. Jangan mudah ter­guncang oleh perubahan, jangan pula sok jago menantang peru­bahan.

Boleh diingat ulang, bagaimana Pakuan Pajajaran di bawah kepemimpinan Prabu Siliwangi dan Prabu Surawis­esa mengingatkan rakyatnya, untuk menjaga diri dari catur buta (empat hal yang paling mengerikan). Yaitu: burangkak, marende, mariris, dan wirang.

Burangkak adalah ekspresi egoisme (dalam hal ini pemer­intah) dalam menyikapi pe­rubahan. Termasuk keraguan dalam menerapkan hukum (pamali). Ketika Menteri Per­hubungan Ignasius Jonan ingin menerapkan Undang Undang Lalu Lintas dengan menunda pelaksanaan layanan transpor­tasi umum berbasis aplikasi teknologi informasi (online), tiba-tiba saja Presiden Jokowi memintanya menarik keputu­san tersebut.

BACA JUGA :  JELANG LAGA MALAM INI, TIMNAS VS AUSTRALIA

Dampaknya adalah ketidak-adilan. Khasnya, karena pem­berlakuan transportasi online yang disetujui Presiden, tidak mempertimbangkan aspek keadilan di antara pelaku bisnis transportasi umum tersebut. Ketidak-adilan ini berbuntut pada kuatnya tekanan be­ban hidup terhadap kalangan bawah (sopir atau pengemudi). Padahal sudah ada contoh, bagai uber taxi, sebelumnya menimbulkan aksi pengemudi taksi yang berakhir ricuh di London, Paris, Brussel, dan se­jumlah kota lain di Eropa.

Dan ketika hal ini mencuat ke permukaan, yang diperoleh bukan komunikasi yang me­nyejukkan. Melainkan ekspresi egoisme kekuasaan yang yang ketus, marah, memaki, bicara kasar, dan menghina. Ekspresi kemanusiaan seketika lenyap, dan akhirnya ditiru oleh para pengemudi taksi dengan sikap yang sama: berhati panas dan anarkis. Akhirnya, pemerintah dan pengemudi taksi sama-sa­ma menjadi durgi, durga, kala, dan buta.

Ajang bisnis transportasi umum berubah menjadi ladang kehidupan yang setara dengan sodong, sarongge, cadas gan­tung, mungkal pategang, lebak, rancak, kebakan badak, catang nunggang, catang nonggeng, garunggungan, garenggengan. Setara dengan lemah sahar, dangdang warian, hunyur, lemah laki, pitunahan celeng, kalomberan, jaryan, kuburan, dan kelompok ladang terbuang.

BACA JUGA :  10 Manfaat Jus Mentimun untuk Kesehatan, di Antaranya Menjaga Kesahatan Jantung..

Pemerintah tidak menduga, keputusan Presiden Jokowi me­narik keputusan Menteri Per­hubungan Ignasius Jonan, yang bisa disebut marende. Diduga ayem, tentrem, dan dingin-dingin saja, ternyata panas membara dan meledak dalam bentuk luapan emosi, menim­bulkan friksi dan konflik sosial. Ketimpangan yang tampak di depan mata sengaja tak hendak dilihat, akhirnya menjadi tegal si pantana (sumber kehan­curan) yang memakan korban.

Lalu, melalui layar tel­evisi kita saksikan situasi yang mariris : perbuatan yang sung­guh ‘menjijikkan’ keserakahan, merampas ladang hidup orang lain secara tiba-tiba. Meskipun diisyaratkan sebagai bagian dari perubahan. Karena sangat meyakini, siapa yang tidak ikut berubah, maka dia akan dilibas oleh perubahan itu sendiri.

Pangkal mulanya adalah wirang, ketidakjujuran dalam memahami situasi dan kondisi di lapangan dan kebijakan yang belum sungguh berpihak ke­pada rakyat. Kita berharap, apa yang terjadi di Jakarta itu tidak terjadi di Bogor. Karena orang Bogor punya nilai sebagaima­na diwariskan Prabu Siliwangi dan Prabu Surawisesa, tentang bagaimana mengelola peruba­han..

============================================================
============================================================
============================================================