ciliwung-okHAL yang menarik dari kejayaan masa lalu Pakuan adalah terpeliharanya dua aliran sungai: Ciliwung dan Cisadane yang terkelola dengan baik sebagai dua alur kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Untuk menjaga kedua daerah aliran sun­gai itu dengan lebih dari 12 anak sungainya, adalah terpeliharanya hutan di hilir.

Bang Sem Haesy

KONSISTENSI dan sikap kon­sekuen ngajaga leuweung – nga­jaga lembur, disertai dengan kemauan, kemampuan, dan kesungguhan untuk menanam, menjaga fungsi ruang, men­gelola secara proporsional lahan (tanah). Di dalam aksi menanam melekat secara langsung (secara filosofis) ke­harusan (kewajiban dan tang­gungjawab) memelihara apa yang ditanam.

Dalam Sanghyang Siksakanda Kare­sian, tersirat dan tersurat isyarat, bahwa bila kita menemukan sumber air, pilihannya ada dua: kita menemu­kan air sumber – air bersih yang ‘suci dan menyucikan’ – dalam Islam kita kenal dengan salsabila – dan air mineral yang selain ‘suci menyuci­kan’ juga mengandung khasiat un­tuk kesehatan raga, yang kita kenal dengan kafuur. Selebihnya, begitu kita sampai di sungai, pilihannya menjadi: jernih dan keruh.

BACA JUGA :  Tak Khawatir Makan Rendang saat Lebaran, Ini Dia Resep Herbal ala Zaidul Akbar untuk Atasi Asam Urat

Dengan dua pilihan itu manusia menggunakan air. Manusia mandi, mencuci pakaian, dan mengolah ba­han pangan dengan menggunakan air jernih dan sehat. Untuk mem­peroleh air jernih dan sehat ini, manusia mengelola daya fikirnya menggunakan sains dan teknolo­gi, terkait dengan sanitasi dengan perkembangan teknologinya yang tak hanya sebatas water treatment.

Manusia juga mempelajari ilmu manajemen untuk merencanakan dan mengelola distribusi sumber air bersih bagi keperluan hidupn­ya. Di hampir seluruh dunia, kini pemerintah berjuang untuk men­dapatkan dan mengelola air bersih bagi kemslahatan dan kesejahter­aan manusia. Dalam beberapa kali mengikuti Sidang Umum Perseri­katan Bangsa Bangsa (PBB), terkait dengan Millenium Development Globals – MDG’s (yang kini dilanjut­kan dengan Sustainable Develop­ment Globals – SDG’s), masalah air bersih menjadi topik utama.

Tapi, dalam konteks air, Prabu Siliwangi dan Prabu Surawisesa, juga mengekspresikannya seba­gai siloka, bahwa setiap kita men­emukan air jernih dan air keruh, segeralah mengenali diri. Di dalam diri manusia juga terdapat hal yang jernih dan yang keruh, yaitu segala perbuatan baik dan perbuatan bu­ruk. Kebaikan dan keburukan, itu tersebab oleh manusia sendiri, se­hingga manusia hidup susah atau bahagia. Karena manusia memain­kan peran sebagai subyek dalam kehidupan.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kota Bogor, Selasa 16 April 2024

Selain jernih dan keruh, kita juga mengenal air sejuk dan bening. Itulah sanghyang darmawisesa. Ma­nusia membuat yang sejuk dan ben­ing itu, menjadi suram dan keruh. Oleh sebab itulah, dalam mengelola air dan alam pada umumnya, dike­nal sifat centana (berkesadaran) dan acentana (ketidaksadaran).

Mereka yang centana hidup ba­hagia dengan ketersediaan air yang sesuai dengan keperluan utama hidup. Mereka yang acentana, mel­akukan kerusakan dengan membi­arkan terjadinya pencemaran. Tapi, akibat yang ditimbulkan oleh mere­ka yang acentana, adalah derita ba­gis semua manusia. Yaitu menyebar dan meluasnya lingkungan tidak sehat. Antara lain ditandai dengan berkembangnya wabah secara pan­demis. Mulai dari diare, sakit kulit, antrax, dan lain-lain.

Nah, dalam konteks itulah upaya pemeliharaan dan pengenda­lian penggunaan (pemanfaatan) air menjadi penting. Apalagi, kelak, air menjadi sesuatu yang sangat utama dan mahal.

============================================================
============================================================
============================================================