Layaknya anak yang belum genap berusia enam tahun, Musa Sang Hafiz, bocah asal Bangka Belitung ini membuat dunia tercengang. Sepintas orang tak akan menyangka bocah asal Bangka Barat, itu sudah tuntas menghafal 30 juz Alquran. Ia berhasil mendudukiperingkat 12 dari 25 peserta lomba menghafal Alquran tingkat Dunia.
(Yuska Apitya)
DALAM lomba mengÂhafal Alquran internaÂsional di Jeddah pekan lalu, Musa mendapat nilai istimewa, yaitu 90.80. Dengan nilai itu, Musayang menjadi peserta termuda itu menÂempati peringkat ke-12 dari 25 peserta dari berbÂagai negara. Meski masih bocah, Musa telah mengÂhafal Alquran. Dia punya keÂmampuan istimewa, bisa mengÂhafal ayat-ayat Alquran dengan cepat. Dalam satu hari Musa dapat menghafal lima lembar Alquran.
Saat kali pertama ia tampil di panggung, seisi studio Media Nasional menangis haru menyakÂsikan kemampuannya. Prof Amir Faishol, pakar tafsir Alquran yang menjadi salah seorang juri, semÂbari berlinang air mata mendatanÂgi Musa, lalu mencium tangannya. La Ode Abu Hanafi, ayah Musa mengatakan, sebetulnya anaknya itu sangat pemalu. Dia jarang berÂtemu banyak orang sehingga saat kali pertama tampil di panggung sangat gugup. â€Saat itu dia sudah mau menangis,†ujar sang ayah.
Namun, setelah ditenangkan, perlahan Musa mulai bisa menyeÂsuaikan diri. Untuk memudahkan adaptasi, Hanafi membaurkan Musa dengan para peserta lainnya.
Minat Musa terhadap Alquran sudah tampak sejak dirinya belum genap berusia dua tahun. â€Setiap kali saya perdengarkan kaset muÂrottal (pembacaan) Alquran anak, dia senang dan sangat antusias menirukan,†ungkap pria 33 taÂhun itu. Melihat kondisi tersebut, Hanafi pun makin sering memÂperdengarkan kaset murottal keÂpada Musa.
Tidak lama setelah ulang taÂhun kedua Musa, Hanafi memulai bimbingan Alquran untuk anaknya itu. Karena Musa belum bisa memÂbaca Alquran, Hanafi membimbÂingnya dengan metode talqin atau membacakan hafalan. Musa diminÂta menirukan pelafalan sang ayah. Mengingat usia sang anak, Hanafi mengajarinya dengan perlahan. Satu sesi belajar hanya berlangsung lima sampai sepuluh menit.
Bukan hal mudah mengajarÂkan Alquran kepada bocah yang ketika itu berusia dua tahun. Proses Musa untuk menjadi hafiz, beber Hanafi, tidak seperti yang dibayangkan kebanyakan orang. Bagian pertama yang diajarkan kepada Musa adalah surat teraÂkhir Alquran, yakni An Naas. â€Saya ajarkan qul saja, butuh dua sampai tiga hari dia ikuti,†kenangnya. KeÂmudian, menyambungkan kata qul dengan a’udzu juga butuh waktu.
Durasi Musa untuk menghafal Qul a’udzu birobbinnaas (ayat perÂtama surat An Naas yang berarti Katakanlah, aku berlindung dari Tuhan manusia) butuh setidaknya satu pekan.
Kemudian, saat berhasil menghafal ayat kedua,Musa lupa bagaimana bunyi ayat pertamanya sehingga hafalan harus diulang dari awal. â€Jadi, surat An Naas itu mungkin bisa ratusan kali diulang sama saya,†ungkapnya.
Metode talqin tersebut hanya dilakukan selama dua tahun dan menghasilkan hafalan dua juz â€sajaâ€, yakni juz 30 dan 29. Hanafi mengajari Musa menghafal dari belakang, yakni dari juz 30 hingga 18. Kemudian, dia melanjutkan pelajaran menghafal dari juz 1.
Di usianya yang keempat taÂhun, Musa sudah bisa membaca Alquran sehingga proses hafalan menjadi lebih ringan daripada sebelumnya. Karena sudah bisa membaca Alquran, Musa mulai bisa belajar mandiri. Setiap hari Musa mampu menghafal 2,5 samÂpai 5 halaman Alquran dan diperÂdengarkan di depan Hanafi.
Dalam bimbingan Hanafi, Musa bisa menghabiskan waktu enam sampai delapan jam unÂtuk menghafal Alquran. Hanafi memang seorang guru mengaji. Hanafi juga menghidupi keluargÂanya lewat kebun karet miliknya dan usaha dagangnya.
Lazimnya seorang bocah, wakÂtu bermain juga menjadi kebutuÂhan yang tak bisa diabaikan. UnÂtuk itu, setiap empat hari Hanafi meliburkan pelajaran menghafal Alquran dan memberi Musa keÂsempatan bermain seharian. â€Musa main mobil, kereta, sama bola sampai kotor,†ucap Musa saat ditanya mainan kesukaannya sembari bergelayut manja di pangkuan sang ayah.
Selain bermanja-manja denÂgan sang ayah, selama wawanÂcara, Musa menggoda sang adik Hindun yang masih berusia dua tahun. Sempat pula Musa menanÂgis karena lelah. Namun, setelah diberi mainan, tangisnya mereda.
Hanafi menuturkan, puÂtranya bisa jadi apa saja suatu saat kelak. Bisa dokter, ulama, tenÂtara, atau profesi lainnya. Namun, Hanafi memang punya target agar Musa menjadi hafiz dahulu. â€Agar dia bisa bermanfaat untuk (agaÂma) Islam dan umat Islam,†tutur suami Yulianti itu.
Musa tampak tidak terbebani gelar hafiz yang disematkan keÂpada dirinya. Sebagaimana layÂaknya bocah, dia sangat senang manakala disodori mainan. Musa juga sudah punya cita-cita yang ingin diraihnya. â€Ingin jadi pilot,†ucap Musa lugas.
Hanafi mengakui bahwa dirinÂya dan istrinya bukanlah hafiz. Dia juga awalnya tidak yakin anaknya mampu. Namun, setelah mereÂnung, dia dan sang istri memanÂtapkan niat untuk menjadikan Musa seorang hafiz.
Musa yang merupakan suÂlung dari tiga bersaudara mampu menuntaskan hafalannya pertenÂgahan Juni lalu. Surat terakhir yang dihafalkannya adalah Al Isra dan An Nahl.
Kemudian, pada akhir Juni, Musa diikutsertakan dalam ajang perlomÂbaan hafiz internasional di Jeddah, Arab Saudi. Musa menjadi satu-satÂunya peserta asal Indonesia. Dia pun menjadi buah bibir di ajang tersebut karena usianya yang belum genap enam tahun.