IRSAN Gusfrianto, pengacara tersangka suap Raperda Reklamasi M Sanusi, mengungkap keterlibatan Bos PT Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan dalam pengaturan suap reklamasi Teluk Jakarta. Irsan menyebut, Aguan terlibat dalam pertemuan tertutup pem bahasan pelicin reklamasi.
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Dalam pertemuan tersebut, hadir pula Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik dan PresÂiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja. “Pak SaÂnusi diminta kakaknya, Pak Taufik, membahas Raperda dalam jangka 1 sampai 5 bulan. Pak Sanusi secara teknis mengetahui Raperda,” kata IrÂsan, Senin (18/4/2016).
Pertemuan terjadi pada Januari 2016 lalu. Sanusi yang merupakan angÂgota Badan Legislasi Daerah DPRD DKI Jakarta dinilai paham alotnya negosiasi antara legislatif dan eksekutif soal Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis PanÂtai Utara Jakarta. “Pertemuan tidak lama, sekiÂtar 15 menit Pak Sanusi menjelaskan Raperda karena dia punya kapasitas untuk menjelasÂkan. Setelah itu dia pulang,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut Sanusi menjelaskan ketidaksepakatan DPRD DKI Jakarta terhadap rencana pemerintah meÂnaikkan kewajiban pengembang pulau reklamasi untuk membayar uang kontribusi tambahan senilai 15 persen dari luas lahan yang bisa dijual dikalikan dengan Nilai Jual Obyek Pajak. “Yang vokal soal kontribusi tambahan adalah Pak Sanusi. Itu tidak maÂsuk akal di logika berpikirnya,” kata Irsan.
Sanusi dan anggota Badan Legislasi Daerah lainnya meminta pihak pemerintah untuk mengatur kontribusi tersebut melalui Peraturan Gubernur dan tidak bisa dicanÂtumkan dalam Raperda tersebut. “Itu di penjelasan yang disepakati DPRD,” ucapnya.
Irsan mengaku kliennya mengenal Aguan sejak 2010. Keduanya merupakan pengusaha properti. Dari situlah perteÂmanan terjadi. Tiga bulan berselang sejak pertemuan tersebut, pembahasan RapÂerda semakin alot dan legislatif belum juga mengesahkan. Di satu sisi, KPK justru menÂgendus ada dugaan tindak pidana korupsi dalam pembahasan raperda. Sanusi pun dicokok dalam operasi tangÂkap tangan bersama anak buah Ariesman bernama Trinanda Prihantoro pada awal April 2016. Keduanya dan Ariesman ditetapkan seÂbagai tersangka suap Raperda Reklamasi.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta ini diÂduga menerima uang Rp2 miliar dari AriesÂman terkait pembahasan reklamasi. Sanusi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU PemberÂantasan Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Sementara Ariesman dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Mengincar Taufik
KPK kemarin mengincar keterangan Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD Jakarta Mohammad Taufik dan Wakil Balegda Merry Hotma terkait Rancangan Perda Reklamasi. Keduanya diperiksa untuk tersangka penerima suap pembahasan rapÂerda reklamasi Mohammad Sanusi. “Taufik dan Merry Hotma diperiksa untuk MSN (M Sanusi, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta),” kata Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati, kemarin.
Taufik tiba sekitar pukul 09.25 WIB di Kantor KPK, Jakarta sementara Merry belum diketahui kehadirannya. Taufik juga pernah dimintai keterangan pada 11 April 2016 lalu. Selain kedua orang tersebut, lembaga antiraÂsuah juga meminta keterangan anggota DPD RI Nono Sampono, Kasubag Raperda DPRD DKI Jakarta Dameria Hutagalung, ajudan TauÂfik yakni Riki Sudani dan karyawan PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro.
Pemeriksaan ini digunakan untuk meÂlengkapi berkas penyidikan kasus yang menjerat Sanusi di KPK. Sanusi ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga antiraÂsuah lantaran diduga menerima duit suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan TriÂnanda. Ketiga orang yang diduga terlibat suap ini kini mendekam di rumah tahanan.
Obyek suap diduga yaitu Raperda tenÂtang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di DKI tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Dalam RapÂerda Tata Ruang, pemerintah DKI Jakarta meminta pungutan berupa kontribusi tamÂbahan dari pengembang sebanyak 15 persÂen. Pihak DPRD tak sepakat lantatan dinilai memberatkan pengembang.
Selama penyidikan, KPK mengumpulÂkan bukti lain yang menguatkan rumusan pidana. Jika sudah terpenuhi, maka berkas akan dilimpahkan ke tahap penuntutan unÂtuk diadili di meja hijau.
Presiden Direktur PT Agung Sedayu Group sekaligus Direktur Utama anak peÂrusahaannya PT Kapuk Naga Indah, Nono Sampono, mengaku dicecar 15 pertanyaan oleh penyidik KPK sebagai saksi untuk terÂsangka suap Raperda Reklamasi M Sanusi. “Ditanya 15 pertanyaan. Sebagai warga negÂara saya wajib memenuhi permintaan KPK untuk memberikan keterangan,” kata Nono di Kantor KPK, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Nono tak banyak bicara ketika ditanya soal materi penyidikan. Nono hanya mengaku tak ditanya soal substansi dua raperda yang diduga menjadi obyek suap, yakni Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di DKI tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Ia pun juga membantah ketika ditanya soal adanya perÂmintaan pengembang terhadap dua Raperda tersebut. “Tidak ada urusan pengembang dengan Raperda. Tidak ada kaitan,” katanya.
Perusahaan pimpinan Nono menggarap lima pulau reklamasi yakni A, B, C, D, dan E. Kelimanya telah mengantongi izin prinsip lokasi. Satu diantaranya yang telah menganÂtongi izin pelaksanaan reklamasi dan telah menguruk tanah hingga menjadi daratan. Bahkan, Pulau D yang belum mengantongi Izin Mendirikan Bangunan justru telah membangun sejumlah infrastruktur yang kini disegel Pemerintah DKI Jakarta.
Proyek reklamasi mencuat lantaran Sanusi sebagai Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dicokok KPK bersama karyawan PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro. Keduanya menjadi tersangka suap bersama Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja. Anak perusahaan Agung Podomoro yakni PT Muara Wisesa Samudra menggarap reklamasi pulau G.
Reklamasi Dihentikan
Kabar terbaru, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah pusat sepakat untuk menghentikan sementara reklamasi Pantai Teluk Jakarta. Keputusan ini diambil setelah Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli bertemu Gubernur Jakarta BaÂsuki Tjahaja Purnama, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diwakili Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Bramantya Satyamurti. “Kami sepakat unÂtuk melakukan moratorium pembangunan reklamasi Teluk Jakarta sampai semua UnÂdang-Undang dan persyaratan dipenuhi,” kata Rizal Ramli dalam konfrensi pers di JaÂkarta, Senin (18/4/2016).
Rizal mengakui masih terdapat perÂaturan yang memiliki celah dan belum dapat dijadikan landasan. Oleh sebab itu akan dibentuk sebuh tim gabungan untuk menyÂelesaikan permasalahan tersebut. (*)