kasus-suap-reklamasi-pulau-kpk-segera-kuliti-aguan-wfcLcn63fHJAKARTA, TODAY — Taipan properti Sugianto Kusuma alias Aguan akhirnya dicocok KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Taipan yang selama puluhan tahun diang­gap kebal hukum ini ditetapkan se­bagai tersangka dalam kasus suap reklamasi teluk Jakarta.

Bukan hanya dijadikan ter­sangka, Aguan juga dicekal un­tuk bepergian ke luar negeri. Bos Grup Agung Sedayu ini, kesand­ung suap pengurugan laut Teluk Jakarta. Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta asal Partai Gerindra, Mohamad Sanusi, pada Kamis, 31 Maret 2016. Aguan dianggap KPK terlibat aktif, namun belum ditetapkan se­bagai tersangka.

Dalam penangkapan pada Kamis itu, KPK menduga ada pemberian uang suap Rp 1,1 mil­iar dari Triananda Prihantoro, karyawan perusa­haan konstruksi PT Agung Podomoro Land, un­tuk Sanusi, melalui kurir bernama Gerry. Uang diduga diberikan agar parlemen mengegolkan Rancangan Peraturan Daerah ihwal Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara serta revisi Perda Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan RTR Pantura Jakarta.

Sebelumnya KPK sudah menetapkan Sa­nusi, Triananda, dan Gerry sebagai tersangka, serta menjebloskan mereka ke rumah tahanan.

Berkaitan dengan perkara ini, Ariesman Widjaja, Presiden Direktur Agung Podomoro, menyerahkan diri kepada KPK. Lewat penga­caranya, Ibnu Akhyad, Ariesman mengaku su­dah menyetor uang Rp 2 miliar kepada Sanusi. “Aguan sudah dicekal,” ungkap Ketua Komision­er KPK, Agus Rahardjo, Senin (4/4/2016).

Agus mengatakan, penyuapan itu menunjuk­kan upaya pengusaha mempengaruhi pemerin­tah daerah dan parlemen dalam membuat aturan tanpa mempertimbangkan kepentingan rakyat, terutama yang berkaitan dengan lingkungan.

Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Ronny F Sompie menyebut­kan, pencegahan terhadap bos Agung Sedayu tersebut berdasarkan kepentingan penyidikan KPK dalam kasus dugaan suap anggota DPRD DKI Jakarta. “Soal status apakah Aguan sudah ditetapkan tersangka, silahkan konfirmasi ke penyidik KPK. Data kami hingga sore, masih dicekal untuk kepentingan penyelidikan. Masih saksi,” kata dia.

BACA JUGA :  Peringati Hari Kartini, Pemkab Bogor Hadirkan Layanan KB Serentak di 40 Kecamatan se-Kabupaten Bogor

Sembilan Naga

Di kalangan pengsusaha Indonesia, nama Sugianto Kusuma alias Aguan Sugianto, bukan­lah pemain baru. Sugianto Kusuma adalah tai­pan ternama di Indonesia. Sugianto alias Aguan merupakan bos Agung Sedayu, induk usaha dari PT Agung Podomoro Land (APL).

Jika kita melakukan pencarian di google, dengan mengetik Sugianto Kusuma atau Aguan, beberapa kata diantaranya adalah Sembilan Naga. Soal Sembilan Naga, taipan lainnya Tomy Winata pada tahun 2011 lalu mengungkap fakta sebebarnya tentang kabar Geng Sembilan Naga yang dibuat oleh dua koran Australia The Age dan Sydney Morning Herald. “Nah dengan yang namanya sembilan naga dan segala macam, saya pun kalau memang nanti yang menulis atau menyatakan itu ada, saya tanya ke dia, dasar apa dia menyebutkan itu? Kalau under water saya mengerti karena kerjaan saya ham­pir setiap bulan di laut,” ungkap Tomy dalam jumpa pers di Hotel Borobudur, Jakarta. “Bukan­nya saya guyon tapi memang saya juga bingung. Tuduhan Sembilan Naga juga saya kira mereka terkesima dengan cerita-cerita soal yang orang bilang lucu-lucu,” tegasnya.

Selain itu, Tomy mengaku tidak pernah memenuhi undangan resmi. Apalagi kegiatan santai seperti ngerumpi di tempat-tempat yang tidak jelas. “Jadi saya benar-benar bingung dengan istilah sembilan naga itu. Saya kira itu mungkin hanya imajinasi mereka sendiri. Ber­pikir terlalu tinggi tentang diri saya. Udah gitu imajinasi tersebut dicantumkan sebagai keyaki­nan yang seolah-olah itu benar. Dan itulah mun­cul tuduhan-tuduhan yang cenderung merugi­kan image kami. Itulah kira-kira gambaran yang bisa saya sampaikan,” imbuh Tomy.

Sebagaimana diketahui Aguan dan Tommy Winata merupakan Wakil Komisaris di Artha Graha. Setelah KPK menetapkan Presiden Di­rektur PT Agung Podomoro Land Tbk, Ariesman Widjaja, menjadi tersangka pemberi suap kepa­da anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, saham perseroan anjlok 10 persen.

BACA JUGA :  Bandar Sabu di Bogor Berhasil Ditangkap, Polisi Temukan Barbuk 57,78 gram

Saham Agung Podomoro merosot 10 pers­en atau 30 poin ke level Rp270 dari posisi penu­tupan pada perdagangan akhir pekan kemarin di posisi Rp300 per saham. Pergerakan saham Agung Podomoro sejak awal perdagangan hing­ga pukul tersebut, bergerak pada kisaran level Rp270 hingga Rp280 per saham.

Sementara itu, terkait polemik reklamasi pantai, saham PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk juga ikut turun 2,07 persen atau 40 poin dari posi­si kemarin Rp1.930 menjadi Rp1.905 per saham, dan sekarang berada di level posisi Rp1.890 per saham. Saham PT Intiland Development Tbk juga turun 1,96 persen atau 10 poin dari posisi kema­rin di harga Rp510 menjadi Rp505 per saham.

Seperti diketahui, setidaknya tercatat 12 perusahaan yang siap menjadi pengembang ka­wasan elit yang digadang mirip Palm Islands di Dubai. Selain Muara Wisesa, anak usaha Agung Podomoro, pengembang lain adalah Salim Group Co, PT Agung Sedayu Group, PT Pemban­gunan Jaya Ancol, PT Intiland Development, PT Kapuk Naga Indah, PT Taman Harapan Indah, PT Jakarta Propertindo, PT Pelindo, PT Jaladri Eka Paksi, PT Manggala Krida Yudha, dan satu peru­sahaan dari Cina, Fuhai Group.

Tiap-tiap perusahaan mendapatkan jatah satu pulau, kecuali Agung Podomoro dan Pem­bangunan Jaya. Agung Podomoro memperoleh tiga pulau dengan total luas 500 hektare, sedan­gkan Pembangunan Jaya Ancol empat pulau sel­uas lebih dari 1.000 hektare.

Ariesman menjadi tersangka pemberi suap Sanusi terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda ten­tang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Ariesman melalui anak buahnya Trinanda Prihantoro memberikan uang Rp2 miliar ke­pada Sanusi. Uang tersebut diberikan dua kali masing-masing Rp1 miliar.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================