DALAM perkara perdata, termasuk masalah perceraian, seseorang diperbolehkan menguasakan kepada orang lain untuk mewakili dalam pemeriksaan perkara di sidang pengadilan. Karena itu seorang anak berhak pula menjadi kuasa hukum bagi ibunya untuk melakukan gugatan cerai suami yang juga ayah kandungnya sendiri.
BAMBANG SUDARSONO
Pemerhati Hukum dan HAM
Untuk dapat menÂÂgajukan gugatan paling tidak harÂÂus dipenuhi perÂÂsyaratan, diantaÂÂranya : harus membuat surat kuasa khusus, membuat dan mendaftarkan gugatan cerai. Bagi yang beragama muslim di Pengadilan Agama dan bagi non muslim di PengadiÂÂlan Negeri, serta membayar uang muka biaya perkara. Disamping itu juga harus menyertakan berkas-berkas untuk melengkapi gugatan, yaitu : Surat Nikah asli; foto kopi Surat Nikah 2 (dua) lemÂÂbar, masing-masing dibubuhi materai, kemudian dilegaliÂÂsir; foto kopi Akte Kelahiran anak-anak, dibubuhi matÂÂerai, juga dilegalisir; foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) terbaru Penggugat (istri); dan Fotokopi Kartu Keluarga (KK).
Bila bersamaan dengan gugatan perceraian diajukan pula gugatan terhadap harta bersama, maka perlu disiapÂÂkan bukti-bukti kepemilikanÂÂnya seperti sertifikat tanah (bila atas nama penggugat/ pemohon), BPKB (Buku PemiÂÂlikan Kendaraan Bermotor)/ STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) untuk kendaraan bermotor, kwitansi, surat jual-beli, serta surat berharga lainnya.
Perlu pula untuk dicerÂÂmati apakah alasan percerian yang dikemukakan sudah memenuhi ketentuan yang terdapat dalam Pasal 39 UU No.1 Tahun 1974 jo Pasal 19 PP No.9 tahun 1975. Semua alaÂÂsan yang dikemukakan terseÂÂbut nantinya akan diuji di muka sidang pengadilan. Bila dapat dibuktikan, gugatan akan dikabulkan. Bila tidak dapat dibuktikan, gugatan akan ditolak. (*)