BOGOR, TODAY — Skandal korupsi pengadaan lahan reloÂkasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor, mulai beku. SepeÂkan penahanan para tersangÂka, jaksa tak memiliki agenda penyelidikan lanjutan. Tak ada satupun pejabat yang diperikÂsa. Benarkah kasus ini sudah mandek sampai di sini?
Sejumlah pengamat hukum di Kota Bogor menyayangkan kinerja Kejari Bogor. Mereka menyangsikan adanya kabar kematian Hendricus AngkawiÂdjaja (Angkahong) yang disiarÂkan kejaksaan. Pakar dan penÂgamat hukum minta agar jaksa membuka kebenaran terkait kematian Angkahong, karena dinilai janggal.
“Saya sebagai pengamat hukum sangat menyayangÂkan. Kunci dari siapa-siapa yang terlibat dalam perkara ini adalah yang punya tanah. Jaksa harusnya bisa membuka ke publik. Siapa tahu kan, Angkahong dikaburkan dan dibuat seolah-olah mati. Bisa jadi dilarikan ke Tiongkok,†kata Dosen dan peneliti huÂkum Universitas Pakuan (Unpak) Bogor, BinÂtatar Sinaga, Rabu (13/4/2016).
Kabar kematian pemilik lahan Jambu Dua, Angkahong hingga kini masih rancu. Setelah ditetapkan tersangka oleh KejakÂsaan Negeri (Kejari) Bogor dalam kasus mark up pembelian lahan, Angkahong bak hilang dari pemberitaan. Semua media massa juga dibuat terkejut dengan kabar dadakan itu. Benarkah Angkahong mati? Atau hanya skeÂnario untuk mengaburkan penyidikan?
Jika menilik tradisi warga Tiongkok, berÂita lelayu selalu berbanjir ucapan duka. PenÂelusuran BOGOR TODAY, tak satupun ucapan duka mengalir. Padahal, Angkahong adalah taipan tanah yang cukup terkenal di jagad bisnis Kota Hujan.
Skandal pengadaan lahan bernilai Rp 43,1 miliar itu saat ini hanya menyeret 4 tersangka, yakni, Kadis UMKM Kota Bogor, Hidayat Yudha Priatna; Camat Bogor Barat, Irwan Gumelar; Rodinasrun Adnan (Tim ApÂpraisal) dan Angkahong.
Hasil penulusuran di kediaman AngÂkahong menyebutkan, pasca dikabarkan meninggal dunia, situasi rumah kediaman Angkahong, hampir tidak ada perubahan yang berarti, tidak ada keramaian umumnya orang meninggal. “Setau saya yang sudah datang ke kediaman Angkahong hanya ketua RW saja,†ungkap salah satu aparatur KecaÂmatan Ciawi, kemarin.
Sekretaris Desa Pandansari, Ciawi, KabuÂpaten Bogor, Endang Sumardi mengaku, suÂrat kematian dari rumah sakit diberikan meÂmang telah diberikan oleh pihak keluarga ke kantor Desa Pandansari. “Untuk data detailÂnya ada di kantor desa. Kita mengeluarkan surat kematian berdasarkan tanggal, sebab dan dimana kejadiannya,†ujarnya.
Endang membeberkan, terkait berita keÂmatian Angkahong, situasi disekitar rumah normal. Tidak ada keramaian atau sanak saudara yang hadir ke kediaman AngkaÂhong. “Setahu saya yang sempat berkunjung ke rumah Angkahog hanya RW saja. Kalau ngga percaya besok kita temui aja RW-nya,†bebernya.
Pengamat Hukum Pidana Khusus, John Peter Simajuntak mengatakan, apabila merujuk kepada Pasal 55 Kitab Undang-unÂdang Hukum Pidana (KUHP), patut diduga adanya keterlibatan sejumlah pejabat tinggi di Kota Bogor dalam kasus korupsi mark up pengadaan lahan relokasi PKL di Jambu Dua.
“Dalam Pasal 55 KUHP disebutkan, dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana yakni orang yang melakuÂkan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu. Dalam hal ini, meÂkanisme keluarnya anggaran tentu adanya persetujuan dari para pejabat tinggi di Kota Bogor. Apabila dalam hal ini para pejabat menyetujui anggaran yang diketahuinya tiÂdak wajar, maka pejabat ini memenuhi unÂsur turut melakukan perbuatan itu dengan cara menyetujui atau mengajukan anggaÂran,†terangnya kepada BOGOR TODAY, Rabu (13/4/2016).
Ia juga menambahkan, dalam hal ini seÂbaiknya ketiga tersangka yang telah ditahan oleh Kejari Kota Bogor di Lapas kelas IIA Paledang Kota Bogor membeberkan siapa saja oknum yang terlibat dalam kasus JamÂbu Dua ini. “Apabila dari ketiga tersangka ini ada yang berani membeberkan, hal ini merupakan langkah yang baik diambil oleh para tersangka, karena dengan beraninya membuka siapa dalang dari kasus ini akan membuat masa hukumannya dikurangi. Hal ini diatur dalam yurisprudensi,†kata pria yang kini menjadi dosen hukum di Unpak Bogor itu.
Terkait dengan permohonan pengalihan status penahanan dari tahanan rutan menÂjadi tahanan kota, John mengatakan bila mengacu kepada terminologi hukum yang berlaku yakni Pasal 31 ayat 1 KUHAP jaksa tidak diperbolehkan untuk mengabulkan permohonan pengalihan status penahanan tersangka dari tahanan rutan menjadi tahÂanan kota tanpa adanya permohonan dari ketiga orang yang disebutkan dalam pasal itu, yakni tersangka atau terdakwa, penyidik, penuntut umum atau hakim dan penasihat hukumnya.
“Sah-sah saja Walikota Bogor mengaÂjukan permohonan pengalihan status peÂnahanan, karena hal itu diatur dalam yurisÂprudensi. Namun, jaksa yang berintegritas tinggi akan menolak hal itu dengan dasar hukum Pasal 31 ayat 1 KUHAP tadi,†samÂbungnya.
(Abdul Kadir Basalamah|Yuska Apitya *)