bupati-subang-ojang-sohandi-resmi-jadi-tahanan-kpk-dDT-thumbJAKARTA, TODAY — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan lima orang tersangka dalam Operasi Tang­kap Tangan (OTT) pada Senin (11/4/2016). OTT tersebut terkait dengan suap kasus korupsi dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Kabupaten Subang ta­hun 2014. Kemarin, KPK mengumumkan kelima tersangka tersebut.

Para tersangka di antaranya, Jajang Abdul Kholik ( JAH) yang meru­pakan terdakwa kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan ang­garan BPJS Kabupaten Subang tahun 2014 dan mantan Kepala Bidang Pelayanan Dinas Kesehat­an, Lenih Marliani (LM) istri terdakwa JAH, dan Bupati Sub­ang Ojang Sohandi.

Sedangkan penerima suap adalah Jaksa Pidana Khusus Kejati Jabar Devianti Rochaeni (DVR), dan Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum Kejati Jabar yang menangani perkara JAH, Fahri Nurmallo (FN). “Setelah melakukan pemeriksaan intensif selama 1×24 jam, KPK resmi menetapkan JAH, LM dan OJS sebagai pemberi suap, serta DVR dan FN sebagai penerima suap,” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4/2016).

Agus menjelaskan kronologi peris­tiwa OTT KPK bermula dari informasi atas adanya rencana pertemuan an­tara Lenih dan Devianti pada Sabtu (9/4/2016), di sebuah tempat di Jawa Barat. Namun, pertemuan terse­but baru terealisasi pada hari Senin (11/4/2016), di ruang kerja Devianti di Kejati Jabar.

“Terjadi penyerahan dilantai 4 ru­angan DVR dari LN. Dan setelah pe­nyerahan, LN pergi meninggalkan ru­angan dan menuju mobilnya. Saat di mobilnya, tim mengamankan LN yang kemudian turut mengamankan DVR di ruangannya bersama uang Rp528 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu,” ujar Agus.

Suap Amankan Tuntutan

Agus mengatakan, Lenih sempat berkilah bahwa uang yang diamankan KPK merupakan hasil negosiasi dengan Fahri yang telah dimutasi ke Kejati Jawa Tengah. Namun, berdasarkan pemer­iksaan intensif, uang tersebut ternyata milik Ojang untuk meringankan huku­man Jajang dan sekaligus agar dirinya tidak diperiksa terkait korupsi tersebut yang diduga merugikan negara sebesar Rp41 miliar.

Setelah mengetahui bahwa uang tersebut milik Ojang, Agus berkata, pe­nyidik KPK langsung menangkap Ojang yang kala itu sedang melangsungkan rapat Muspida bersama dengan Koman­dan Kodim dan Kepala Polres Subang. Dalam penangkapan tersebut, KPK juga mengamankan uang ratusan juta rupi­ah yang ada di mobil Ojang.

BACA JUGA :  Bejat, Ayah Perkosa Anak Kandung di Serang hingga Hamil dan Melahirkan

“Setelah mengamankan keduan­ya (Lenih dan Devianti), tim kembali bergerak ke Subang pada pukul 13.40 WIB dan segera mengamakan OJS yang sedang rapat Muspida bersama Dan­dim dan Kapolres Subang dengan uang Rp385 juta yang berada di mobil OJS,” ujar Agus.

Atas perbuatannya, KPK menjerat para penyuap dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau Pasal 13 Undang-Undanh Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah den­gan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan untuk penerima suap, disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah den­gan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. “Untuk OJS selaku penyuap ditambahkan Pasal 12 B UU Tipikor,” ujar Agus.

Sementara itu, Bupati Subang Ojang Sohandi meminta maaf kepada ma­syarakat Subang atas tindakannya me­nyuap jaksa Kejati Jawa Barat dalam ka­sus korupsi dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tahun 2014 di Kabupaten Subang. “Saya mohon doanya kepada masyarakat Subang dan juga saya mo­hon maaf,” ujar Ojang di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4/2016).

Ojang berharap, Subang bisa men­jadi daerah yang lebih maju usai dirinya ditangkap KPK. Suap tersebut diketahui ditujukan agar dirinya tidak diperiksa dalam korupsi yang telah menjerat mantan Kepala Dinas Kesehatan Sub­ang Jajang Abdul Khoir. Selain itu, suap tersebut diketahui agar hakim dapat meringankan hukuman terhadap Ja­jang. “Tetap menjaga kebersamaan dan kekompakan dan mudah-muda­han Subang menjadi Kabupaten yang maju,” ujarnya.

Ojang enggan menyampaikan se­cara rinci alasan dirinya menyuap jaksa Kejati Jabar. Ia mengaku semua hal yang terkait dengan suap tersebut akan dis­ampaikan dalam berita acara pemerik­saan KPK.

Data yang dihimpun, Ojang bersa­ma dua tersangka lain, yaitu Lenih Mar­liani yang merupakan istri terdakwa Jajang dan Jaksa Pidana Khusus Kejati Jabar Devianti Rochaeni telah selesai diperiksa KPK.

BACA JUGA :  Ini Lokasi SIM Keliling Kota Bogor, Minggu 21 April 2024

Berbeda dengan Ojang yang sempat memberikan keterangan, Lenih dan Devianti memilih bungkam dan menu­tup wajahnya saat awak media menan­yakan beberapa hal terkait kasus suap tersebut.

Berdasarkan informasi, Ojang akan ditahan di Rumah Tahanan Polres Ja­karta Selatan, Lenih di Rutan Pondok Bambu, dan Devianti ditahan di Rutan C1 yang beradi di Gedung KPK.

Sementara itu, Jajang saat ini masih dalam pengawasan Kejati Jabar karena statusnya sebagai terdakwa suap BPJS Subang. Pun demikian, tersangka lain, yaitu Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum Kejati Jabar yang menangani perkara JAH yang telah dimutasi ke Kejati Jawa Tengah Fahri Nurmallo rencananya akan diantar ke KPK oleh Kejagung dalam waktu dekat.

Kejaksaan Agung menyebut jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang ditangkap KPK sedang menangani ka­sus korupsi terkait BPJS. “Saya belum dapat laporan resmi. Saya belum bisa jawab dengan baik,” kata Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyopramono.

Dalam kesempatan ini, Widyo lebih menekankan pada kesalahan prosedur yang diduga terjadi pada penggeleda­han, penyitaan, dan penyegelan salah satu ruangan dalam operasi tersebut. Menurut Widyo, KPK tidak mengantun­gi surat perintah dan berita acara ke­tika menggeledah serta menyita barang bukti di Kejati Jabar. “Saya akan minta pertanggungjawaban laporan itu. Su­rat untuk penggeledahan dan surat perintah untuk penyitaan ternyata ini tidak ada. Berita acaranya tidak ada ini bagaimana, itu harus ada pertanggung­jawaban apa yang dilakukan,” ujarnya.

Berdasarkan Undang-undang nomor 16 tahun 2004, kata Widyo, pada Pasal 8 ayat 5 jelas disebutkan jaksa yang dalam melaksanakan tugasnya diduga melaku­kan tindak pidana hanya berhak dipang­gil, ditangkap dan diperiksa atas seizin Jaksa Agung. “Yang jelas Undang-un­dang harus ditegakkan, dihormati dan dijaga tinggi marwahnya,” kata dia.

Widyo menyesalkan tindakan KPK tersebut. Seharusnya, lembaga penegak hukum sekelas KPK lebih mengutamak­an nilai-nilai efektif ketika melakukan penegakan hukum. “Itulah proporsion­al dan profesional, apalagi satu penegak hukum yang nyaring bunyinya, harus mengutamakan nilai-nilai efektif dalam penegakan hukum,” tandasnya.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================