DARI sederetan tokoh pembaharuan Islam, nama Muhammad Ali Fasha termasuk cukup populer. Nama tersebut sebagai tokoh pembaharuan walau tidak mengenyam pendidikan formal yang memadai, tidak bisa dilepaskan dari kehadiran ekspedisi Napoleon Bonaparte ke Mesir yang membawa pasukan yang disertai tenaga-tenaga ahli di bidang percetakan.

Oleh: Ahmad Agus Fitriawan
Guru MTs. Yamanka Kec. Rancabungur Kab. Bogor

Lewat dunia percetakan inilah Muhammad Ali Fasha menggagas berb­agai upaya penerjema­han ilmu pengetahuan dari Barat untuk diperkenalkan pada masyarakat muslim dan para ulamanya. Al-Tahthawi adalah salah satu tokoh utama sebagai kaki tangan Muhammad Ali Fasha dalam mentransforma­sikan keinginan dan ide-idenya. Walhasil dunia percetakan me­megang peran kunci bagi penye­baran gagasan, ide, dakwah, dan pemberdayaan umat.

Arus deras budaya Barat yang memasuki gerbang dunia Timur dan mempengaruhi pe­mikiran muslim tidak lain adalah kesuksesan mereka di bidang grafika. Pertanyaan yang mun­cul kemudian adalah apakah Is­lam memperkenalkan grafika?. Secara eksplisit sangatlah jelas, sejak wahyu pertama diturunk­an surat Al-‘Alaq: 1-5, terkan­dung pesan bahwa transmisi ilmu harus menggunakan alat tulis (Al-Qur’an) “Bacalah den­gan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemu­rah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan Kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.

BACA JUGA :  KUSTA, KENALI PENYAKITNYA RANGKUL PENDERITANYA

Surat Al-’Alaq (sebagai wahyu pertama) memberikan banyak pelajaran, yaitu: Pertama, secara paedagogis, membaca haruslah dilakukan berulang kali. Men­gapa? Karena membaca pertama, kedua dan ketiga akan menghasil­kan pengetahuan yang berbeda pula. Membaca juga mempunyai makna yang beragam, meng­himpun, meneliti, mengumpul­kan yang berserakan dan mem­baca juga berarti memahamkan. Kedua, Allah juga Maha Akrom (Pemurah), sifat pemurahnya tidak terbatas bagi orang-orang yang beriman. Karena itu siapa­pun yang membaca akan diberi ilmu oleh yang Maha Pemurah dan akan diunggulkan dari mer­eka yang enggan membaca. Ke­tiga, membaca harus dibarengi dengan kegiatan tulis-menulis. Itulah sebabnya seorang penyair mengatakan: “Ilmu pengetahuan itu ibarat binatang buruan, se­dang tulisan adalah ibarat tali. Karena itu ikatlah binatang-bina­tang buruanmu dengan tali yang kuat.”. Keempat, pada saat mem­baca hendaklah membaca den­gan nama Tuhanmu.

Transformasi ilmu lewat bu­daya lisan memiliki daya jangkau­an yang terbatas. Ini artinya du­nia Islam dan dakwah Islamiyah akan tetap tertinggal bila dunia grafika, pers dan media elektron­ik umat Islam tertinggal. Ingatlah sejarah Dinasti Abbasiyah yang telah mencapai “al-‘Ashr adz-Dza­habi” zaman keemasan terutama pada masa Harun Al-Rasyid dan Al-Ma’mun.

Peradaban Islam gemilang karena respon pemerintah meng­hargai ilmu dan orang-orang berilmu luar biasa, khalifah be­rani membayar terjemahan se­berat timbangan buku yang diter­jemahkan dengan imbalan emas. Kita baru menghargai artis, iman kita untuk mencintai ilmu masih merupakan iman dengan pem­belaan setengah hati. Karena itu menjadi guru/dosen apalagi guru ngaji, bukanlah pilihan generasi trendi. Kita memang dibangun oleh iklim dan budaya arus global yang sekuler. Karena itu jangan heran, kalau banyak guru/dosen dan lain-lain dibayar relatif ma­hal, sesungguhnya bukan mem­bayar ilmunya, tetapi lebih kare­na membayar popularitasnya.

BACA JUGA :  KURANG ELOK PRAMUKA BERUBAH DARI EKSKUL WAJIB JADI PILIHAN

Nah ini artinya bila ingin menghidupkan kembali sistem dakwah yang efektif dengan daya jangkauan yang jauh, jalan satu-satunya adalah kuasai dunia grafika, bekali generasi dengan keterampilan menulis, hargai karya tulis orang berilmu agar kita turut membumikan ayat: “Allah akan meninggikan orang-orang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS. Al-Mujadalah, 58:11).

Teks ayat di atas (sekali lagi) bulanlah realitas. Tapi untuk menjadi realitas harus diupay­akan, harus dibangun sistem, harus berubah paradigma ikhlas yang dianggap identik dengan grafis. Istilah “guru pahlawan tanpa tanda jasa”, harus diubah pahlawan yang harus dan wajib diberi jasa. Filsafat mencari ses­uap nasi harus diubah mencari segunung berlian.

Dengan demikian dakwah dengan tulisan jauh lebih mung­kin bila dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli yang profesional me­lalui karya-karya ilmiah mereka, baik untuk konsumsi internal maupun untuk konsumsi ekster­nal. Wallahu’alam (*)

============================================================
============================================================
============================================================