MANILA TODAY – Militer Filipina mengimbau agar tidak ada pemÂbayaran uang tebusan bagi warga negara asing yang disandera kelomÂpok Abu Sayyaf maupun militan lain di wilayahnya. Hal ini demi menghÂentikan ‘industri’ penculikan yang muncul di perairan negara tersebut.
“Angkatan Bersenjata terus mendorong semua orang untuk menjalankan kebijakan pemerinÂtah soal no ransom policy,†tegas juru bicara militer Filipina, Brigadir Jenderal Restituto Padilla kepada wartawan, seperti dilansir Reuters, Rabu (20/4/2016).
Pernyataan Padilla itu menangÂgapi laporan media yang mengutip pernyataan menteri Indonesia bahÂwa uang tebusan untuk 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disÂandera Abu Sayyaf akan dibayarkan dengan uang dari perusahaan.
Dalam pernyataannya, Padilla menegaskan otoritas Filipina tidak ingin pembayaran tebusan justru menambah subur praktik pencuÂlikan di wilayah perairannya. OtoÂritas Filipina berupaya keras untuk memutus aliran dana yang berpoÂtensi memperkuat kelompok pemÂberontak dan militan semacam itu. “Menghalangi berkembangnya ‘inÂdustri’ (penculikan) semacam ini,†sebut Padilla.
Dalam pernyataan sebelumnya, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan keputusan pembayaran uang tebusan ini diamÂbil oleh perusahaan. Saat ini, lanjut Luhut, proses pembayaran sedang berjalan. Kelompok Abu Sayyaf seÂbelumnya meminta tebusan 50 juta peso atau Rp 15 miliar.
Otoritas Filipina selama ini jaÂrang membahas dan mempublikaÂsikan pembayaran tebusan. DitÂambahkan Padilla, operasi militer untuk menyelamatkan para sanÂdera masih terus dilakukan. “KesÂelamatan para korban penculikan menjadi perhatian utama kami,†jamin Padilla.
Selain 10 WNI, masih ada 4 WNI lain serta 4 warga Malaysia yang diculik kelompok bersenjata di perairan yang sama dengan lokasi penculikan 10 WNI. Sementara itu, informasi lain menyebut masih ada lima warga negara asing lainnya, termasuk 2 warga Kanada yang juga disandera di pulau terpencil Jolo, yang dikenal sebagai markas kuat kelompok Abu Sayyaf.
(Yuska Apitya/net)