DAFTAR aparat penegak hukum yang tertangkap tangan KPK kian panjang. Setelah jaksa-jaksa nakal, kini giliran panitera pengadilan digelandang Komisi Pem-berantasan Korupsi. Parahnya, praktik suap ini juga melibatkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Agung Nurhadi.
YUSKA APITYA AJI
[email protected]
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan, Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution yang ditangÂkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) merupakan perantara suap dari pihak swasta. “Ini betul memang perantaranya yang baru ditangkap pasti ada pelaku berikutnya,” ujar Agus di Gedung
Agus belum mau menyampaikan siap pelaku penerima. Ia mengaku sampai kini penyidik KPK masih menÂdalami keterangan tersangka dan alat bukti yang ditemukan. Namun, Agus menyebut, Edy juga diduga menjadi perantara suap atas beberapa kasus yang ditangani oleh PN Jakarta Pusat. “Yang bersangkutan indikasinya bukan hanya untuk kasus ini. Jadi ada beberaÂpa kasus yang perantaranya dia (Edy),” ujarnya.
Agus juga menyampaikan, berÂdasarkan hasil penyidikan semenÂtara, KPK menduga Edy dijanjikan uang Rp500 juta dari pihak swasta. Ia menyebut, pemberian uang dibayar secara bertahap. “Jadi dia dijanjikan Rp500 juta. Jadi Desember lalu (2015) diberikan Rp100 juta, kemari (saat OTT) Rp50 juta. Yang lainnya janji itu belum dipenuhi,” ujar Agus.
Sementara itu, Agus menegaskan, KPK telah melakukan sosialisasi koÂrupsi ke berbagai lembaga, termasuk juga ke Mahkamah Agung. Hal tersebut merupakan bentuk kordinasi pencegaÂhan terjadinya korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. “Dengan MA memang belum ada unit reaksi cepat,” ujarnya.
Hingga sejauh ini, KPK telah menetapkan Edy dan karyawan swasÂta berinsiaal DAS sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap pengajuan PK di PN Jakarta Pusat. OTT terhadap Edy dan DAS dilakukan di sebuah hotel di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (20/4/2016), sekitar puÂkul 10.45 WIB.
Agus mengatakan, keduanya diÂtangkap di area basement hotel usai melakukan transaksi penyerahan uang dari DAS kepada Edy. Agus menuturÂkan, dalam OTT tersebut, KPK menyita uang sebanyak Rp50 juta dalam bentuk pecahan Rp100 ribu. “Uang dimasukÂkan ke dalam paper bag bermotif baÂtik,” ujar Agus.
Agus mengklaim, berdasarkan haÂsil penyidikan, penyerahan uang yang dilakukan DAS kepada Edy bukan yang pertama kali. Pasalnya, pada bulan DeÂsember 2015 lalu, ia berkata, juga telah terjadi penyerahan sejumlah uang yang dilakukan oleh DAS kepada Edy sebeÂsar Rp100 juta.
KPK juga diketahui telah mengÂgeledah empat lokasi berbeda, di antaÂranya kantor PT Paramount Enterprise International, kantor PN Jakarta Pusat, ruang kerja Sekretaris Jenderal MahÂkamah Agung Nurhadi, dan kediaman Nurhadi yang terletak di Hang Lekir, JaÂkarta Selatan. Dari seluruh lokasi yang digeledah, KPK menyita sejumlah doÂkumen dan uang yang belum dihitung jumlahnya.
Agus juga menyatakan ada kasus besar di balik operasi tangkap tangan terhadap Panitera Sekretaris PengaÂdilan Negeri Jakarta Pusat Edy NasuÂtion. “Ini sebetulnya sebagai pembuka karena di belakangnya ada kasus yang cukup besar yang perlu kami tangani segera,” ujar Agus.
Lebih lanjut, Agus mengatakan OTT terhadap terhadap Edy terkait dengan perkara kasus perdata antara dua peÂrusahaan yang masih berlangsung di PN Jakarta Pusat. Namun, Agus enggan menyampaikan secara terbuka atas dua perusahaan yang sedang bersidang tersebut. “Kami belum bisa membuka ini, supaya penyelidikan selanjutnya lebih lancar,” ujarnya.
KPK tengah mengurus pencegahan ke luar negeri terhadap salah satu saksi yang diduga mengetahui kasus suap tersebut. Ia enggan menyebut siapa sosÂok yang dicegah tersebut. “Jadi ada satu yang mulai dicegah yang lainnya masih proses. Mudah-mudahan sore ini, beÂlum ditandatangani juga,” ujar Agus.
Sekjen MA Terlibat?
Menindaklanjuti keterlibatan MahÂkamah Agung, KPK melakukan pengÂgeledahan terhadap ruang kerja SekreÂtaris Jenderal MA Nurhadi.
Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati membenarkan atas penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik KPK. “Ya (ada penggeleÂdahan). Sudah selesai,” ujar Yuyuk.
Namun Yuyuk enggan menyampaiÂkan soal dokumen atau barang bukti apa saja yang disita dalam penggeledaÂhan tersebut.
Sementara itu, Humas MA Suhadi juga membenarkan telah ada penggeleÂdahan terhadap ruang kerja atasannya. Ia mengatakan, penggeledahan dilakuÂkan pagi hari. “Iya ada penggeledahan pagi tadi pukul 06.00 WIB,” ujarnya.
KPK menyatakan ada indikasi ketÂerlibatan Sekretaris Jenderal MahkaÂmah Agung Nurhadi dalam kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) dalam kasus di Pengadilan Negeri JaÂkarta Pusat.
Agus Rahardjo mengatakan, indiÂkasi keterlibatan tersebut ditemukan usai penyidik melakukan pemeriksaan terhadap dua tersangka yang ditangÂkap dalam operasi tangkap tangan Edy Nasution dan DAS. “Indikasi kuat berÂdasarkan keterangan yang sudah dimÂintai kepada yang ditangkap kemarin (Edy dan Dodi),” ujar Agus.
Agus juga menerangkan penggeleÂdahan di kediaman dan ruang kerja Nurhadi juga tidak menyalahi aturan. Ia menyebut, penggeledahan bisa diÂlakukan sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka sebagaimana tertuÂang dalam Undang-Undang KPK.
Meski demikian, Agus mengaku beÂlum memastikan apakah Nurhadi terliÂbat dalam kasus tersebut. Pasalnya, ia berkata, penyidik KPK sampai saat ini terus mendalami keterangan tersangka dan barang bukti untuk pembuktian. “Status berikutnya belum tahu akan seperti apa. Itu tergantung fakta yang dikumpulkan dan tergantung alat bukti yang didapatkan,” ujar Agus.
Sementara, Nurhadi kini telah diceÂgah bepergian ke luar negeri mulai KaÂmis (21/4/2016). Lembaga antirasuah membutuhan keterangan Nurhadi unÂtuk kasus dugaan suap Jaksa PengadiÂlan Negeri Jakarta Pusat.
Dicegah Enam Bulan
Direktorat Jenderal Imigrasi KeÂmenterian Hukum dan HAM resmi melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap Sekretaris Jenderal MahkaÂmah Agung Nurhadi.
Kepala Humas Ditjen Imigrasi Kemenkumham Heru Santoso menÂgatakan pencegahan terhadap NurhaÂdi dilakukan atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi. “Telah diceÂgah berdasarkan permintaan pimpinan KPK atas nama NHD, pekerjaan pegaÂwai negeri sipil,” ujar Heru.
Heru menyampaikan, Nurhadi dicegah selama enam bulan terhitung sejak perintah tersebut dikeluarkan. “NHD dicegah selama enam bulan terÂhitung tanggal 21 April 2016,” ujarnya.
Nurhadi sempat menantang KPK untuk membuktikan apabila terdapat dugaan keterkaitan dalam kasus suap penundaan salinan putusan kasasi. “Silakan saja itu dibuktikan. Tidak ada sama sekali (keterkaitan). Saya juga tidak kenal kuasa hukumnya,” kata Nurhadi.
Nama Nurhadi juga mencuat seiring dengan pro kontra keberadaan hartanÂya yang mencapai Rp33 miliar. (*)