Untitled-14JAKARTA, TODAY — Gaya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok usai digarap Komisi Pember­antasan Korupsi (KPK), Selasa (10/5/2016), tampak berbeda dari biasanya. Ahok yang bi­asanya banyak omong dan ce­plas-ceplos bahkan keras, ke­marin tampak lebih kalem usai diperiksa lembaga antirasuah.

Selama tujuh setengah jam, Ahok menjalani pemeriksaan selaku saksi suap rancangan peraturan daerah reklamasi Teluk Jakarta. Ia tiba di kantor KPK pu­kul 09.40 WIB hingga pukul 17.48 WIB.

Ahok sempat menghentikan lang­kah kakinya sebelum menaiki mobil Toyota Land Cruiser warna hitam ber­nomor polisi B 1966 RFR yang sudah stand by di pelataran Gedung KPK. Ahok yang mengenakan batik cokelat lengan panjang, tak sekeras dan sega­rang seperti biasanya jika ngomong menjawab wartawan.

Orang nomor satu di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu mengklaim hanya diperiksa untuk melengkapi ber­kas tiga tersangka yang akan dinaikan ke penuntutan. Tiga tersangka yang dimaksud ialah Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi, Presiden Direk­tur PT Agung Podomoro Land Aries­man Widjaja, dan karyawan PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro.

“Pokoknya saya diminta melengka­pi berkas untuk Pak Ariesman, Sanusi, dan Trinanda. Tiga tersangka ini mau dinaikan (ke penuntutan) jadi saya mau melengkapi berkas itu,” ujar Ahok.

Izin awal untuk menggarap pantura Jakarta tersebut berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2012 ten­tang Penataan Ruang Kawasan Reklam­asi Pantai Utara Jakarta yang dike­luarkan pada 19 September 2012 saat Gubernur Jakarta masih dijabat oleh Fauzi Bowo (Foke). Pergub tersebut mengatur rinci mengenai 17 pulau A-Q. “Sejak zaman Foke, Foke,” jawab Ahok singkat saat ditanya mengenai izin.

Ahok juga mengaku hanya menge­luarkan tiga izin terkait reklamasi terse­but. “Saya hanya tiga, tiga,” ungkap Ahok.

BACA JUGA :  Lolos 8 Besar Piala Asia U-23, Erick Thohir Apresiasi Juang Pemain Timnas Indonesia

Padahal berdasarkan catatan, Ahok mengeluarkan empat izin pelaksana berdasarkan Surat Keputusan Guber­nur DKI Jakarta.

Pertama adalah Surat Keputusan Gubernur No 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklam­asi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra yang terbit pada 23 Desem­ber 2014; Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2268 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksa­naan Reklamasi Pulau F Kepada PT Jakarta Propertindo yang terbit pada 22 Oktober 2015; Surat Keputusan Gu­bernur Provinsi DKI Jakarta No. 2269 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau I kepada PT Jaladri Kartika Ekapaksi pada 22 Oktober 2015 dan Surat Keputusan Gu­bernur Provinsi DKI Jakarta No. 2485 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K kepa­da PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk, pada 17 November 2015.

Ahok juga tidak mempersoalkan adanya bangunan di atas reklamasi tersebut. “Itu tidak masalah karena sudah proses denda, ada hitungannya tapi saya tidak tahu,” tambah Ahok.

Fauzi Bowo semasa menjadi Guber­nur DKI Jakarta juga mengeluarkan izin prinsip dan izin pelaksana. Izin prinsip dikeluarkan Foke kepada PT Kapuk Naga Indah untuk pulau A, B; kepada PT Kawasan Ekonomi Khusus Marunda di pulau O; kepada PT Manggala Krida Yudha di pulau M; PT Pembangunan Jaya Ancol di pulau I, J dan L. Sedang­kan Foke mengeluarkan izin pelaksana untuk PT Kapuk Naga Indah di pulau 1, 2A dan 2B.

KPK dalam perkara ini juga sudah mencegah keluar negeri lima orang yai­tu sekretaris direktur PT Agung Podo­moro Land (APL) Berlian, karyawan PT APL Gerry Prasetya, Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwi­djaya, Direktur Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma dan petinggi Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan Sugianto.

BACA JUGA :  Pj. Bupati Bogor Ingatkan PPPK untuk Melayani Masyarakat Kabupaten Bogor Secara Optimal

Aguan adalah pimpinan PT Agung Sedayu yang merupakan induk dari PT Kapuk Naga Indah, salah satu dari dua pengembang yang sudah mendapat izin pelaksanaan Reklamasi Teluk Jakarta. Perusahaan lain adalah PT Muara Wis­esa Samudera yaitu anak perusahaan Agung Podomoro.

PT Kapuk Naga Indah mendapat jatah reklamasi lima pulau (pulau A, B. C, D, E) dengan luas 1.329 hektar se­mentara PT Muara Wisesa Samudera mendapat jatah rekalamasi pulau G dengan luas 161 hektare.

KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinan­da Prihantoro sebagai tersangka pem­beri suap sebesar Rp2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.

KPK menyangkakan Sanusi ber­dasarkan sangkaan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai pe­nyelenggara negara yang patut diduga menerima hadiah dengan ancaman hu­kuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan kepada Ariesman Wi­djaja dan Trinanda Prihantoro disang­kakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pember­antasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana paling sing­kat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan pal­ing banyak Rp250 juta.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================