_JAKARTA, TODAY – Hari Buruh In­ternasional atau May Day diperinga­ti pada 1 Mei kemarin, berlangsung tertib dan damai. Presiden Jokowi menyampaikan apresiasinya terha­dap peringatan May Day.

“Buruh Indonesia harus kom­petitif dan hidup sejahtera. Sela­mat hari buruh internasional,” tulis Jokowi dalam akun @Jokowi, Minggu (1/5/2016).

Peringatan Hari Bu­ruh tahun ini pun diisi oleh berbagai kegiatan, tak sekadar demon­strasi. Mulai dari jalan sehat hingga berdiskusi bersama. Di Yogyakarta, Sri Sultan Hameng­ku Buwono X bersama para buruh mengikuti jalan sehat. Saat melepas para buruh, Sultan juga mengingatkan akan era persaingan.

“Tahun ini kita sudah jadi bagian dari MEA. Tahun 2020 nanti total secara global akan terjadi dalam kehidupan kita. Di mana aspek daya saing baik kualitas produk mau­pun SDM menjadi tantangan bersama. Ti­dak ada pilihan, mau tidak mau kita harus hadapi kompetisi antar bangsa,” kata Sultan di Balai Kota Yogyakarta.

Kemudian di Bandung, Menaker Hanif Dhakiri bersama Walikota Ridwan Kamil meluncurkan bus gratis untuk para bu­ruh. Buh tersebut bercat kuning-biru yang dikhususkan bagi kaum pekerja. “Program inisiatif Pemkot Bandung ini sangat baik. Ya salah satunya program transportasi bagi bu­ruh,” ucap Hanif saat memberikan sambu­tan peringatan May Day di Padepokan Seni Mayang Sunda, Jalan Peta, Kota Bandung, Jawa Barat.

Pemkot Bandung berharap para buruh dapat menghemat ongkos transportasi den­gan adanya bus ini. “Saat ini kami cicil em­pat bus. Silakan teman-teman buruh bisa menggunakan untuk mengurangi penge­luaran transportasi. Tentunya, bus gratis ini dapat menghemat biaya bulanan transpor­tasi,” kata Emil, sapaan Ridwan.

Lalu di Purwakarta, Bupati Dedi Mulyadi mengajak para buruh berdiskusi bersama. Suasana santai dalam diskusi itu dilengkapi dengan sarapan bersama di rumah dinas Bu­pati Dedi. “Saya sendiri masih merasa sedih karena ada ketimpangan upah seperti buruh rumah tangga, atau buruh serabutan lain­nya. Seharunya mereka juga harus terperha­tikan oleh kita,” tutur Dedi.

Diskusi tersebut dihadiri oleh Ketua FSPMI Kabupaten Purwakarta Fuad BM dan Ketua SPSI Kabupaten Purwakarta Agus Gu­nawan. Mulai dari isu upah hingga Pengadi­lan Hubungan Industrial dibahas.

BACA JUGA :  Kecelakaan Beruntun 2 Truk CPO dan Mobil di Sijunjung Tewaskan 2 Sopir

Pergerakan massa buruh berpusat di Gelora Bung Karno, Jakarta. Di Jakarta, mas­sa buruh menuntut berbagai hal termasuk penolakan PP No 78 Tahun 2015.

Pemimpin Kolektif Konfederasi Per­satuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah mengatakan, 95 ribu orang yang tergabung dalam GBI menyampaikan tiga tuntutan utama. Pertama, menuntut agar pemerin­tah mencabut Peraturan Pemerintah No­mor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Peraturan itu menentukan kenaikan upah berdasar pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang rata-rata mencapai 10 persen setiap tahun. Aturan itu, menurut Ilhamsyah, tak sebanding dengan kebutuhan hidup yang terus meningkat setiap tahun. “Kenaikan upah buruh setiap tahun sudah dipatok 10 persen, sedangkan kenaikan harga kebutu­han bisa di atas itu,” kata dia.

Masalah lain dalam peraturan itu adalah hilangnya hak politik buruh dalam menentukan kenaikan upah. Sebelumnya, kenaikan upah ditentukan oleh Dewan Pen­gupahan yang mewakili unsur pemerintah, pengusaha, dan buruh. Mereka melakukan survei berbasis 60 item kebutuhan hidup layak. “PP 78 juga mengebiri hak politik kaum buruh ikut menentukan kenaikan upah,” kata Ilhamsyah.

Tuntutan berikutnya, meminta pemer­intah menghentikan kriminalisasi terhadap aktivis buruh dan gerakan rakyat lainnya. Menurut Ilhamsyah, tindakan represif makin marak dilakukan aparat negara terhadap ak­tivis yang memprotes kebijakan pemerintah.

Beberapa di antaranya penangkapan 26 aktivis buruh yang melakukan aksi di depan Istana Negara Jakarta pada 30 Okto­ber 2015. Di Jawa Timur, dua orang buruh dipenjara lantaran dituduh mencemarkan nama baik saat melakukan aksi. “Kami menuntut kepada pemerintah jangan lagi melakukan tindakan represif dan hentikan tindakan kriminalisasi yang dilakukan oleh negara terhadap rakyat yang berjuang,” ujar Ilhamsyah.

Tuntutan ketiga masih sama dengan tahun sebelumnya, yakni agar sistem kerja kontrak dan outsourcing dihapuskan.

Sementara, Ketua Umum Nonaktif Fed­erasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) Rieke Diah Pitaloka, mengatakan, gerakan ini sengaja disampaikan agar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terutama di pelabu­han dapat dikelola sesuai konstitusi negara.

“Kami berharap BUMN pelabuhan tidak lagi dijual ke asing melainkan dikelola man­diri demi kemakmuran buruh pelabuhan dan rakyat,” kata Rieke dalam keterangan tertulisnya, Minggu (1/5/2016).

BACA JUGA :  Ternyata Durian Tak Hanya Enak tapi Banyak Manfaat bagi Kesehatan, Simak Ini

Politikus Partai Demokrasi Indeonesia Perjuangan (PDIP) ini juga meminta pemer­intah untuk mewujudkan trilayak pekerja BUMN Pelabuhan. Selain itu, dia menuntut penghapusan praktik outsourcing di BUMN Pelabuhan.

FPPI juga menuntut pengembalian hak-hak karyawan yang di-PHK sepihak oleh manajemen Pelindo II dan Pelindo III. Lebih jauh FPPI mengecam status KSO TPK Koja yang dipertahankan selama 16 tahun lebih. “Padahal manajemen mampu merubah status perusahaan menjadi PT. Akibatnya merugikan keamanan kerja para karyawan TPK Koja,” kata Rieke.

Buruh dipersilakan melakukan aksi long­march dari Bundaran HI ke Istana Negara lan­taran kegiatan car free day telah selesai pada pukul 12.00 WIB.

Aparat kepolisian tampak berjaga di se­berang Istana Negara. Mereka memblokade massa buruh dengan pagar besi dan kawat berduri. Massa aksi tidak diperbolehkan mendekat di depan Istana Negara. Mereka hanya diberi ruang di depan Monas, tepat­nya Taman Demokrasi.

Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf meng­hampiri ratusan buruh, Serikat Pekerja Nasi­onal, yang menggelar aksi di depan Gedung DPR RI. Dede ditemani dua anggota Komisi IX DPR, Zulfikar Ahmad dan Irma Suryani Cha­niago.

Dede mengatakan, dia mendengar tun­tutan penting buruh, salah satunya adalah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) No­mor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan menggantinya dengan PP yang sesuai dengan undang-undang.

“Memberikan kesempatan perundin­gan bagi buruh dan industri, memberikan kewenangan kepada daerah menetapkan upah sendiri dan mengikuti inflasi pertum­buhan di daerah masing-masing,” kata Dede di depan Gedung DPR, Minggu (1/5/2016).

Hal itu menjadi keputusan Panja Pen­gupahan di Komisi IX DPR. Komisi ke­tenagakerjaan ini juga membentuk Panja BPJS Kesehatan. Dede menuturkan, Panja itu memutuskan, tidak ada lagi pembagian kelas-kelas di seluruh rumah sakit.

Legislator Partai Demokrat ini menceri­takan kunjungannya ke salah satu rumah sakit di Majalaya, Bandung, Jawa Barat. Dia melihat banyak peserta BPJS mengantri padahal terdaftar sebagai anggota Kelas I. “Panja memutuskan, satu kelas bagi selu­ruh rakyat dan harus diterima dimanapun,” tandasnya.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================