WELLINGTON TODAY – Doku­men skandal penggelapan pajak, Panama Papers, hingga kini masih didalami. Data terakhir menye­butkan, Selandia Baru merupakan pusat dari jaringan perusahaan yang digunakan oleh kaum har­tawan untuk mengalirkan dana, merujuk pada dokumen Panama Papers yang dibocorkan oleh fir­ma hukum Mossack Fonseca.

Penyelidikan gabungan an­tara Radio New Zealand, TVNZ, dan jurnalis investigasi, Nicky Hager, ini menunjukkan bahwa Mossack Fonseca secara aktif mempromosikan Selandia Baru sebagai tempat yang baik untuk berbisnis karena status bebas pajak, kerahasiaan tinggi, dan keamanan hukum di negara itu. Perdana Menteri John Key pun didesak untuk segera bertindak setelah media lokal menganalisis 61 ribu dokumen yang berkaitan dengan Selandia Baru dari bocor­an data Mossack Fonseca.

Pemimpin partai oposisi di Se­landia Baru, Andrew Little, men­gatakan bahwa pemerintah harus bertindak untuk “mempertahank­an reputasi Selandia Baru dengan menghapus semua sistem yang dapat membuat negara kami ter­libat dalam jaringan global peng­hindar pajak.”

Seperti dilansir Reuters, Senin (9/5/2016), kerangka hukum Se­landia Baru memungkinkan nega­ra itu menjadi bagian dari struktur internasional untuk menghindari pajak karena dana asing tidak dikenai pajak di sana.

Selandia Baru memang sudah mulai meninjau kembali aturan dagang asing mereka sejak bulan lalu, setelah Panama Papers menggarisbawahi sejumlah rent­annya kerangka hukum negara itu terkait struktur penggelapan pajak internasional. Pasalnya, lembaga pendanaan asing di neg­ara ini tidak dikenai pajak.

Namun, menurut salah satu pemimpin Partai Hijau, James Shaw, peninjauan itu tak berja­lan jauh. Ia mendesak Key untuk “berhenti membela industri peng­hindar pajak.”

Kendati demikian, laporan itu menyebutkan bahwa kontak uta­ma Mossack Fonseca adalah den­gan Robert Thompson, pendiri dan direktur perusahaan akuntan Bentleys di Selandia Baru. Nama Thompson tertera dalam 45 ribu dokumen Panama Papers.

Menanggapi laporan ini, Thompson mengatakan bahwa sepengalamannya, penggunaan kredit untuk menghindari pajak tidak umum dilakukan dan peru­sahaannya tak membantu orang menyembunyikan asetnya secara ilegal. “Saya pikir, asumsi bahwa semua kredit asing Selandia Baru digunakan untuk maksud tidak berdasar dan hanya berdasarkan pada ketidaktahuan,” katanya.

Sementara itu, pemerintah di berbagai negara juga memulai pe­nyelidikan atas kemungkinan pe­nyalahgunaan finansial bagi kaum hartawan setelah 11,5 juta dokumen dari Mossack Fonseca itu bocor.

Bocoran itu mengungkap pen­gaturan finansial dari beberapa to­koh besar, seperti teman dari Pres­iden Rusia, Vladimir Putin; kerabat Perdana Menteri Inggris, David Cameron; dan Presiden China, Xi Jinping; putra dari Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak; serta Pres­iden Ukraina, Petro Poroshenko.

(Yuska Apitya/net)

============================================================
============================================================
============================================================