FAKTA persidangan perdana kasus korupsi tanah Angkahong di Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor, menyeret Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto masuk dalam pusaran perkara. Bima Arya yang disebut hingga 17 kali dalam surat dakwaan, mulai ancang-ancang.
PATRICK| ABDUL KADIR |YUSKA
[email protected]
Ditemui di Balaikota Bogor, Bima Arya tetap mengaku tak terlibat dalam negosiasi harga tanah Jambu Dua untuk reloÂkasi PKL tersebut. Politikus PAN itu menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mengintervensi dalam proses pemÂbebasaan lahan tersebut. “Tidak pernah sedikit pun saya mengintervensi, turut berÂnegosiasi dalam proses pembebasan lahan tersebut,†tegasnya kepada BOGOR TODAY, Selasa (31/5/2016
Seperti diketahui, ada tiga nama yang disebut-sebut dalam dakwaan pengaturan anggaran pembelian lahan Jambu Dua, yakni Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto, Wakil Walikota Usmar Hariman, dan SekerÂtaris Daerah Ade Sarip Hidayat.
Bima mengklaim, seluruh proses tahaÂpan pembebasan lahan telah sesuai denÂgan standar prosedur yang diberlakukan pemerintah. Dalam hal ini, penentuan harÂga lahan telah melalui kajian mendalam tim apprasial. “Pemerintah Kota Bogor telah sesuai dengan ketentuan aturan yang berÂlaku,†tegasnya.
Bima pun menambahkan, bila pihaknya akan segera membentuk kuasa hukum unÂtuk menyelesaikan perkara tersebut. NaÂmun demikian, dirinya enggan menyebut siapa nama pengacara yang akan menanÂgani persoalan itu. “Segera saya akan membentuk tim hukum untuk meluruskan perkara ini,†ungkapnya.
Terkait perkara hukum yang sedang berÂlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bandung, Bima Arya berharap agar proses huÂkum dapat berjalan sesuai koridornya. DimaÂna, azas keadilan dan kebenaran menjadi tuÂjuan utama dalam proses penegakan hukum.
“Saya sangat menghargai proses hukum yang berlangsung. Dan saya haÂrapkan penegakan hukum tidak dinodÂai dengan kepentingan politis. Hukum tidak boleh pandang bulu,†sebutnya.
Dalam proses persidangan yang berlangsung di PN Bandung, JPU Kejari Bogor merinci adanya kerugian negara sebesar Rp28,4 milliar dalam pembeÂlian lahan sebanyak 26 bidang dengan luas 7.302 meter persegi milik pihak keÂtiga Hendricus Ang (Angkahong).
Rincian kerugian itu bersumber dari ketidaksesuaiannya harga pemÂbelian. Seperti, ditemukan adanya 17 bidang tanah yang dibeli dengan harga yang lebih tinggi daripada harga pasar. Akibat ketidak sesuaian harga ini, negaÂra merugi sebesar Rp17,930 milliar.
Selain itu, ditemukan pula ketidakÂserasian harga lima bidang tanah yang beralas hak akta jual beli (AJB) dengan yang tertera pada surat pernyataan pelepasan hak (SPH). Kelima bidang tanah itu yakni, AJB No 497/2014 tangÂgal 23 Desenber 2014, AJB No 507/2014, dan AJB No 509/2014 tanggal 30 DeÂsember. Akibat ketidakselarasan itu, negara merugi sebesar Rp.4,132 milliar.
Adapun dakwaan yang paling krusiÂal, yakni terdapat 6 bidang tanah yang berstatus sebagai tanah negara yang turut diperjualbelikan dengan harga jual sebesar Rp6,337 milliar. “Ikuti saja prosesnya. Kami kooperatif. Semua berjalan sesuai prosedur. Tidak ada permainan di sini,†kata Sekda Kota BoÂgor, Ade Sarip Hidayat, saat dihubungi, Selasa (31/5/2016).
Kasus ini juga dikawal serius oleh organisasi masyarakat di Kota BoÂgor, yakni Kesatuan Aksi Masyarakat dan Pemuda Anti Korupsi (KAMPAK) dan Persatuan Mahasiswa Kota BoÂgor (PMKB) Kota Bogor. Ketua Dewan Pimpinan Nasional KAMPAK Kota BoÂgor, Roy Sianipar mengatakan, cukup mengapresiasi langkah jaksa dalam meÂnyusun surat dakwaan karena sudah diurai dengan baik dan dikontruksikan cukup jelas tinggal bagaimana nantinya Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor memperkuat pembuktiannya.
“Ini benar-benar diluar dugaan saya, Kejari sejauh ini bekerja cukup baik dan membuka semuanya selebar-lebarnya didalam surat dakwaan, kita juga turut merekam hasil persidangan kemarin,†ungkapnya kepada BOGOR TODAY, Selasa (31/5/2016).
Ia juga menambahkan, seharusnya jaksa maupun terdakwa berani untuk membuka jauh lebih terang tentang dugaan keterlibatan para pihak yang telah disebutkan dalam surat dakwaan, sehingga akan semakin jelas terlihat siapa saja nantinya yang ikut bermain dalam kasus mark up lahan Jambu Dua. “Kita meminta Kejari Kota Bogor untuk berani menjemput bola, dalam artian memanggil ketiga pejabat yang diseÂbut-sebut dalam surat dakwaan untuk dikonfirmasi ulang dan dimintai kesakÂsian,†paparnya.
Ia menerangkan, pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 TaÂhun 1999 tentang Tindak Pidana KoÂrupsi memuat tiga unsur yang memÂbuat para pejabat bisa terseret, yakni unsur melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korÂporasi dan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
“Dalam hal ini para pejabat akan terbukti melakukan tindak pidana koÂrupsi karena sudah memenuhi unsur memperkaya orang lain, walaupun uang negara tersebut belum masuk keÂdalam rekening mereka, tetapi asa praÂduga tak bersalah tetap harus ada dan biarkan proses persidangan ini berjaÂlan,†terangnya.
Sementara itu, Dewan PertimbanÂgan PMKB Kota Bogor, Wahyu Mulyana mengatakan sebagai warga Kota Bogor dirinya tidak rela apabila APBD disÂalahgunakan. Dia meminta masyarakat Kota Bogor untuk bersatu dan mengaÂwal kasus ini hingga tuntas.
“Kejari harus bisa melepaskan inÂtervensi dari pihak luar, jangan sampai ada bermain mata dengan para pejaÂbat yang tersandung kasus ini, apabila Kejari sampai bermain mata kita akan mendatangi kantor Kejari dengan puluÂhan masa untuk meminta Kejari dapat bersikap profesional,†pungkasnya.
Sekedar mengingatkan, Kasus koÂrupsi lahan Pasar Jambu Dua ini menÂcuat setelah adanya kejanggalan dalam pembelian lahan 7.302 meter persegi milik Angkahong oleh Pemkot Bogor akhir 2014.
Sejauh ini tiga orang sudah ditetapÂkan sebagai terdakwa dan akan menÂjalani proses persidangan pada hari ini, yakni Hidayat Yudha Priyatna; Mantan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) Kota BoÂgor, Irwan Gumelar; Mantan Camat TaÂnah Sareal Kota Bogor dan Roni Nasru Adnan; Tim Penilai Tanah, sementara itu Hendricus Angkawidjaja alias AngkaÂhong yang sudah ditetapkan sebagai terÂsangka dinyatakan meninggal dunia oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor.
Kasus ini juga dipantau serius oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung juga ikut mendalÂami perkara ini. Dalam sidang perdana Senin (30/5/2016), tim penyidik KPK juga berjaga di halaman Kantor PengaÂdilan Negeri Tipikor Jawa Barat.
“Kami memang terjunkan tim untuk memantau jalannya sidang. Jadi peran KPK tidak hanya pra-peradilan saja. NaÂmun saat peradilan berjalan, kami juga lakukan supervisi pengawasan,†kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, ketika diÂhubungi BOGOR TODAY, kemarin.(*)
Bagi Halaman