JAKARTA, TODAY – Dalam waktu tiga hari terakhir, rupiah menguat cukup drastis terÂhadap dolar Amerika Serikat (USD). USD dari yang sebelumnya bergerak pada level Rp 13.600, terus menurun hingga menÂcapai level terendahnya di Rp 13.210.
Menteri Keuangan Bambang BrodÂjonegoro menilai, kondisi nilai tukar maÂsih sangat fluktuatif. Apalagi dalam posisi menjelang pengumuman suku bunga acuÂan AS oleh Federal Reserve (The Fed).
“Itu akan fluktuatif tergantung bagaimana pengumuman dari The Fed,†ujarnya di Istana Negara, Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Dalam Rancangan Anggaran PendapaÂtan dan Belanja Negara (RAPBN) PerubaÂhan 2016, pemerintah mematok USD pada level Rp 13.500. Lebih rendah dari yang sebelumnya Rp 13.900.
Ada dua faktor yang akan mempengaÂruhi pergerakan rupiah. Pertama adalah faktor global, seperti keputusan dari The Fed dan kedua faktor dalam negeri seperti repatriasi akibat kebijakan pengampunan pajak
“Ya pokoknya rupiah akan menguat dan global membuat rupiah lemah,†paÂparnya.
Rupiah yang berbalik melemah pada perdagangan hari ini dipengaruhi oleh senÂtimen global, diantaranya dari Bank Dunia yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi serta rilis data neraca perdaganÂgan China.
Dalam Laporan Prospek Ekonomi Global yang dirilis Selasa, lembaga yang berbasis di Washington itu memperkirakan ekonomi dunia akan tumÂbuh 2,4 persen pada 2016 atau 0,5 persen lebih rendah dari perkiraan bank pada Januari.
Sementara itu, lembaga Bea Cukai ChiÂna mencatat, pengiriman barang ke luar negeri dalam mata uang dolar AS turun 4,1 persen pada periode Mei secara year-on-year. Dengan kinerja impor yang juga tuÂrun 0,4 persen, maka neraca perdagangan masih surplus USD 50 miliar.
Mata uang di Asean hari ini bergerak bervariasi. Dolar singapura melemah 0,09 persen, ringgit Malaysia melemah 0,16 persen, baht Thailand menguat 0,05 persen, dan peso Filipina naik 0,21 persen. (Winda/net)
Bagi Halaman