Untitled-1Langkah Menteri Pendi­dikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Bas­wedan, untuk menangkal praktik pungutan liar (pungli) di sekolah, kian gencar dilakukan. Mewan­ti-wanti sekolah tak melaku­kan pungutan di luar ketentu­an, para orangtua murid bisa melaporkan ke laporpungli. kemdikbud.go.id.

“PEMERINTAH tidak menutup mata masih adanya praktik pun­gutan-pungutan di sekolah yang memberatkan, terutama saat penerimaan peserta didik baru

seperti sekarang ini. Kemendikbud menyediakan saluran pelaporan bagi siapa saja yang merasa dirugikan dengan praktik pungutan itu,” kata Mendikbud Anies Baswedan, Selasa (28/6/2016).

Siapa saja bisa melapor ke laporpungli.kemdikbud.go.id baik sebagai pelaku pendidikan, seperti orangtua, pemerintah daerah, maupun siswa yang merasa dirugi­kan karena pengenaan pungutan, terutama saat Peneri­maan Peserta Didik Baru (PPDB). “Jangan ada lagi pihak yang memandang siswa sebagai pundi-pundi uang un­tuk dikeruk! Mereka adalah anak kita, adik kita. Mereka adalah wajah masa depan kita. Kita harus bantu, kita harus fasilitasi jangan malah dijadikan sebagai penghasi­lan,” kata dia.

BACA JUGA :  Kementrian PUPR Buka Formasi Seleksi CPNS 2024 Setelah Lebaran! Ini Dia Syarat dan Tanggal Pendaftarannya

Menurut Anies, pelaporan dan pengaduan akan dis­elesaikan dengan kerja sama antar Pemerintah Daerah dan Direktorat Jenderal terkait di Kemendikbud. “Se­menjak dirilis, sudah ada dua pelaporan yang masuk dan kami tangani,” kata dia.

Anies mengimbau kepada pemerintah daerah untuk proaktif mengingatkan kepada tiap sekolah (satuan pen­didikan) agar tidak melegalkan pengenaan pungutan liar. “Biaya pendidikan itu harus memegang prinsip keadilan, jangan memaksa orangtua apalagi siswa dengan embel-embel persyaratan masuk sekolah,” terangnya.

BACA JUGA :  Jaga Kadar Gula Darah dengan 5 Kebiasaan Pagi yang Penting Ini

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Per­mendikbud) Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan dan Satuan Pendidi­kan Dasar melarang pungutan di sekolah.

Pertama, tidak boleh dilakukan kepada peserta di­dik atau orangtua atau walinya yang tidak mampu se­cara ekonomis. Kedua, tidak boleh dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Ketiga, tidak boleh digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satu­an pendidikan baik langsung maupun tidak langsung.

(Yuska Apitya Aji/ed:Mina)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================