Oleh : Yuska Apitya
[email protected]
NOTA Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016 memberi sinyal pemerintah akan menaikkan kembali tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun ini.
Kementerian Keuangan menÂcantumkan target peneriÂmaan cukai Rp148,09 trilÂiun dalam RAPBNP 2016, lebih besar dari target APBN sebesar Rp146,43 triliun yang ditopang oleh pendapatan CHT. “Kenaikan target pendapatan cukai diharapkan dapat tercapai melalui kebijakan pemberÂantasan cukai ilegal dan kebijakan kenaikan tarif barang kena cukai, baik hasil tembakau maupun etil alkohol,†kata Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, Kamis (2/6/2016).
Secara rinci, bendahara negara berharap dapat meraup Rp141,7 trilÂiun dari penjualan pita CHT sampai akhir tahun. Angka itu lebih tinggi Rp1,89 triliun dibandingkan target yang tercantum dalam APBN sebesar Rp139,81 triliun.
Naiknya target pendapatan CHT sekaligus mengompensasi penuÂrunan target cukai minuman berÂalkohol menjadi Rp5,23 triliun, setaÂra 18,9 persen dari target APBN 2016 yang mencapai Rp6,45 triliun.
“Penurunan target cukai minuÂman beralkohol sebagai dampak dari efektifnya pengendalian distribusi dan penjualan minuman beralkoÂhol,†kata Bambang.
Rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menaikkan kembali tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun deÂpan sebenarnya sudah bisa diterima industri rokok dengan satu syarat. Penaikan tarif CHT maksimal hanya 6 persen sehingga pertumbuhan inÂdustri dan kelangsungan hidup para pekerja tetap terjaga.
Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) IsÂmanu Soemiran menilai, pemerintah memang tidak pernah berhenti meÂnaikkan CHT setiap kali tahun anggaÂran berganti. Ketika tarif cukai baru berlaku mulai 1 Januari 2017, maka proses penyediaan pita cukai berÂlangsung selama tiga hingga enam bulan sebelumnya.
“Sebelum tiga enam bulan kami sudah ada perundingan-perundÂingan. Namun sekarang situasinya pelik, karena tahun lalu CHT sudah naik 12-16 persen,†ujar Ismanu, keÂmarin.
Kenaikan cukai rokok tahun lalu membuat berkurangnya pangsa pasÂar industri rokok nasional. Terlebih lagi, beban industri semakin berat karena terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mewajibkan pembayar cukai di muka, yaitu pemÂbayaran cukai Januari dan Februari tahun ini harus dilakukan pada DeÂsember 2015. “Saya berharap pemerÂintah memaklumi kondisi industri saat ini. Dengan kenaikan cukai roÂkok tahun ini sebesar 11 persen lebih, kondisi ini berat bagi industri,†ujar Ismanu.
Ia mewanti-wanti, jika pemerÂintah tetap ngotot mengerek tarif CHT di atas inflasi dan pertumbuÂhan ekonomi, maka dikhawatirkan akan menjadi bumerang sendiri bagi pemerintah yakni merosotnya kinÂerja perusahaan-perusahaan rokok yang berefek pada melesetnya target pemerintah sendiri. “Pemerintah jangan coba-coba berpikir dengan harga rokok tinggi, produksi industri akan turun. Itu keliru,†tegasnya.
Pasalnya, industri rokok kretek di Indonesia sangat berbeda. Di sini sangat mudah membuat rokok. MisÂalkan satu keluarga bisa membuat roÂkok seratusan batang sehari, ini juga akan menjadi masalah karena dari sisi cukai tidak terkontrol. “Kretek itu khas karena bahan baku mudah didapat, juga banyak tenaga kerja beÂlum bekerja secara formal,†ujarnya.