Bahagia-FotoGAGALNYA transfer moral pada anak-anak karena gagalnya kebersamaan keluarga diterapkan pada internal keluarga. Nilai kebersamaan ini nampak pudar saat orang tua tidak mau banyak meluangkan waktu dirumah. Orang tua terlalu kaku dan tidak fleksible mendidik anak. Padahal mendidik anak tanggungjawab keduanya. Ayah bertanggungjawab dan ibunya juga bertanggung jawab.

Oleh: BAHAGIA, SP., MSC. SEDANG DOKTOR (S3 IPB)
Ketua Literasi Ikatan Guru Indonesia Kota Bogor (IGI Kota Bogor) dan Dosen
Tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor

Mengapa kebersamaan kini runtuh. Orang tua pada umumnya terlalu meren­dahkan nilai kasih sayang. Ang­gapan kasih sayang bisa tergan­tikan dengan uang harusnya dibuang jauh pandangan itu.

Pemikiran inilah yang ke­mudian menggampangkan orang tua untuk menitipkan anak-anaknya kepada siapa saja. Orang tua yang seperti ini tidak mau repot untuk mengurus anak dirumah. Cenderung hanya in­gin hal yang menyenangkan. Mendidik anak dan bersama dengannya kenikmatan ditengah rasa lelah. Rasa lelah itu akan terbayar saat anak tadi terjauh dari perilaku brutal dan terlibat hal-hal yang salah secara agama. Tentu orang tua yang begitu ti­dak merasa puas dengan adanya anak-anaknya dirumah. Orang tua seperti itu juga orang tua yang lemah perjuangan. Meski­pun bisa saja anak tadi akan tum­buh bermoral namun pastinya orang tua telah melarikan diri dari tanggungjawabnya.

Orang tua sebagai pendi­dik maka keduanya harus me­nyadarkan diri masing-masing kalau dirinya itu ditunggu oleh anak-anaknya dirumah. Di­tunggu untuk bermain bersama-sama. Ditunggu untuk mengaja­rinya hal-hal terkecil meskipun itu hitungan matematika seder­hana. Orang tua ditunggu untuk mendidiknya mengaji dan mem­baca kitab suci. Jangan berikan kepada orang lain dengan cara membayar. Itu namanya orang tua yang tidak mau repot. Ajari sendiri anak-anaknya. Ajari dengan cara orang tua sehingga murnilah orang tua yang men­didik. Apa orang tua mau anak-anaknya bergaya orang lain se­mentara masih anaknya?

Akar masalah anak minus ideologi dan tidak terbentuk karakter yang baik. Atau kara­kter yang tercampur dengan karakter orang lain karena orang tua tidak memurnikan pendi­dikan akhlak dirumah. Cender­ung melepaskan tanggungjawab itu. Dalam arti luas, pendidik disini juga termasuk memberi­kan bagaimana berjuang untuk hidup. Ayahlah disini berperan penting. Saat ayahnya jarang ada dirumah maka anak tadi tidak melihat strategi hidup yang ha­rus diterapkan. Ia akan menjadi pecundang dan sulit untuk ber­juang. Kalaupun bisa banyak ga­gal karena tidak meniru ayahn­ya. Apalagi kalau keberdaaan ayah tidak ada. Terpisah karena bercerai, berjauhan dana lain se­bagainya.

Anak akan cenderung ti­dak berwarna ayah dan ibunya dalam hal karakter. Bisa saja karakternya akan didapatkan dari ibunya. Padahal kita ha­rus akui mengapa laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda. Jawabannya agar saling meleng­kapi. Tentu anak tadi tidak leng­kap pendidikannya. Sama halnya juga jika ibunya yang pergi dan tinggal bersama dengan ayahn­ya. Moral anakpun akan berma­salah saat orang tua menggam­pangkan untuk menitipkannya kepada neneknya atau dititip­kan ke penitipan anak. Dirinya sendiri mengejar materi, sekolah tinggi-tinggi dan tidak memper­dulikan kebersamaan. Saat itu pecahlah kebersamaan.

Untuk mempersatukan kelu­arga maka mulailah dari ibadah. Puasa pada bulan suci Ramad­han sebagai pemersatu keluarga. Keluarga yang tadinya jarang berkumpul dan bertemu dimeja makan. Justru saat bulan puasa tiba mereka akan bersama dimeja makan. Makan bersama dan mi­num bersama dalam rangka saur dan berbuka puasa. Efek sosial seperti ini sangat jarang jika bu­kan saat bulan puasa Tiba. Kelu­arga akan bersama-sama. Kehan­gatn keluarga hanya terbangun saat libur seperti hari minggu. Dengan datangnya puasa, kelu­arga akan berkumpul setiap hari.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Jarang yang tidak bersama untuk sahur. Tentu puasa mem­berikan berkah kepada keluraga. Sekaligus sebagai waktu terbaik untuk mendidik anak dan ke­luarga. Keluarga sebagai modal bagi setiap umat maka haruslah sistem sosial dalam keluarga ber­jalan dengan baik. Ayah berperan sebagai seorang ayah dalam keluarga. Memimpin dan ber­tanggungjawab untuk mendidik anak dan istrinya dirumah. Moral anakpun bergantung dari didikan ayah dan ibunya dirumah. Disini­lah cara terbaik untuk meningkat­kan kebersamaan keluarga.

Saat kebersamaan dalam ke­luarga akan tumbuh maka anak akan tumbuh menjadi anak yang baik. Kita tahu moral anak akhir-akhir ini sangat mempriha­tinkan kita. Banyak kasus anak yang kurang bermoral seperti anak yang terkena kasus nar­koba, mahasiswa yang bunuh dosen, anak yang memperkosa, anak yang tidak sopan, dan anak yang tidak shalat. Masih banyak lagi perilaku yang kurang baik. Semua masalah itu akan tera­tasi saat bulan puasa. Dengan ketemu tatap muka anak dan ayah serta ibu maka komunikasi keluarga akan berfungsi. Ayah akan tahu apakah anak-anaknya sudah patuh terhadap agama atau belum.

Justru saat bulan puasa itu ke­luarga akan terkontrol juga oleh lingkungan sosial. Sedangkan anggota keluarga akan terkontrol oleh keluarga yang sedang berib­adah puasa. Berkah inilah yang kita dapatkan saat bulan puasa tiba. Dalam hadis riwayat Imam Muslim, dari Anas radliallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shal­lallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Makan sahurlah kalian, karena (makan) di waktu sahur itu men­gandung barakah.” Dari hadis diatas setidaknya ada beberapa berkah yang akan kita dapatkan. Pertama, anak-anak yang ada di­rumah akan terkonbtrol perilaku­nya. Perilaku yang terkontrol bisa berkelanjutan atau tidak pada bu­lan berikutnya.

Orang tua yang bisa men­didiknya saat bulan puasa tiba maka akan berlanjut pada bu­lan berikutnya. Dengan cara ini anak-anak akan taat terhadap aturan agama. Kedua, melatih taat waktu. Dengan puasa akan melatih disiplin keluarga terma­suk ayah dan ibunya. Ada batas waktu yang harus diatur saat saur dan berbuka. Seseorang tidak boleh masih makan dan minum saat Imsak sudah tiba. Tentu orang tua harus mengatur jadwal sebaik mungkin agar sam­pai batas waktu itu. Saat Imsak telah tiba maka aktivitas makan dan minum sudah berhenti. Keti­ga, melatih shalat berjamaah. Se­tiap orang sebaiknya berjamaah shalat dimasjid. Dengan puasa akan melatih seseorang untuk shalat subuh berjamaah.

Keempat, kesehatan akan terjaga karena dengan bangun pagi maka badan akan semakin sehat. Puasa juga bermanfaat un­tuk memperbaiki sistem pencer­naan. Dengan makan yang manis dan buah-buahaan saat berbu­ka maka akan membantu dan mempermudah buang air be­sar. Orang yang berpuasa pasti­nya akan semakin sehat karena akan mengatur sebaik mungkin gizi untuk tubuhnya. Berbeda dengan bulan sebelumnya. Ses­eorang tidak terprogram makan dan minumnya. Bahkan kadang makan dan kadang tidak minum sehingga mudah sakit. Kelima, seseorang yang berpuasa akan menahan diri untuk marah se­hingga akan menjadi berkah ke­pada orang lain dan dirinya. Ia tidak akan melakukan perilaku buruk saat ia berpuasa.

Semuanya akan terkendali. Sesuatu yang dikendalikan se­cara berkelanjutan maka akan menjadi perilaku berkelanjutan pada diri seseorang tadi. Itulah berkah puasa namun masih ban­yak lagi berkah yang lainnya. Semoga kita semuanya masuk surga. Yang paling penting lagi disini yaitu sesuatu yang diulang-ulang. Selain ibadah berfungsi untuk mendidik keluarga. Iba­dah pusa juga berfungsi untuk mendidik masyarakat pada ling­kungsn sosial. Ada tiga hal disini. Pertama, kontrol diri. Orang yang berpuasa akan terkontrol dirinya. Ia akan menahan men­gendalikan nafsu sahwat dan makannya.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Masyarakat secara langsung akan dikontrol oleh datagnya puasa. Pertanyaannya men­gapa terjadi perubahan pada lingkungan sosial. Pertama, ter­bukti masih ada iman pada se­tiap diri individu. Oleh karenya semua menyadari kalau bulan puasa itu waktu terbaik untuk bertobat kepada Allah. Saat ses­eorang itu masih ada nilai Iman tadi dalam dirinya maka masih mungkin untuk bertobat. Ke­mudian menjai manusia yang baik. Berlanjut pada bulan beri­kutnya sampai kepada tahun berikutnya. Jadi tidak heran ka­lau setelah bulan puasa banyak yang berubah pada perilaku se­seorang. Banyaknya umat yang ikut melaksanakan ibadah puasa bukti masih ada nilai Iman pada setiap orang. Meskipun kita tahu seseorang tadi perilakunya jahat namun akan terkontrol saat bu­lan puasa.

Kedua, terkontrol dan ter­kondisikan. Ibadah puasa membuat seseorang terkon­trol perilakunya. Ia akan su­lit untuk melakukan hal yang bertentangan dengan ibadah puasa. Ia akan terbawa arus ke­baikan. Ia tidak berani melaku­kan meskipun pada prinsipnya ia ingin melakukan kejahatan. Ia akan malu saat orang lain ti­dak melakukan namun harus ia melakukan. Kontrol ini tanpa ada aturan berbentuk hukum. Rupanya kontrol yang muncul dari komunitas/masyarakat akan mengontrol perilaku buruk se­seorang. Saat terkontrol oleh masyarakat maka seseorang tadi terhenti untuk berbuat ke­burukan. Perilakunya juga ter­kondisikan oleh lingkungan seki­tar. Orang-orang semuanya ikut sahur dan orang-orang semunya ikut berbuka puasa.

Jika ia berbohong untuk berpura-pura maka tidak wajar. Sekali mungkin ia lakukan na­mun berikutnya ia akan malu secara langsung kepada Allah. Menyadari jika tindakannya salah. Akhirnya karena lingkun­gan tadi manusia yang jahat ter­kontaminasi menjadi manusia yang baik. Awalnya ikut-ikutan menjadi baik malah menjadi ma­nusia yang baik beneran. Ketiga, ibadah puasa menciptakan keak­raban secara sosial. Masyarakat ramah kepada tetangganya. Yang biasanya tidak nyapa akan me­nyapa lagi. Yang tadinya bermu­suhan maka akan tersambung kembali. Terjalinlah silaturahmi saat bulan puasa. Keempat, iba­dah dilipatgandakan. Reward ini yang memubuat lingkungan sos­ial berubah.

Manusia berlomba-lomba un­tuk berbuat kebaikan. Semua ke­baikan dilipatgandakan. Reward atau pahala ini yang membuat banyak saudagar kaya, pengusa­ha, ilmuwan, KH, dan berbagai kalangan rela untuk memberi­kan makanan kepada orang lain. Sedekah berupa makanan men­galir kepada fakir miskin. Orang yang fakir tertolong karena banyak pertolongan dari sauda­ranya. Akhir bulan puasa ia ter­bebas dari kesusahannya. Semua itu karena petolongan Allah. Jalurnya melalui ibadah puasa. Banyak fakir miskin, janda-janda dan anak jalanan tiba-tiba terse­lamatkan dari kemiskinannya.

Disamping itu, banyak se­dekah cuma-cuma yang dinik­mati oleh orang banyak terutama pada masjid-masjid seluruh ta­nah air. Siapa saja bisa berbuka puasa dan siapa saja bisa menik­matinya. Masjid-masjid banyak yang menyediakan makan sahur dan buka puasa secara gratis. Se­lanjutnya, umat Islam yakin saat bulan puasa itu diampuni dosa-dosa yang sesungguh-sungguh ingin berpuasa dan bertobat. Karena hal itulah umat Islam ber­lomba-loma untuk melakukan kebaikan pada bulan puasa. (*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================