Nila F Moeloek juga mengimbau ibu yang bayinya disuntik vaksin palsu untuk mengulang pemberian vaksin. Bahkan, pemberian vaksin ulang gratis. “Kami memberikan gratis (vaksin) baik yang ulang atau yang normal. Ini program pemerintah,†ujar Nila.
Terbongkarnya vaksin palsu ini diungÂkap oleh Direktur Tipid Eksus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya yang rilis pada Kamis (23/6/2016). Menurutnya, pelaku membuat vaksin palsu sejak 2003. Cara membuatnya yakni dengan mencampur cairan infus dengan vaksin tetanus dan hasilnya vaksin untuk hepatitis, BCG, dan campak.
Pelaku menjual vaksin palsu dengan harga lebih murah Rp 200 ribu-Rp 400 ribu dibanding vaksin asli. Pelaku yang berjumlah 12 orang itu dikenakan UU KeÂsehatan maupun UU Perlindungan KonÂsumen dengan ancaman maksimal 15 taÂhun penjara.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti meÂnyebut peredaran vaksin palsu ini sudah sampai ke Yogyakarta. “Sekarang masih dalam pengembangan, kalau tidak salah keÂmarin ke Yogya juga ada. Tapi, saya belum tahu hasilnya apa,†kata Badrodin di TaÂmansari, Jakarta Barat, Minggu (26/6/2016).
Badrodin mengakui, jaringan pembuat dan pengedar vaksin palsu sudah lama beroperasi. Oleh karena itu, Kapolri berÂjanji akan mengungkap semua jaringan pembuat vaksin palsu. “Tapi yang jelas semua kita ungkap. Karena ini praktik suÂdah lama berlangsung,†jelasnya.
“Tindakan pemalsuan vaksin ini telah berlangsung selama lebih 10 tahun. Kita tentu merasa kecolongan, mengapa baru sekarang bisa terungkap. Pengawasan obat atau vaksin yang beredar di masyaraÂkat perlu semakin diperketat karena yang dipertaruhkan adalah kesehatan, bahkan nyawa dari warga negara kita,†kata angÂgota Komisi IX DPR RI, dr. Verna InkiriÂwang, dalam siaran pers kepada detikcom, Minggu (26/6/2016).
Vaksin sejatinya untuk meningkatkan daya tahan tubuh seseorang terhadap kuÂman tertentu sehingga bisa terhindar dari penyakit akibat kuman tersebut. Apabila vaksin yang diberikan adalah palsu, artinya imunisasi yang diberikan selama ini sia-sia dan tidak membuat anak menjadi kebal.
Hal ini tentu menjadi masalah besar di negara ini karena berdasarkan data Global Burden of Disease (2010) dan Health SecÂtor Review (2014), penyakit menular di Indonesia masih terus meningkat, seperti ISPA, Pneumonia, Hepatitis, dll.
“Salah satu masalah kesehatan di InÂdonesia adalah beban ganda yang terjadi pada masyarakat dengan adanya penÂingkatan penyakit tidak menular saat peÂnyakit menular masih tinggi. Imunisasi diharapkan bisa menjadi solusi untuk menekan angka penyakit menular yang tinggi ini. Namun, semua hanya menjadi mimpi belaka bila yang digunakan adalah vaksin palsu,†terang Verna.
Verna menyarankan beberapa hal yang harus dilakukan saat ini. Pertama, kasus pemalsuan vaksin ini harus segera dituntaskan dengan menangkap semua oknum yang terlibat agar tidak lagi mereÂsahkan masyarakat. Kedua, pemerintah harus memastikan bahwa tidak ada lagi vaksin palsu yang beredar di masyarakat. Ketiga, fasilitas pelayanan kesehatan diÂimbau untuk berhati-hati dalam membeli vaksin, jangan tergiur dengan harga muÂrah, tetapi keasliannya diragukan.
“Keempat, masyarakat hendaknya proaktif melaporkan kepada tenaga keÂsehatan atau institusi kesehatan apabila menemukan kejanggalan terkait pengguÂnaan suatu vaksin. Kelima, pemerintah mesti memperkuat fungsi pengawasanÂnya terhadap obat-obatan ataupun vaksin yang beredar di masyarakat. Diharapkan dengan melakukan semua ini, ke depan tidak ada lagi kasus vaksin palsu yang diteÂmukan di masyarakat,†tegasnya.
Kadinkes Kota Bogor, dr. Rubaeah, mengaku, pihaknya telah mendapatkan surat edaran mengenai filterisasi ganda vaksin masuk ke setiap klinik dan rumah sakit. “Kami akan kroscek satu per satu klinik dan rumah sakit di Bogor. Jika ada temuan, ya kami tindak lanjuti. Koordinasi kami lakukan dengan Polri dan BPOM,†kata dia, kemarin.(*/ed:Mina)