Peredaran dan penyalahgunaan vaksin palsu di sejumlah rumah sakit di Jawa Barat membuat Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher), kelabakan. Tak mau ambil risiko, seluruh dinas kesehatan yang ada di Jawa Barat diminta untuk mendata ulang jumlah dan nama balita. Ini dilakukan untuk mempersiapkan vaksinasi ulang.
YUSKA APITYA AJI
[email protected]
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Alam Lucyati meÂnyatakan, pihaknya meminta seluruh rumah sakit dan fasiliÂtas kesehatan pengguna vakÂsin palsu agar secepatnya menyetor data nama anak yang mendapat vaksin palsu di tempatnya masing-masing. “Tolong dilihat agar kami bisa melihat apakah di antara mereka masih ada baÂtas umur yang masih bisa kami berikan imunisasi, karena imunisasi menÂgenal umur,†kata dia di Bandung, Jumat (15/7/2016).
Alma sudah meminta Dinas Kesehatan tempat temuan vaksin palsu itu untuk memfasiliÂtasi vaksinasi ulang sekaligus menghiÂtung persediaan vaksin di tempatÂnya masing-masing. “Sambil berkoordiÂnasi kalau kurang atau tidak ada, kami bantu dari vaksin di provinsi,†kata dia.
Menurut Alma, Gubernur Jawa Barat sudah meminta agar secepatnya bisa dilakuÂkan imunisasi ulang bagi anak-anak yang masih cukup umur menjalani imunisasi. Alma mengaku belum bisa menaksir jumlah anak-anak yang membutuhkan vaksinasi ulang. Sebab, pihaknya masih menunggu data dari masing-masing rumah sakit dan bidan di kabupaten/kota. Namun dia mengklaim, stok vaksin yang dimiliki pemerintah provinsi Jawa Barat mencukupi unÂtuk vaksinasi ulang.
Alma menambahkan, DiÂnas Kesehatan bersama BaÂlai Besar POM Bandung maÂsih menyisir penggunaan vaksin di Jawa Barat. Penelusuran sementara mendapati vaksin yang dipergunakan di rumah sakit pemerintah dan fasiliÂtas kesehatan yang dikelola pemerinÂtah hingga posyandu aman. Penyisiran saat ini difokuskan pada rumah sakit swasta di Jawa Barat. Alma berujar, vaksin yang dipalsukan mayoritas vakÂsin impor.
Kepala Balai Besar POM (PengaÂwas Obat dan Makanan) Bandung Abdul Rahim membenarkan sedang menyisir rumah sakit dan fasilitas keÂsehatan yang menggunakan vaksin di luar vaksin pengadaan pemerintah. “Kami sampling, kami kirim ke POM Pusat untuk di uji. Itu yang dilaporkan ke Satgas Pemberantasan Vaksin,†kata dia, Jumat (15/7/2016).
Rahim mengaku tidak bisa memÂbeberkan hasil pemeriksaan itu karena sudah diputuskan untuk diberikan satu pintu lewat Kementerian KesehatÂan. “Sekarang sudah ada Satgas, dan Menteri Kesehatan minta satu suara, satu pintu,†kata dia. Kendati demikiÂan, Rahim membenarkan salah satu modus masuknya vaksin palsu itu dengan alasan vaksin impor.
Dia menambahkan, vaksin produk Biofarma dan distributor resmi sudah dinyatakan aman.
Kasus vaksin palsu ini diharapkan membuat rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang ada lebih hati-hati menyediakan vaksin. Jika masyarakat ragu, dia menyarankan untuk langÂsung bertanya pada dokter mengenai asal vaksin yang dipergunakan. “Kami berharap pengadaan vaksin nanti satu pintu lewat bagian farmasinya karena ada apoteker yang bisa mengidentifiÂkasi itu,†tutur dia.
Terpisah, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan jumlah tersangka vaksin palsu kini menjadi 23 orang, terhitung hingga Jumat (15/7/2016). Mereka terdiri atas 6 produsen alias pembuat vaksin palsu, 9 distributor, 2 pengumpul botol bekas, 1 pencetak label atau kemasan, 2 bidan, dan 3 dokter. “Tersangka sebagian besar suÂdah selesai pemeriksaannya, pemberÂkasan sedang berjalan,†kata Agung saat memberikan keterangan pers di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, kemarin.
Agung menjelaskan, tiga dokter yang menjadi tersangka berinisial AR, H, dan I. “Pada 13 Juli, kami memerikÂsa dokter AR, pemilik klinik berinisial PAML di Jalan Kemanggisan Pulo di Palmerah, Jakarta Barat,†ujar Agung. Dalam pemeriksaan itu, polisi menÂemukan beberapa bekas vaksin palsu yang digunakan, catatan, dan transÂaksi keuangan pembelian vaksin palsu.
Menurut Agung, dokter AR memÂperoleh vaksin dari Seno, tersangka distributor yang ditangkap sebelumÂnya. Vaksin ini dibuat kelompok SyÂafrizal dan Iin Suliastri. “Jalur distriÂbusinya dari Apotek Ibnu Sina,†kata Agung. Pemilik toko obat itu adalah tersangka Farid.
Dokter yang menjadi tersangka lainnya adalah H. Ia mantan Direktur Rumah Sakit Sayang Bunda di Bekasi. “Tahun 2012 selesai melaksanakan tugas (sebagai direktur rumah sakit),†kata Agung. “Yang bersangkutan memesan vaksin dari toko Azka MedÂica yang pemiliknya sudah ditangkap sejak awal pengungkapan kasus.â€
Agung mengatakan, kemarin, peÂnyidik baru mengetahui distribusi dari Azka Medika, salah satunya ke dokter H. “Dokter H cukup banyak memesan dan dia mengizinkan dari sales Azka untuk mendistribusikan,†kata Agung. Penjual vaksin palsu Azka Medika adalah jaringan dari produsen Agus PriÂyanto. Distributornya adalah Thamrin.
Berikutnya, yaitu dokter I dari Rumah Sakit Harapan Bunda di JaÂkarta Timur. Polisi juga menetapkan satu bidan lagi sebagai tersangka, yaitu bidan N yang menyuntikkan vaksin palsu kepada pasiennya. “Bidan N memiliki praktik di Jatirasa Bekasi,†ucap Agung. Polisi saat ini juga fokus mengejar daftar bayi yang terpapar vaksin palsu.
Secara terpisah, Kapolri Jenderal Tito Karnavian meÂminta masyarakat korÂban vaksin palsu tidak anarkistis. PerminÂtaan ini dilontarkan menanggapi kemaraÂhan sejumlah orangÂtua yang mendatangi rumah sakit pengguna vaksin palsu kemarin malam.
Tito mengatakan tak mempermasalahÂkan orangtua yang meÂnyampaikan pendapat sepanjang tidak melakukan perbuatan anarkistis. “Kalau anÂarkis, apalagi sampai melakukan perusakan, ada pelanggaran hukum, ya akhirnya kami tindak juga,†kata Tito, setelah rapat di kantor Menko Polhukam, JuÂmat (15/7/2016).
Dia mengingatkan kepolisian bisa juga menindak secara hukum pelaku anarkistis. “Bukan hanya pembuat vaksin palsunya, atau pemakai vaksin yang sengaja, tapi juga yang demo akhirnya ditindak karena melakukan pelanggaran hukum baru. Tolong janÂgan sampai begitu,†kata Tito.
Kemarahan orangtua muncul setelah mengetahui rumah sakit pengguna vaksin palsu. Ini dilakukan setelah Kementerian Kesehatan meriÂlis daftar 14 rumah sakit pengguna vakÂsin palsu saat menggelar rapat dengan DPR pada Kamis kemarin.
Salah satunya adalah Rumah Sakit Harapan Bunda, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Sejumlah orangtua mendatanÂgi rumah sakit tersebut pada Kamis malam dan menuntut pertanggungÂjawaban pihak rumah sakit.
Tito mengatakan penegakan huÂkum dalam kasus tersebut sudah berjalan. “Polisi sudah bekerja untuk menangani kasus ini,†kata Tito. Dia meminta masyarakat mempercayakan pada proses hukum yang sedang berjaÂlan, sampai proses penyidikan, penunÂtutan, hingga peradilan. “Negara kita yang berlaku hukum, jadi percayakan pada hukum,†tandasnya.(*/ed:Mina)
Bagi Halaman