JAKARTA TODAY– Presiden Joko Widodo segera mereÂstrukturisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mencegah terulangnya kasus peredaran vaksin palsu.
Restrukturisasi tersebut, menurut Sekretaris Kabinet Pramono Anung, menunjukÂkan bahwa pemerintah tak setengah-setengah dalam memberantas peredaran vakÂsin palsu.
“Presiden segera mereÂstrukturisasi BPOM, dan akan menugaskan satu orang unÂtuk melakukan pembenahan (dalam BPOM),†kata PramoÂno di Kantor Sekretariat KabiÂnet, Jumat (15/7).
BPOM saat ini dipimpin oleh Bahdar Johan Hamid selaku pelaksana tugas. Jika badan itu telah memiliki kepaÂla definitif, ujar Pramono, baÂrulah restrukturisasi akan diÂlaksanakan.
“Nanti akan diumumkan. Intinya nanti secara bersama-sama akan ditangani Kemkes dan BPOM,†ujar Pramono.
Plt Kepala BPOM BahÂdar Johan pada akhir Juni mengakui lembaganya tidak mengawasi vaksin impor. BerÂdasarkan hasil penyelidikan, vaksin impor itulah yang diopÂlos menjadi vaksin palsu.
Kelalaian pengawasan itu, menurut Bahdar, karena BPOM kekurangan sumber daya manusia. “Kami berÂsalah. Kami mohon maaf atas apa yang terjadi, tapi kami suÂdah melakukan apa yang kami bisa,†kata Bahdar.
Ia berkata, kewenangan BPOM hanya pada pengaÂwasan obat dan makanan, namun bukan pada pembuaÂtan dan penyaluran obat serta vaksin yang merupakan keÂwenangan Kemkes.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek telah mengumumkan 14 rumah sakit yang menerima vaksin palsu. Dari 14 RS itu, 13 di antaranya berlokasi di KabupatÂen dan Kota Bekasi, Jawa Barat.
Deretan RS penerima vaksin palsu itu ialah RS Dr. Sander Batuna, Cikarang; RS Bhakti Husada, Cikarang; RS Sentra Medika, Cikarang; RSIA Puspa Husada, Bekasi; RS KarÂya Medika, Bekasi; RS Kartika Husada, Bekasi; RSIA Sayang Bunda, Bekasi; RSU Multazam Medika, Bekasi; RS Permata Bekasi; RSIA Gizar, Cikarang; RS St. Elisabeth, Bekasi; RS HoÂsana Medica Lippo Cikarang; RS Hosana Medica Bekasi; dan RS Harapan Bunda, Jakarta Timur.(Yuska Apitya/net)
Bagi Halaman