134911-militaryISTANBUL TODAY– Lebih dari 100 jenderal dan laksamana mili­ter Turki dibekuk setelah kudeta berdarah yang berakhir kegaga­lan akhir pekan lalu. Pemerin­tah Presiden Recep Tayyip Er­dogan menegaskan hukuman berat menanti para pelaku ku­deta, termasuk hukuman mati.

Menurut kantor berita Tur­ki, Anadolu, ada 112 jenderal dan laksamana yang ditahan menyusul kudeta Jumat hingga Sabtu pekan lalu. Sebanyak 50 di antaranya masih dalam tah­anan, sementara yang lainnya menjadi target penyelidikan.

Di antara yang ditahan adalah Komandan Angkatan Darat Kedua Aden Huduti yang sempat dibebaskan na­mun ditangkap kembali pada Senin, dan mantan Koman­dan Angkatan Udara Akin Azturk, yang saat ini ma­sih dalam proses interogasi.

Hampir 18 ribu orang di­tahan menyusul kudeta, ter­masuk di antaranya 6.000 anggota militer, sekitar 9.000 polisi, sedikitnya 3.000 hakim dan 30 gubernur.

Kudeta berdarah berlang­sung pada Jumat malam hingga Sabtu dini hari lalu, saat se­buah faksi militer memblokir jalan, menyerang warga dan menyerbu kantor media. Ku­deta berakhir saat ribuan orang turun ke jalan atas perintah dari Erdogan untuk menen­tang kesewenangan militer.

Sedikitnya 209 orang tewas, termasuk warga sipil dan aparat keamanan. Ham­pir 1.500 orang terluka dalam peristiwa akhir pekan lalu itu.

Pemerintah Erdogan mengatakan kudeta tersebut didalangi oleh Fethullah Gu­len, tokoh agama dan mantan politisi Turki yang kini hidup mengasingkan diri di Amerika Serikat. Akibat peristiwa ini, hubungan Turki dan AS tegang.

Pemerintah Erdogan men­gatakan tindakan itu adalah bentuk dari pengkhianatan yang layak dihukum mati. Er­dogan menegaskan tidak akan menghapuskan hukuman mati kendati ditekan oleh Uni Eropa.

Sementara itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdo­gan menyatakan menolak untuk menghapus hukuman mati atas ribuan orang yang ditangkap terkait kudeta mi­liter yang gagal dilakukan pada Jumat pekan lalu. “Ada sebuah kejahatan pengkhi­anatan yang jelas di sana,” ujar Erdogan, berbicara me­lalui penerjemahnya dalam wawancara eksklusif dengan jurnalis CNN, Becky Ander­son di Istana Kepresidenan Turki di Istanbul, Senin (18/7) malam waktu setempat.

“Namun tentu saja, akan ada keputusan dari parlemen untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan aturan konstitusi. Sehingga para pe­mimpin harus berkumpul dan mendiskusikan hal itu. Dan jika mereka menerima untuk membahasnya, maka saya sebagai Presiden akan menyetujui setiap keputusan yang dibuat oleh parlemen.”

Meski menegaskan kepu­tusannya, namun jika Turki memperkenalkan kembali hu­kuman mati maka Turki tidak lagi dapat bergabung dengan Uni Eropa. Hal itu sebelumnya telah disampaikan oleh Ke­pala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini.

Pernyataan yang dikeluar­kan oleh Mogherini itu meru­pakan tanggapan resmi Uni Ero­pa setelah Erdogan bersumpah akan memberikan sanksi yang berat kepada orang-orang yang dianggap melakukan peng­khianatan kepada negara.

Menurut kantor berita Turki, Anadolu, sebanyak 8.777 petugas dari Kement­erian Dalam Negeri Turki telah dikeluarkan dari kantor ke­menterian. Di antara ribuan orang itu tercatat ada 103 staf berpangkat Jenderal dan Laksamana dari militer Turki.

Erdogan juga menyampai­kan, pihaknya telah membuat permintaan tertulis resmi yang dikirimkan kepada Amerika Serikat untuk mengekstradisi ulama Turki bernama Fethul­lah Gulen, yang kini berada dalam pengasingan legal di Saylorsburg, Pennsylvania, AS.

Ketika ditanya apa yang akan dilakukan jika AS menolak untuk mengekstradisi Gulen, Erdogan mengatakan bahwa Turki telah memiliki kesepaka­tan tentang ekstradisi pelaku kejahatan. “Jadi sekarang Anda meminta seseorang un­tuk diekstradisi, Anda adalah mitra strategis saya, saya selama ini telah mematuhi dan taat dengan peraturan, tentu saja harus ada timbal balik dalam beberapa hal,” ujar Erdogan.

Meski begitu, hingga saat ini, Menteri Luar Negeri John Kerry menyatakan pemer­intahnya belum menerima surat permintaan resmi dari Turki terkait ekstradisi Gulen.

Sebelumnya, Gulen, ula­ma Turki yang dituding men­dalangi percobaan kudeta mi­liter terhadap pemerintahan Erdogan, telah menyatakan akan mematuhi ekstradisi jika pemerintah AS memutuskan­nya. “Saya benar-benar tidak khawatir tentang permintaan ekstradisi, sebagaimana saya tidak khawatir terhadap kema­tian,” kata Gulen dalam wawa­ncara dengan wartawan di ke­diamannya pada Minggu (17/7), seperti dikutip dari Reuters.

Gulen juga sempat mem­bantah tudingan dirinya seb­agai dalang kudeta militer pada yang menewaskan lebih dari 200 orang itu. Sebaliknya, ia menuding bahwa Erdogan be­rada di balik percobaan kudeta, yang menurutnya, bisa jadi di­rekayasa itu. “Sebelumnya, ada permintaan dari pihak Erdogan agar saya meminta maaf, tapi seseorang yang memiliki keya­kinan kuat tidak akan meminta maaf kepada seorang penindas,” katanya. (Yuska Apitya/net)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================