JAKARTA, TODAY—Hilangnya nama Rizal Ramli dari Kabinet Jokowi-JK, mengundang spekulasi. DicopotÂnya Rizal dari jabatan Menko Maritim ini dikait-kaitkan denÂgan sikap keras dia yang meÂnolak reklamasi Teluk Jakarta oleh Agung Podomoro Group.
Para spekulan mengangÂgap bahwa Presiden Joko Widodo lebih membela Gubernur DKI Jakarta Ahok Basuki Tjahja Purnama yang mendukung mati-matian proyek reklamasi. Namun spekulasi ini tampaknya dianggap anÂgin lalu oleh Presiden Jokowi.
Dalam pidatonya, Presiden Joko wi menyatakan, Indonesia haÂrus menjawab
segala tantangan nasional untuk meningkatÂkan kesejahteraan seluruh rakyat. “Kecepatan adalah bertindak yang langsung dirasakan oleh rakyat, dalam jangka pendek, menenÂgah, dan panjang,†kata Jokowi, kemarin.
Jokowi juga mengingatkan, dirinya tak mau lagi mendengar laporan para menteri Kabinet Kerja saling melempar tudingan apabila menghadapi suatu persoalan di laÂpangan.
Aksi saling tuding para menteri sebelÂumnya sempat terjadi pada insiden macet panjang mudik lebaran yang menyebabkan korban jiwa, masalah perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia, penentuan lokasi pengembangan fasilitas regasifikasi Blok Masela, dan berbagai hal lainnya. TiÂdak heran kemudian, Jokowi memutuskan untuk mengganti para menteri yang terkait dengan aksi saling tuding tersebut dengan orang baru. “Tidak ada lagi yang saling menyalahkan. Kalau ada yang kurang itu kekurangan semua karena berada dalam satu tim kerja,†tegas Jokowi.
Mantan Walikota Solo juga meminta para pembantunya tidak lagi mengedeÂpankan visi dan misi pribadi untuk mengembangkan sektor yang menjadi kewenangannya. Semua kebijakan pemerÂintah menurutnya harus mengikuti hasil rapat paripurna atau rapat terbatas kabiÂnet. “Yang ada hanya visi misi presiden dan wakil presiden. Jangan sampai ada yang langsung mengeluarkan Peraturan Menteri atau Surat Edaran,†katanya.
Perombakan kabinet (reshuffle) kerja Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla jilid kedua memunculkan banyak nama baru. Salah saÂtunya, yakni Airlangga Hartarto. Jokowi-JK merangkul politisi Partai Golkar tersebut untuk duduk sebagai Menteri Perindustrian mengÂgantikan Saleh Husin, politisi Partai Hanura.
Sebelum hari ini, nama Airlangga semÂpat santer dikabarkan menjadi calon Ketua Umum Partai Golkar. Pernah, Partai Golkar diterpa isu dualisme kepengurusan, namun pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur, 1 OkÂtober 1961 itu tetap membangun semangat kader muda Golar dan melakukan rekonsiliasi.
Airlangga menyelesaikan bangku SMA di Kolese Kanisius. Kemudian ia meraih gelar sarjana dari Fakultas Teknik Mesin Universitas Gajah Mada tahun 1987 silam, sebelum melanjutkan studinya di Monash University Australia. Airlangga memiliki sejumlah perusahaan dan sempat menjadi Ketua Asosiasi Emiten Indonesia periode 2011 – 2014. Hingga kini, dia masih tercatat sebagai Komisaris Utama PT Fajar Surya Wisesa Tbk, perusahaan yang bergerak di bidang produksi dan pembuatan kertas.
Ayahnya, Ir Hartarto pernah menjaÂbat Menteri Perindustrian pada Kabinet Pembangunan IV periode 1983 – 1988 dan Kabinet Pembangunan V (1988-1993), serta Menteri Koordinator bidang Produksi dan Distribusi pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998).
Sementara, wajah baru lainnya, adalah Enggartiasto Lukito, pengusaha properti kawakan yang telah memakan asam garam dunia politik di Indonesia. Mantan Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) periode 1992-1995, telah lebih dulu memulai karir politiknya di Partai Golkar sebagai anggota aktif sejak 1979.
Kiprah Enggartiasto di Golkar terus menanjak, seiring dengan beberapa jaÂbatan yang diembannya. Mulai dari angÂgota Dewan Penasihat Golkar pada 1992 – 1997, anggota Fraksi Partai Golkar di DPR pada periode 1997 – 1999 dan 2004 – 2009, dan Wakil Bendahara Umum DPP Golkar periode 1998 – 2004. Selepas itu, Enggar, sapaan akrabnya, memutuskan untuk berÂgabung dengan partai politik baru besuÂtan Surya Paloh yaitu Nasional Demokrat (Nasdem) sejak Januari 2013 dan kembali menjadi Anggota DPR dari Fraksi Nasdem sampai sekarang.
Sebagi politisi yang juga memiliki latar belakang pengusaha properti, Enggar dikeÂnal kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang perumahan. Dia perÂnah menyoroti belum jelasnya deregulasi yang terkait dengan aturan mengenai kepeÂmilikan properti oleh asing di Indonesia. Menurutnya kebijakan itu sangat berganÂtung pada kemauan pemerintah dan DPR untuk mengamendemen Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang PerÂaturan Dasar Pokok Pokok Agraria.
Pria kelahiran Cirebon, 12 Oktober 1951 silam juga getol menyuarakan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1996 tentang Kepemilikan Properti oleh AsÂing. Kini dengan jabatan barunya sebagai Menteri Perdagangan, Enggar memikul tugas baru mengejar target pertumbuhan ekspor sebesar 300 persen yang dicananÂgkan Jokowi bisa tercapai di akhir masa pemerintahannya pada 2019 nanti.
Sementara, Jokowi juga menggeser poÂsisi Thomas Trikasih Lembong. Belum genap setahun menjadi Mendag, Lembong diperÂcaya menduduki pimpinan Badan KoordinaÂsi Penanaman Modal (BKPM). Sebelumnya, Lembong sendiri ditunjuk sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Rahmat Gobel pada 12 Agustus 2015.
Selama bertahun-tahun sebelum menÂjadi menteri, Lembong bergaul dengan bankir dan eksekutif ekuitas privat di SingaÂpura. Dia sempat bekerja di Deutsche Bank dan Morgan Stanley sebelum ikut mendiriÂkan perusahaan ekuitas privat Quvat ManÂagement.
Lembong mengenyam pendidikan dasar di Jerman pada tahun 1974-1981. KeÂmudian, dia meneruskan pendidikan hingga tingkat SMP di Tanah Air dan berpindah ke Boston, Amerika Serikat, saat masuk SMA. Kendati tercatat sebagai lulusan Harvard, pria kelahiran Jakarta, 4 Maret 1971 itu dikenal sebagai pria urban.
Penunjukkan Lembong sebagai Kepala BKPM menggantikan Franky Sibarani diseÂbut-sebut bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan investor kepada Indonesia. Lembong juga dikenal pandai berbicara, dan cakap dalam berbahasa Inggris dan Jerman.
Nama baru lainnya yakni Arcandra Tahar menggantikan Sudirman Said, sebagai MenÂteri ESDM. Tak tanggung-tanggung, ArchanÂdra langsung berjanji akan melakukan transÂformasi di sektor ESDM agar Indonesia bisa mencapai kedaulatan energi. “Menurut heÂmat saya, transformasi ESDM adalah keharuÂsan, bukan pilihan, dalam rangka membanÂgun kedaulatan bangsa dalam menghadapi persaingan antar negara, antar kawasan, anÂtar benua. Kita harus menjamin manfaat unÂtuk rakyat, menjamin kedaulatan energi dari segi pengelolaan, suplai, manfaat untuk maÂsyarakat,†kata Arcandra dalam sambutanÂnya saat menerima jabatan di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (27/7/2016).
Wajah baru lainnya adalah, Amnas AbÂdur. Kini dipercaya menjadi Menteri PenÂdayagunaan Aparatur Negara dan ReformaÂsi Birokrasi (PANRB) menggantikan Yuddy Chrisnandi. Asman ingin mengubah sikap PNS yang selama ini dinilai kalah dari pegaÂwai swasta. “Nah tadi disampaikan juga Pak Yuddy, mindset birokrasi ini yang selama ini dinilai lamban, kalah dari pegawai swasta. Nah, ini kita balikkan sekarang bahwa pegaÂwai negeri itu tidak kalah dengan pegawai swasta. Saya pikir itu,†ujar Asman usai serah terima jabatan dengan Yuddy ChrisÂnandi di Kementerian PAN RB, Jl Sudirman, Jakarta, Rabu (27/7/2016) petang.
Asman juga akan mengurangi keboÂcoran anggaran dengan sistem e-budgeting di daerah-daerah serta pelayanan perizinan dari dua minggu menjadi dua hari. Semua prioritas itu, lanjut Asman, akan dikonsepkan bersama dengan staf-stafnya. Masukan dari Yuddy Crisnandi jug akan didengarnya. “Tentu saja dengan masukan Pak Yuddy yang luar biÂasa kita akan kerja terus,†kata politisi PAN ini.
Asman mengaku, kementerian yang sekÂarang dipimpinnya bukan bidang baru bagÂinya. Dia pernah menjabat Wakil Wali Kota Batam dan menjadi anggota DPR selama 3 periode. “Mudah-mudahan saya tidak terlaÂlu lama menyesuaikan diri dengan pekerjaan baru ini,†ucap Asman. “Dari partai Bapak apakah ada titipan?†tanya wartawan.
“Ya sesuai yang Pak Yuddy katakan, kalau sudah di pemerintah kita milik publik. Partai yang berikutnya. Jadi kita menunjukkan kinÂerja yang baik. Dengan kinerja yang baik parÂtai akan dikenal dengan baik karena kadernya bekerja dengan baik,†tutur Asman.
Nama baru yang mengejutkan adalah Prof Muhadjir Effendy. Mantan Rektor UniÂversitas Muhammadiyah Malang yang juga pengurus Muhammadiyah pusat ini, diberi amanah menjadi Mendikbud. Muhadjir tak menyangka dikontak Jokowi dan diminta membantu menjadi menteri.
Kepada wartawan di gedung KemendikÂbud, Jl Sudirman, Jakarta, Rabu (27/7/2016), Muhadjir menceritakan bagaimana awal mulanya. “Sekitar jam 07.30 WIB (Selasa),†kata dia memberitahu saat dikontak Istana.
Muhadjir bertutur dia diminta tak pergi ke mana-mana, dan agar ke Jakarta. Saat itu, Muhadjir tengah berada di Yogyakarta berÂmaksud hendak bersilaturahmi dengan SyÂafii Maarif dan Amien Rais serta tokoh MuÂhammadiyah lainnya. Tapi karena telepon itu, dia dan istrinya dari Yogyakarta segera ke Jakarta. Muhadjir kemudian memberiÂtahu istrinya bahwa kalau tidak ada perubaÂhan akan jadi menteri. “Baru mau berangkat sini (Jakarta) saja saya beritahu (istri),†kata ayah 3 anak ini. “Saya kebetulan kalau yang sifatnya dinas, karier, saya enggak pernah sampaikan ke keluarga. Kadang istri saya enggak tahu,†sambung dia.
Hingga kemudian dia ditunjuk menjadi Mendikbud. Muhadjir yang pernah menjadi wartawan kampus ini mengaku siap melanjutÂkan jejak Anies Baswedan, mulai dari masuk kantor pukul tujuh pagi hingga melaksanakan program-program lainnya. .(Yuska Apitya Aji)
Bagi Halaman