ASAP dan kebakaran hutan berulang-ulang terjadi pada negeri kita. Jumlah kejadian kebakaran hutan di Provinsi Riau diprediksi meningkat hingga akhir tahun ini. Sepanjang Januari hingga awal Juli, Polda Riau mencatat ada 64 kasus pembakaran lahan yang menyebabkan kebakaran hutan (Republika,2016). Penyebab kebakaran hutan dan lahan tidak lain karena perluasan kebun sawit. Selain itu, kebaran hutan dapat terjadi secara alami karena keringnya suatu daerah tertentu.
Oleh: BAHAGIA, SP., MSC.
Pengelolaan Sumberdaya alam Dan Lingkungan IPB dan
Dosen Tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor
Kondisi itu akan diperburuk lagi dengan komitmen daerah yang beÂÂlum optimal. KebaÂÂkaran hutan dan lahan biasanya karena perluasan kebun yang dilakukan secara pribadi dan koorporasi. Masyarakat juga tuÂÂrut andil dalam pembukaan laÂÂhan sawit baru. Secara langsung kebun sawit makin luas namun minim kawasan konservasi. Daerah dengan perkebunan terluas di Indonesia tidak akan bebas dari bencana banjir dan kekeirngan.
Daerah dengan kebun luas juga akan minim oksigen dan tinggi gas emisi kaca. Daerah kebun yang terluas di IndoneÂÂsia mulai dari Propinsi Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan barat dan Sumatra Utara. BenÂÂcana ekologis pada daerah ini terus semakin tinggi jika tidak dikendalikan dari kini. Di alam semesta selalu terjadi daur ekoÂÂsistem, hutan sangat berperan penting dalam hal ini.
Hutan sebagai penghasil baÂÂhan organik. Bahan organik beÂÂrasal dari jatuhnya material sisa hutan ke tanah. Sisa material tadi dapat mempertahankan kesuburan tanah. Tanah yang dengan bahan organik tinggi membuat kondisi tanah tidak padat. Lubang pori-pori tanah akan terbuka karena datangnya cacing tanah pada lahan.
Cacing tanah tadi akan membantu masuknya air saat musim penghujan sehingga banjir dapat diatasi. Hutan berbeda dengan kebun kelapa sawit dan karet. Sawit tidak bisa menahan air karena perakaranÂÂnya tidak dalam. Disamping itu, pemakaian pupuk Urea yang bertambah banyak setiap tahun penyebab tanah menjadi jenuh pupuk. Urea semakin banyak digunakan karena seringnya terÂÂjadi banjir. Mengikis unsur hara lapisan tanah.
Membawa unsur hara maÂÂsuk ke sungai. Lapisan tanah akan minus unsur hara dan tanah jadi miskin dan kering. Pupuk tadi juga menyumbat lubang biopori alami tanah dan memperkecil masuknya oksigen ke tanah. Akhirnya mematikan biota tanah. Saat hujan maka terjadi banjir. Banjir terjadi buÂÂkan karena tanah jenuh air naÂÂmun karena airnya tidak bisa masuk ke tanah. Air juga semaÂÂkin berkurang.
Hutan pada prinsipnya buÂÂkan sebagai penghasil air naÂÂmun dengan keberadaan hutan akan mengurangi aliran permuÂÂkaan. Airpun akan tersimpan didalam tanah. Saat kemarau air tiba maka tanah tidak kering dan rawan kebaran hutan. Air tadi sebagai cadangan bagi maÂÂnusia dan makhluk. Saat musim penghujan hutan tadi memiÂÂnimalkan terjadinya banjir perÂÂmukaan.
Daerah dengan kebun luas seperti propinsi Riau, KalimanÂÂtan, Sumatra utara akan menÂÂgalami bencana ekologis banÂÂjir dan kekeringan. Banjir dan kekeirngan makin parah karena bahan organik makin minim. Saat musim penghujan akan terÂÂjadi banjir dan pada saat musim kemarau daerah itu akan rawan kekeringan. Kondisi ekologis akan diperburuk lagi dengan perilaku membakar hutan dan lahan.