Indonesia-Ayo-MenulisIRONIS. Pengalaman penulis sebagai guru, ternyata mayoritas guru tidak punya kompetensi literasi yang baik. Bahkan pernah penulis temukan banyak guru bahasa Indonesia yang tidak memiliki kemampuan menulis. Bukan hanya itu, masih banyak dosen yang gagap jika diminta untuk menulis karya ilmiah untuk mengisi jurnal. Kondisi ini seharusnya tidak terjadi.

Oleh: AHMAD SASTRA
Dosen Literasi UIKA Bogor

Tradisi membaca dan menulis mestinya harus menjadi ke­biasaan profesi guru dan dosen, meng­ingat profesi keduanya adalah profesi yang sangat dekat den­gan keilmuwan. Sebab ilmu di­gali dari aktivitas membaca dan ilmu dirawat dan ditumbuhkan melalui aktivitas menulis. Tu­lisan kali ini mencoba mendiag­nosis kondisi ini dan mencoba memberikan solusi.

Sebenarnya seorang guru dan dosen tidak asing dengan dunia literasi, setidaknya saat menulis skripsi atau tesis. Hanya saja, perlu diakui bahwa kedua karya itu mampu diselesaikan karena dorongan pragmatis yakni sebagai syarat kesarja­naan. Tidak benar-benar lahir dari dorongan untuk menjadi penulis. Dengan bahan-bahan yang ada, akhirnya skripsi itu bisa diselesaikan.

Karena itu aspek pertama dari kemampuan menulis seorang guru atau dosen adalah memiliki bahan yang bisa dio­lah menjadi tulisan. Bahan itu adalah informasi, ilmu dan atau pengalaman. Ilmu pen­getahuan adalah modal utama dalam menulis sebuah karya tulis. Ilmu lahir dari proses ber­fikir dan belajar dengan meng­gunakan panca indera, otak dan pengetahuan dalam memak­nai realitas. Hal kedua untuk melahirkan satu karya tulis, ha­rus menulis dengan senang dan bergembira.

Menulis mestinya harus sep­erti sedang menangguk emas. Menulis harus dilakukan den­gan ringan dan mengalir, tidak ada beban, tidak ada tekanan. Namun bila menulis masih ter­asa berat meski telah memiliki bahan, berarti belum mengang­gap menulis sebagai sesuatu yang berharga seperti emas. Bila demikian, harus tetap men­ulis, jangan berhenti. Tenang saja karena merasa berat dalam memulai segala hal adalah bi­asa. Tetapkan tujuan dan target menulis sebagai energinya.

Untuk menghasilkan tulisan berkualitas memang tidak mu­dah, tapi bisa diupayakan. Akan ada banyak pain (kesakitan) dalam proses menulis, akan ada banyak masalah sepanjang jalan menuju tambang emas itu (Gain). Memang demikianlah aturan mainnya. Dan untuk itu, guru dan dosen harus bekerja keras untuk mengusahakan ses­uatu yang sangat diinginkan. Jika semua lancar-lancar saja, jika semuanya mudah-mudah saja seperti semudah memba­likkan telapak tangan, maka impiannya mungkin terlalu ke­cil, atau sesuatu itu tidak layak diimpikan. Impian yang besar, biasanya, kesakitan atau tantan­gannya juga besar. Penulis besar lahir dari tantangan yang besar pula.

Bila telah memiliki knowl­edge, menulis dengan senang hati, dan telah menghadapi banyak masalah maka teruslah berusaha dan jangan mudah menyerah. Sebenarnya, den­gan melakukan tiga hal di atas: mau belajar, bekerja dengan senang hati, bekerja keras, be­rarti sudah dekat dengan pun­cak kesuksesan. Dengan tiga hal tadi berarti sudah berada di track yang benar. Pensil, pena, keyboard komputer adalah saksinya. Kursi, meja, lantai dan dinding kamar telah meli­hat usaha itu. Keluarga, teman, tetangga juga tahu bahwa kita telah melakukan hal yang benar. Lebih-lebih Allah sang Pencipta diri kita.

BACA JUGA :  JELANG LAGA MALAM INI, TIMNAS VS AUSTRALIA

Bagi para guru dan dosen yang ingin menjadi penulis. Per­cayalah bahwa segalanya adalah mungkin bagi orang yang sung­guh-sungguh. Segalanya akan terjadi bila Anda telah menulis dengan segenap jiwa, dengan seluruh raga, dengan semua doa. Apalagi sudah banyak orang yang sukses dalam menu­lis. Anda harus lebih yakin lagi bahwa Anda pun bisa seperti mereka. Bila sudah ada satu, dua, tiga orang telah berhasil menangguk emas, maka hal itu bukanlah sesuatu yang musta­hil bagi orang keempat, kelima, keenam untuk melakukan hal yang sama.

Hal penting lainnya adalah cepat mengambil keputusan untuk menjadi penulis. Men­gambil keputusan dalam hidup pasti ada konsekuensi dan re­siko, namun tidak mengambil keputusan dalam hidup akan lebih beresiko Keberanian me­nyampaikan maksud mungkin diterima dan ditolak, jika tak disampaikan pasti tertolak dan menjadi beban psikologis Kuali­tas kepemimpinan seseorang adalah saat pengambilan kepu­tusan, bukan saat rapat dan di­agnosis masalah. Seorang penu­lis dimulai saat dia mengambil keputusan untuk menjadi penu­lis. Selebihnya adalah komitmen dengan keputusannya dengan banyak membaca dan latihan menulis.

Baca tulis (literasi) meru­pakan kegiatan yang menjadi­kan penulis sebagai pembaca dan pembaca sebagai penulis (Goodman 1987, Tierney 1983, Tompskin dan Hoskisson 1995) Penulis sebagai pembaca artin­ya saat menulis, ia membaca tu­lisannya serta mencari referensi bacaan untuk mendapatkan ide dan informasi. Pembaca seb­agai penulis artinya saat mem­baca, ia melakukan aktivitas seperti yang dilakukan penulis (menemukan topik, tujuan, pemecahan masalah, rekon­struksi bacaan, editing dan kai­tan antargagasan)

Beberapa langkah teknis berikut bisa dijadikan pertim­bangan sebelum menulis. 1). Temukan sebuah ide. Sebelum mulai menulis, dibutuhkan ide dan gagasan. Ide adalah benih untuk karya tulis. Tapi, men­emukan sebuah konsep bisa terasa sulit. Ide-ide biasanya berdatangan saat ada keterbu­kaan untuk mengalami banyak hal. Ya, cara terbaik untuk men­emukan ide adalah pergi keluar rumah dan beraktivitas 2) Laku­kan riset mengenai konsep. Be­gitu Anda menemukan konsep yang masih samar, mulailah menelitinya agar Anda mem­peroleh lebih banyak ide 3). Kembangkan konsep. Setelah menemukan ide-ide yang bisa dicantumkan dalam cerita, Buatlah konsep jadi makin kom­pleks. Kembangkan konsep itu hingga berakhir dengan kesim­pulan logis. Pikirkan apa yang akan terjadi akibat serangkaian peristiwa, atau apa pun yang menjadikan ide-ide itu lebih kompleks. 4). Pertimbangkan pembaca. Ketika menemukan dan mengembangkan konsep, Anda perlu mempertimbang­kan pembaca Anda. Untuk siapa Anda menulis karya tulis itu? Beda orang, beda pula mi­natnya.

BACA JUGA :  DARI PREMAN TERMINAL, SEKDES HINGGA ANGGOTA DPRD PROVINSI JABAR

Penting juga untuk memilih metode penulisan. Bagaimana cara Anda menulis karya tulis? Seiring perkembangan teknolo­gi, tentunya pilihan makin ban­yak. Anda perlu memutuskan, metode apa yang paling cocok untuk Anda. Tapi, ingat, pili­han Anda akan memengaruhi penerbitan buku itu. Tentukan tempat untuk menulis. Anda butuh ruangan yang cukup lega, di mana Anda bisa menu­lis tanpa gangguan. Tempat itu harus bisa mengakomodir metode penulisan yang Anda pilih, cukup nyaman, dan ti­dak disertai banyak gangguan. Misalnya, kafe, kantor, atau perpustakaan. Sediakan kenya­manan.

Anda harus pastikan bahwa Anda takkan terganggu saat menulis. Karenanya, siapkan terlebih dulu segala yang Anda butuhkan. Beberapa orang pu­nya kebiasaan tertentu, yang harus siap tersedia saat mereka menulis, misalnya makanan fa­vorit atau duduk di kursi ter­tentu. Pastikan kebutuhan unik Anda terpenuhi sebelum Anda mulai menulis.

Selain beberapa langkah teknis diatas, untuk menjadi seorang penulis, maka guru dan dosen atau siapapun harus memiliki Master Mind. Master mind adalah sekumpulan orang yang memiliki hobi yang sama. Ingin menjadi penulis, maka bergabunglah dengan komu­nitas-komunitas penulis. Salah satu contoh komunitas penu­lis di Indonesia adalah Forum Lingkar Pena yang digagas oleh novelis Helvy Tiana Rosa. Selain itu guru dan dosen harus rajin mendatangi Sumber-sumber pustaka, seperti perpustakaan, toko buku, pameran buku dan internet jika perlu.

Selain itu menjadi seorang penulis juga bisa dimulai den­gan aktivitas copy the master. Copy the master adalah memba­ca buku-buku dari penulis yang kita kagumi. Dengan aktivitas ini, secara tidak sadar kita telah belajar menulis dengan meniru model dan gaya penulisannya. Copy the master bisa dimulai dengan cara menulis resensi buku yang kita baca. Terakhir, penulis hebat sekalipun pasti memiliki guru. Karena itu car­ilah guru ahli untuk bisa men­gajarkan teknik menulis. Belajar apapun sebaiknya dipandu oleh seorang guru yang memiliki ke­ahlian dibidangnya. Begitupun menulis.

Guru bisa mengajar, itu guru biasa. Guru rajin membaca, itu guru luar biasa. Guru bisa menulis, itu baru guru istime­wa. Selamat berusaha menjadi penulis, agar menjadi guru dan dosen istimewa. (*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================