BANYAK kisah di masa kenabian yang menÂceritakan tentang dicabutnya nikmat lantaran diremehkan, disia-siaÂkan dan tiada disyukuri. Pelaku kufur nikmat itu diberikan sanksi kehiduÂpan berupa ketidaknyÂamanan dan bahkan lebih dari itu. Bacalah kisah kaum teradzab dalam al-Qur’an dan al-Hadits.
Syukur itu bukan hanya masalah beruÂcap alhamdu lillaah, melainkan menyadari keberadaan nikmat itu, mengakui bahwa itu dari Allah, menjaga dan menghargainya sebaÂgai titipan Allah. Lebih dari itu, nikmat itu diÂgunakan untuk agama demi menggapai lebih banyak lagi nikmat yang lain yang berpuncak pada penggapaian ridla illahi.
Kegagalan bersyukur seringkali disebabkan karena arogansi diri, yang menganggap dirinya hebat serta merasa bisa hidup mandiri tanpa siapapun. Orang seperti ini biasanya pada akhÂirnya dijadikan sendirian betulan oleh Allah, tanpa apa dan siapa. “Kalau sudah tiada, baru merasa.†Demikian kata syair lagu. (*)