MENARIK untuk direnungkan pesan yang disampaiÂkan oleh Presiden Joko Widodo dalam peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-55 di Lapangan Kejaksaan Agung, Jakarta (22 Juli 2015). Presiden berpesan, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi merupakan suatu keniscayaan dalam sebuah negara. Akan tetapi, upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum sejatinÂya mendukung pembangunan nasional. Untuk itu, penÂegakan hukum diharapkan tidak membuat pemerintah daerah dan pelaku bisnis takut berinovasi sehingga pembangunan bisa lancar.
Tampaknya, pesan Presiden Jokowi ini sulit direalÂisasikan jika tidak ada kebijakan yang jelas. BerdasarÂkan data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, total dana anggaran pendapaÂtan dan belanja daerah seluruh kabupaten, kota dan provinsi yang mengendap per akhir Mei 2015 mencaÂpai Rp 255 triliun.
Dana tersebut bersumber dari dana transfer daeÂrah, pendapatan asli daerah, serta pendapatan lain seperti bantuan keuangan dan bagi hasil provinsi dan daerah lainnya. Ada pula hibah dan dana darurat. Dana pembangunan yang mengendap di daerah tersebut terÂjadi setiap tahun dengan nilai yang terus menggelemÂbung. Dampaknya adalah akan merampas hak masyaraÂkat terhadap pembangunan. Padahal, dana tersebut berasal dari pajak yang telah dibayarkan rakyat.
Daya Serap Stagnan
Dana mengendap senilai Rp 255 triliun itu jauh lebÂih besar jika dibandingkan dengan anggaran kesehatan, penanggulangan kemiskinan atau ketahanan pangan dalam APBN-P 2015 yang masing-masing alokasinya Rp 74,2 triliun, Rp 178,1 triliun dan Rp 118,1 triliun.
Dana yang mengendap itu juga melampui angÂgaran pembangunan transportasi perkotaan berbasis jalan rel dan kereta api selama lima tahun ke depan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah NasiÂonal 2015-2019 alokasinya hanya Rp 115 triliun.
Penyebab besarnya dana mengendap pada akhir Mei 2015 adalah karena daya serap anggaran pemerinÂtah daerah yang relatif stagnan, sementara penyaluran dana transfer semakin lancar. Apalagi, ada tambahan penyaluran dana desa. Ironisnya, 50 persen dana menÂgendap itu di simpan di bank pembangunan daerah dan sisanya tersebar di berbagai bank komersial. MayÂoritas dana disimpan dalam bentuk giro dan deposito, karena tidak melanggar undang-undang bahkan di akhir jatuh tempo akan mendapatkan bunga.