151215062023_pagasa_island_filipina_640x360_bbc_nocreditMANILA TODAY– Pengadilan arbitrase internasional akan mengumumkan keputusannya soal sengketa teritorial yang dia­jukan Filipina atas China pada 12 Juli mendatang. Keputusan ini akan menentukan klaim China terhadap perairan Laut China Selatan, LCS, yang diperkirakan kaya minyak.

Dalam pernyataan resmi Pengadilan Arbitrase Per­manen yang berbasis di Den Haag, Belanda, disebutkan bahwa pengumuman keputusan sengke­ta teritorial itu akan diumumkan pada tanggal 12 Juli pukul 11 siang waktu Den Haag. Pihak yang bersengketa dan negara-negara pengamat akan menerima email keputusan itu terlebih dahulu se­belum disiarkan ke publik.

Keputusan itu akan diambil dengan mempertimbangkan Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut, UNCLOS. Kasus ini diajukan oleh Filipina untuk menantang klaim China, yang mencapai hampir 90 persen, di Laut China Selatan den­gan sembilan garis putus-putus, atau ‹nine-dashed line.› Garis ini meliputi ratusan pulau, terumbu karang dan wilayah perairan yang tumpang tindih dengan Filipina, Taiwan, Malaysia, Brunei, Viet­nam dan Indonesia di Natuna.

Terkait pengumuman kepu­tusan ini, juru bicara Kemente­rian Luar Negeri China Hong Lei menyatakan langkah yang di­lakukan Manila melalui pengadi­lan itu bagaikan mencemooh hukum internasional.

Saya sekali lagi menekan­kan bahwa pengadilan arbitrase tidak memiliki yurisdiksi yang relevan dalam kasus ini, dan tidak harus menghasilkan kepu­tusan apapun,» katanya, dikutip dari Reuters.

Upaya unilateral Filipina terkait penyelesaian kasus di Laut China Selatan melalui [pen­gadilan] arbitrase bertentangan dengan hukum internasional,» ujar Hong. «Soal kasus sengketa wilayah dan perselisihan mar­itim, China tidak menerima pe­nyelesaian sengketa dari pihak ketiga dan tidak menerima pe­nyelesaian sengketa yang dipak­sakan kepada China,» ucapnya.

Kantor berita resmi Chi­na, Xinhua, melaporkan bahwa pengadilan itu «menyalahguna­kan hukum» terhadap «yurisdik­si yang dipersengketakan.» Xin­hua menyebut bahwa kasus ini hanya akan memperburuk sengketa. «Manila gagal untuk melihat bahwa [pengadilan] arbitrase tersebut hanya akan menimbulkan lebih banyak masalah di Laut China Selatan, yang tidak memberikan manfaat sedikit pun pada kepentingan berbagai pihak terkait, bunyi laporan Xinhua.

Kasus ini, menurut lapo­ran Xinhua, bahkan berisiko un­tuk lebih mempersulit masalah ini dengan memberikan kesan palsu kepada pihak yang berseng­keta bahwa mereka bisa menda­patkan keuntungan dengan sen­gaja menciptakan kekacauan.»

Sementara di Manila, sekretar­is komunikasi presiden Herminio Coloma Jr menyatakan Filipina «berharap adanya keputusan yang adil dan berkekuatan hukum un­tuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas di kawasan.

Filipina berpendapat bahwa klaim China di perairan dengan nilai perdagangan mencapai US$5 triliun itu melanggar Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan membatasi hak untuk mengek­sploitasi sumber daya dan daerah penangkapan ikan dalam zona ekonomi eksklusifnya.

Sekutu Filipina, Amerika Serikat, menyatakan men­dukung pengadilan itu dan mendesak adanya resolusi yang damai atas sengketa itu. «Kami mendukung resolusi damai sengketa di Laut China Selatan, termasuk penggunaan mekan­isme hukum internasional sep­erti arbitrase,» ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS Anna Richey-Allen.

Sebelumnya, AS sudah memperingatkan China agar tidak mengambil tindakan pro­vokatif tambahan menjelang keputusan pengadilan. AS juga telah memperingatkan China untuk tidak mendeklarasikan zona pertahanan udara di Laut China Selatan, seperti yang dilakukannya di Laut China Timur pada 2013 lalu.(Yuska Apitya/net)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================