Chevalier dijual dengan harga di kisaran Rp 900 ribu-1,2 juta un­tuk wanita dan Rp 1,650 juta-2,350 juta untuk pria. Sedangkan sepatu Cannes dijual dengan harga di kisa­ran Rp 600-700 ribu. Ia mampu memproduksi hingga 500 pasang sepatu perbulannya dari dua merek sepatu yang dijualnya.

“Kalau perbulan sendiri penjua­lan bisa 200 pasang, cuma kita per­nah itu sampai 500 pasang sebulan waktu ada order 1000 pasang,” un­gkap Egar.

Bahan baku yang diperolehnya didapat dari lokal maupun impor dari Amerika Serikat (AS). Kesuli­tan yang dihadapi saat ini menurut Egar adalah harus cerdas dalam mencari peluang dan mampu ber­saing dengan enterpreneur lain yang memiliki modal hingga ratu­san juta rupiah. Ia saat ini bekerja sama dengan 20 perajin sepatu lo­kal dan sudah memiliki 5-10 kary­awan.

BACA JUGA :  Cemilan Pedas dengan Tahu Gejrot yang Gurih Bikin Melek

“Karena ini pasar premium harus cerdas lihat peluang pasar bagaimana caranya gunakan uang yang tidak besar, sedangkan saya pasti berhadapan dengan mereka yang ada investor sampai ratusan juta bahkan miliaran untuk modal marketingnya nggak gampang. Saya harus cerdas bagaimana dengan bi­aya marketing Rp 10 juta bersaing dengan yang Rp 500 juta saya nge-push itu,” jelas Egar.

Sepatu-sepatu buatan Egar juga telah mampu menembus pasar in­ternasional seperti Eropa dan AS. Untuk pasar internasional ia mam­pu mengirim hingga 50 pasang se­tiap dua bulan.

“Ekspor kami sudah ke Eropa dan Amerika, rata-rata semua ben­ua tinggal Afrika sama Antartika saja yang belum. Order pertama itu dari Australia, dia beli lewat web ke­mudian bikin review, review-nya banyak yang lihat dari situ mulai banyak orderan dari luar datang,” tutur Egar.

BACA JUGA :  Bekal Sekolah dengan Sosis Dadar Nori yang Simple dan Sederhana

Ke depan ia berharap bisa men­embus pasar sepatu pernikahan karena dinilai belum ada penuual sepatu yang fokus ke pasar tersebut. Ia mengatakan akan terus berbisnis karena ingin terus berbagi kebaha­giaan dengan orang lain.

“Saya sih ingin ke depan lebih bagus lagi, kita mau masuk market sepatu wedding. Kalau dilihat di pa­meran-pameran pernikahan itu kan kebanyakan katering sama gaun, nah sepatu tuh belum ada makanya kita mau masuk ke situ,” tutup Egar.

(Yuska Apitya/dtkf )

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================