Memulai berbisnis memang bukan peÂkerjaan yang muÂdah, apalagi tidak memiliki pengalaman. Namun bagi Egar Putra Bahtera, berÂbisnis jadi tantangan untuk dirinya.
Berawal dari hobinya terhaÂdap sepatu kulit, ia memberaÂnikan diri memulai bisnis sepaÂtu kulit dan bertekad untuk menembus pasar sepatu kulit premium, yang memiliki harga di atas Rp 1 juta. Lewat merek Chevalier.
“Jadi begini, dulu mulai usÂaha Chevalier di 2011 awalnya suka sama sepatu kulit, saya pelajari lihat-lihat cari ke tiga perajin sampai ketemu yang paling pas kita kerja sama saya ajarin mereka, mereka juga
mengajar saya,†ujar Egar, kemarin. Menurutnya, peluang menembus pasar sepatu premium sangat besar saat ini, karena bisa dibilang belum banyak pebisnis lokal yang takut untuk masuk ke pasar sepatu kulit premium alasannya takut bersaing dengan merek luar.
“Chevalier mau fokus di pasar premium karena ada peluang beÂsar di situ. Untuk lokal yang masuk pasar premium masih sedikit yang ngisi bisa dibilang masih kosong nah kekosongan itu mau kita manfaatÂkan terlebih kan kaum menengah itu naik angkanya. Kalau kita lihat penjual sepatu lokal yang dari kulit paling mahal dijual Rp 500 ribu palÂing,†kata Egar.
Dengan modal Rp 10 juta, ia mencoba membuat 12 pasang sepatu laki-laki ke perajin dan muÂlai memasarkannnya, mulai dari kerja sama dengan salah satu foÂrum di internet dan juga ke teman-temannya.
“Modal awal Rp 10 juta itu unÂtuk bikin website, beli bahan baku pokoknya untuk start Chevalier, itu modal dari tabungan bisnis preorÂder baju sebelumnya dan juga meÂnyisihkan uang jajan coba buat 12 pasang sepatu laki-laki kita pasarÂkan di forum di internet itu 3 hari kita sudah bisa BEP (break event point/impas).
Ke teman juga sih cuma kalau pasarin ke teman suka dibilang cari untunglah atau apa lah, di forum itu yang cepat jualnya,†ujar pria luluÂsan Pertambangan ITB ini.
Saat ini Egar memiliki usaha lain selain Chevalier, yaitu Cannes, yang juga memproduksi sepatu kuÂlit dengan harga yang lebih rendah dibanding dengan Chevalier.
Chevalier dijual dengan harga di kisaran Rp 900 ribu-1,2 juta unÂtuk wanita dan Rp 1,650 juta-2,350 juta untuk pria. Sedangkan sepatu Cannes dijual dengan harga di kisaÂran Rp 600-700 ribu. Ia mampu memproduksi hingga 500 pasang sepatu perbulannya dari dua merek sepatu yang dijualnya.
“Kalau perbulan sendiri penjuaÂlan bisa 200 pasang, cuma kita perÂnah itu sampai 500 pasang sebulan waktu ada order 1000 pasang,†unÂgkap Egar.
Bahan baku yang diperolehnya didapat dari lokal maupun impor dari Amerika Serikat (AS). KesuliÂtan yang dihadapi saat ini menurut Egar adalah harus cerdas dalam mencari peluang dan mampu berÂsaing dengan enterpreneur lain yang memiliki modal hingga ratuÂsan juta rupiah. Ia saat ini bekerja sama dengan 20 perajin sepatu loÂkal dan sudah memiliki 5-10 karyÂawan.
“Karena ini pasar premium harus cerdas lihat peluang pasar bagaimana caranya gunakan uang yang tidak besar, sedangkan saya pasti berhadapan dengan mereka yang ada investor sampai ratusan juta bahkan miliaran untuk modal marketingnya nggak gampang. Saya harus cerdas bagaimana dengan biÂaya marketing Rp 10 juta bersaing dengan yang Rp 500 juta saya nge-push itu,†jelas Egar.
Sepatu-sepatu buatan Egar juga telah mampu menembus pasar inÂternasional seperti Eropa dan AS. Untuk pasar internasional ia mamÂpu mengirim hingga 50 pasang seÂtiap dua bulan.
“Ekspor kami sudah ke Eropa dan Amerika, rata-rata semua benÂua tinggal Afrika sama Antartika saja yang belum. Order pertama itu dari Australia, dia beli lewat web keÂmudian bikin review, review-nya banyak yang lihat dari situ mulai banyak orderan dari luar datang,†tutur Egar.
Ke depan ia berharap bisa menÂembus pasar sepatu pernikahan karena dinilai belum ada penuual sepatu yang fokus ke pasar tersebut. Ia mengatakan akan terus berbisnis karena ingin terus berbagi kebahaÂgiaan dengan orang lain.
“Saya sih ingin ke depan lebih bagus lagi, kita mau masuk market sepatu wedding. Kalau dilihat di paÂmeran-pameran pernikahan itu kan kebanyakan katering sama gaun, nah sepatu tuh belum ada makanya kita mau masuk ke situ,†tutup Egar.
(Yuska Apitya/dtkf )
Bagi Halaman