JAKARTA TODAY – Pemerintah menaikkan tarif cukai sebesar 13,46 % untuk jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM) dan terendah adalah sebesar 0 % untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB. Selain itu, kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54% dan kenaikan harga jual eceran (HJE) dengan rata-rata sebesar 12,26%. Ini artinya harga rokok tidak naik menjadi Rp 50.000/bungkus.

Landasan hukumnya adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor 147/PMK.010/2016.

“Kenaikan rata-rata tertimbang adalah sebesar 10,54%,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9/2016).

Hal utama yang menjadi pertimbangan kenaikan adalah pengendalian produksi, tenaga kerja, rokok ilegal, dan penerimaan cukai. Pemerintah menyadari bahwa rokok merugikan kesehatan masyarakat sehingga harus dibatasi. Hal ini sejalan dengan prinsip pengenaan cukai yaitu untuk mengendalikan konsumsi dan mengawasi peredaran.

Selain aspek kesehatan, pemerintah juga perlu memperhatikan aspek lain dari rokok, yaitu tenaga kerja, peredaran rokok ilegal, petani tembakau, dan penerimaan negara. Oleh karena itu, menurutnya seluruh aspek tersebut perlu dipertimbangkan secara komprehensif dan berimbang dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan harga dan cukai rokok. “Pertimbangan kenaikan adalah pengendalian produksi, tenaga kerja, rokok ilegal, dan penerimaan cukai,” terang Sri Mulyani.

BACA JUGA :  Kecelakaan Toyota Innova di Lampung Terjun ke Jurang

        Kebijakan tersebut tentunya memberikan pengaruh terhadap inflasi. “Dari kebijakan ini, maka inflasi akan tambah 0,23%,” terang Sri.
Pengaruh terhadap inflasi telah dipertimbangkan sejak sebelum penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017. Secara keseluruhan tahun, asumsi untuk inflasi adalah 4%.

        Sri Mulyani menambahkan, untuk dampak terhadap kemiskinan harus dikaji terlebih dahulu. Apalagi konsumsi rokok yang besar untuk masyarakat miskin. “Harusnya berpengaruh terhadap kemiskinan, tapi nanti saya cek dulu berapa angkanya,” tukasnya.

Sri menjelaskan, untuk menaikkan tarif cukai rokok mempertimbangkan banyak hal. Besaran yang diputuskan sekarang dinilai sudah maksimal. “Tahun lalu rata-rata tertimbang 11,33%, tahun ini 10,54%, turun sedikit dibandingkan tahun lalu. Tapi kenaikan dua tahun terakhir telah dianggap paling maksimal dilihat terhadap aspek penerimaan negara dan produksi,” ujarnya.

        Sri mengakui, kalau dilihat dari aspek kesehatan memang kenaikan tarif cukai bisa dikatakan kecil. Namun dalam penetapan tarif, harus melihat banyak aspek. “Kalau cuma dilihat dari satu aspek kesehatan misalnya naiknya lebih kecil, tapi kalau dari yang lainnya kan harus dilihat dan dipertimbangkan. Misalnya untuk penindakan rokok ilegal. Ini juga menjadi perhatian kami,” kata dia. “Dari kenaikan ini, ditargetkan sumbangan ke negara total sebesar Rp 149,8 triliun,” katanya.

BACA JUGA :  Lauk Sarapan Simple dengan Omelet Ayam dan Sayuran untuk Anak

        Sri juga menjelaskan, bahwa kontribusi cukai terhadap negara makin tahun semakin menurun. Terlihat untuk tahun 2014 kontribusi cukai terhadap penerimaan negara adalah sebesar 12,29%, tahun 2015 sebesar 11,68%, dan tahun 2016 sebesar 11,72%.

“Tren per tahun selalu menurun, dan ini tandanya baik, karena cukai bukan sumber penerimaan namun sebagai pengendalian konsumsi,” paparnya.

Sri Mulyani menambahkan dari penerimaan cukai rokok, ada pengembalian sebagian dana ke pemerintah daerah berupa dana alokasi kesehatan, atau dikenal dengan istilah earmarking. Di tahun 2014 dana earmarking sebesar 11,2 Triliun, tahun 2015 sebesar 15,14 Triliun, dan tahun 2016 diperkirakan sebesar 17 Triliun. “Adanya peningkatan pada jumlah dana yang dialokasikan, menunjukkan besarnya perhatian pemerintah terhadap aspek kesehatan. Disamping untuk kesehatan, dana tersebut juga diperuntukkan bagi persiapan pengalihan orang yang bekerja dalam industri rokok untuk beralih ke industri lain,” tandasnya.

        Hal yang senada juga disampaikan oleh Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi. Menurutnya, untuk tarif cukai dinaikkan sangat tinggi, hingga harganya Rp 50.000 per bungkus tentunya tidak mencakup semua aspek. “Kan tidak bisa begitu. Menentukan tarif itu semua sudah dihitung dan dipertimbangkan,” tandasnya.(Yuska Apitya) 

============================================================
============================================================
============================================================