Pekan Olahraga Nasional (PON) digelar dengan tujuan mencari bibit atlet berbakat. Melalui PON, cabang-cabang olahraga nasional menyeleksi atlet-atlet terbaik yang akan mewakili negeri ini dalam kompetisi multiajang di level internasional.

Akan tetapi, tujuan utama penyelenggaraan PON tersebut tidak selamanya dapat dicapai. Tidak jarang PON bergeser menjadi sarana mewadahi kepentingan di luar domain olahraga. PON, dalam level tertentu, misalnya, dapat berkembang menjadi ajang menonjolkan sentimen kedaerahan ataupun alat promosi keberhasilan kepala daerah. Berbagai cara tidak terpuji tak jarang dilakukan, misalnya bajak-membajak atlet antardaerah.

Dalam penyelenggaraan PON XIX di Jawa Barat yang berlangsung pada 17-29 September lalu, kesan semacam itu belum sepenuhnya dapat dihilangkan. Kita menyambut baik penyelenggaraan yang secara keseluruhan berlangsung aman dan tertib. Di luar kendala yang sempat berlangsung, kita tetap mengapresiasi lahirnya 89 rekor PON, 33 rekor nasional, 1 rekor SEA Games, 1 rekor Asia, dan 5 rekor dunia yang dilaporkan terjadi dalam multiajang tersebut. Akan tetapi, untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan PON berikutnya, sejumlah karut-marut tidak boleh kita lupakan.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Kita mencatat dalam perhelatan itu sempat terjadi tawuran antaratlet dan antarpendukung di gelanggang polo air. Dalam pertandingan tinju dan gulat, perselisihan antarofisial dan tawuran juga tak terhindarkan. Aksi mogok bertanding serta perubahan peraturan teknis dalam pertandingan ataupun perlombaan sejumlah cabang olahraga ikut pula mewarnai. Ada pula kabar atlet yang tak diurus pemerintah daerah mereka.

Jika insiden semacam itu masih saja berlangsung dalam PON yang akan datang, upaya memperbaiki prestasi olahraga kita yang belum menggembirakan di level Asia Tenggara, Asia, dan dunia niscaya sulit diwujudkan. Karena itu, kita ingin perilaku yang jauh dari sportivitas tersebut dapat dihilangkan.

Selain dapat meningkatkan sportivitas dan prestasi, kita juga berharap agar berakhirnya PON XIX tidak mengakhiri aktivitas penyelenggaraan di arena-arena baru olahraga di Jawa Barat. Pemprov harus kreatif menggagas kegiatan. Kita tidak mau fasilitas olahraga yang dibangun dengan biaya mahal itu telantar. Itu kita ingatkan benar mengingat hal semacam itu pernah terjadi dalam PON 2008 di Kalimantan Timur. Pascapenyelenggaraan PON, kompleks Stadion Utama Palaran, Samarinda, yang menjadi bekas gelanggang PON 2008, dibiarkan menjadi ‘rumah hantu’.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Kita juga menyambut baik penetapan PON 2020 di Papua. Dalam kaitan itu, kita melihat sisi lain olahraga sebagai media pemerataan pembangunan. PON di Papua tentu akan membuat wilayah itu membangun prasarana dan sarana baru. Pemprov Papua harus merencanakan PON 2020 dengan sebaik-baiknya. Pembangunan arena baru olahraga tidak boleh dengan sistem kebut mendekati waktu penyelenggaraan. Apalagi mengingat multiajang itu bakal digelar di lima kota terpisah.
Tujuan utama PON ialah menjadi ajang atlet untuk berkompetisi meraih catatan prestasi terbaik. Di luar itu, kita ingin agar ajang tersebut ikut memacu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan di daerah. Itulah peningkatan kualitas dari multiajang yang harus kita wujudkan.(*)

 

============================================================
============================================================
============================================================