JAKARTA TODAY- Ditjen Imigrasi mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap Setya Novanto. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai pihak KPK memiliki dasar kuat untuk melakukan pencegahan.

“Itu tentu artinya penyidik mempunyai atau jaksa mempunyai hak karena punya kekhawatiran itu, dan tentu pihak kejaksaan (jaksa) sudah punya bukti-bukti permulaan yang cukup kuat untuk mencekal seseorang,” kata JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2017).

JK menyebut proses pencegahan terhadap seseorang adalah yang biasa. Biasanya, seseorang dicegah agar tidak melarikan diri, dapat hadir di persidangan, atau tidak menghilangkan barang bukti. “Tapi itu kan tahap yang masih katakanlah lebih ringan kalau dibanding ditahan. Tapi itu tentu artinya penyidik mempunyai atau jaksa mempunyai hak karena punya kekhawatiran itu,” terangnya.

“Ini proses hukum kita tunggu saja selanjutnya. Ini kewenangan KPK yang mungkin sudah sangat yakin punya bukti-bukti yang kuat sehingga yang bersangkutan dicekal,” sambung JK.

Novanto dicegah ke luar negeri dengan proses penyidikan kasus korupsi e-KTP dengan tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong. Permintaan cegah itu dilakukan lantaran keterangan Novanto diperlukan KPK. “Setya Novanto dicegah ke luar negeri untuk 6 bulan ke depan, terhitung sejak kemarin. Pencegahan dilakukan dalam penyidikan kasus e-KTP untuk tersangka AA (Andi Agustinus),” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.

BACA JUGA :  Menu Makan Siang dengan Sayap Ayam Goreng Saus Asam Pedas yang Lezat dan Nikmat

Febri menyebut pencegahan diajukan karena KPK merasa Novanto dibutuhkan keterangannya terkait kasus itu. Dengan pencegahan itu, KPK akan lebih mudah meminta keterangan Novanto. “Saksi yang dicegah tentu dibutuhkan keterangannya. Dan untuk mengefektifkan penyidikan agar saat akan diperiksa sedang berada di Indonesia,” ujar Febri.

“Tentu apapun yang diputuskan saya sangat memberikan dukungan atas proses hukum yang berlaku di Indonesia,” kata Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2017).

Ia mengaku siap jika KPK memerlukan keterangannya. Sekalipun dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) disebutkan bahwa pemanggilan anggota Dewan harus melalui izin Presiden.

“Saya siap kapan pun diundang atau dipanggil KPK karena ini proses hukum yang harus saya patuhi. Saya setiap saat selalu siap diundang,” tutur Ketua Umum Partai Golkar itu. “Saya harapkan ini bisa secara tuntas bisa selesai dengan sebaik-baiknya. Dan saya akan dengan sabar untuk bisa melakukan apa yang saya ketahui, apa yang saya dengar dan apa yang saya lakukan,” sambungnya.

BACA JUGA :  Penemuan Mayat ODGJ Pria di Halaman Masjid Caringin

Dalam dakwaan bagi dua terdakwa kasus e-KTP, Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun. Novanto diduga menjadi pendorong disetujuinya anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun. Untuk merealisasikan fee kepada anggota DPR, pengusaha Andi Agustinus membuat kesepakatan dengan Novanto, Anas Urbaningrum, dan M Nazaruddin, tentang rencana penggunaan anggaran.

Kesepakatannya, sebesar 51 persen anggaran, atau sejumlah Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belaja rill proyek. Sementara, sisanya sebesar 49 persen atau sejumlah Rp 2,5 triliun akan dibagikan kepada pejabat Kemendagri 7 persen, dan anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen.

Selain itu, kepada Setya Novanto dan Andi sebesar 11 persen, atau senilai Rp 574.200.000.000. Selain itu, kepada Anas dan Nazaruddin sebesar 11 persen. Kemudian, sisa 15 persen akan diberikan sebagai keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan. Novanto dalam berbagai kesempatan membantah terlibat kasus tersebut.(Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================