JAKARTA TODAY- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan neraca perdagangan Indonesia kembali surplus sebesar US$1,72 miliar Agustus lalu, setelah defisit US$270 juta pada Juli 2017 karena nilai impor yang melonjak tinggi.

Secara tahun berjalan (year to date/ytd), neraca perdagagan Januari-Agustus 2017 surplus US$9,11 miliar atau lebih tinggi dibandingkan Januari-Agustus 2016.

“Surplus ini merupakan yang terbesar sejak 2012, karena ekspor naik dan impor turun,” ujar Kepala BPS Suhariyanto atau yang akrab disapa Ketjuk, Jumat (15/9).

Ketjuk mengatakan, surplus terjadi lantaran nilai ekspor sebesar US$15,21 miliar atawa meningkat sekitar 11,73 persen dibandingkan Juli dan impor turun 2,88 persen menjadi US$13,39 miliar.

BACA JUGA :  Kecelakaan Maut di Jatim, Moge Tabrak Minibus di Jalur Pantura Probolinggo

Kenaikan ekspor berasal dari peningkatan nilai ekspor minyak dan gas bumi (migas) menjadi US$1,28 miliar dari US$1,17 miliar dan ekspor non migas menjadi US$13,93 miliar dari US$12,45 miliar.

“Ada beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga , seperti batu bara, minyak kelapa sawit, minyak karnel, karet, tembaga, dan nikel,” imbuhnya.

Sedangkan impor mengalami penurunan, yaitu sektor migas turun 10,16 persen dari US$1,78 menjadi US$1,46 miliar dan sektor non migas turun 4,8 persen dari US$12,11 miliar menjadi US$11,53 miliar.

“Kalau dibandingkan dengan bulan sebelumnya, menurun secara bulanan, baik untuk migas dan non migas. Tapi, masih ada kenaikan secara tahunan, untuk migas dan non migas juga,” kata Ketjuk.

BACA JUGA :  Pj Gubernur Jawa Barat Pimpin Upacara Hardiknas di Kota Bogor


Berdasarkan penggunaan barang, impor barang konsumsi turun 9,39 persen menjadi US$1,2 miliar, impor barang baku/penolong turun 3,47 persen menjadi US$10,07 miliar, dan impor barang modal turun 5,95 persen menjadi US$2,22 miliar.

Adapun perdagangan Indonesia mengalami surplus dari India sebesar US$6,67 miliar, Amerika Serikat (AS) US$6,32 miliar, dan Belanda US$2,1 miliar. Sedangkan perdagangan defisit dari China minus US$9,19 miliar, Thailand minus US$2,53 miliar, dan Australia minus US$2,14 miliar. (Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================