Oleh : Alfian Mujani (Head Corporate Communication and Government Relations PT Sentul City Tbk)

Secara perlahan tapi pasti. Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Saat ini sudah mendekati angka 4.000. Dibanding dengan negara-negara lain, Indonesia tergolong negara yang paling lambat dalam hal pertumbuhan jumlah orang yang terinfeksi.

Bandingkan dengan Amerika Serikat, misalnya, jumlah kasus Covid-19 sudah tembus 502.876 kasus, meninggal 18.747, sembuh 27.314 orang. Spanyol total kasus 158.273, meninggal 16.081, sembuh 55.668 orang, Itali 147.577 kasus, sembuh 18.849 orang. Amerika dan negara-negara Eropa ini dianggap paling siap mengatasi pandemic Coronavirus. Bahkan AS berada di peringkat satu negara paling siap mengantisipasi serangan mahluk tak kasat mata ini. Indonesia sendiri menempati ranking ke-30.

Para analis menduga, kecilnya kasus terinfeksi Coronavirus di Indonesia kemungkinannya karena tiga hal; Pertama, bangsa Indonesia berhasil mengantisipasi penyebaran virus; Kedua, karena iklim tropis membuat Coronavirus tak bisa bertahan lama hidup; Ketiga, karena terlalu sedikitnya jumlah orang yang menjalani tes Covid-19. Cari sendiri jawabannya. Tulisan ini tidak akan membahas itu. Tetapi akan melanjutkan sisi positif akibat wabah Coronavirus ini.

Pada bagian Sembilan, mentor jurnalistik investigative saya menyebutkan bahwa hikmah di balik wabah yang menakutkan itu adalah banyak pihak, termasuk pemerintah bisa mengeluarkan banyak sekali uang untuk kaum miskin tanpa dihambat birokrasi. Sahabat dunia maya saya, mahasiswa Pascasarjana Nasional University of Singapura secara berseloroh mengatakan bahwa pandemic Covid-19 ini benar-benar pro rakyat miskin.

Faktanya memang begitu. Negara menggelontorkan dana puluhan triliun untuk membantu masyarakat yang mengalami kesulitan akibat terpapar Coronavirus. Kepala daerah, gubernur dan bupati/walikota, tampak berlomba-lomba membantu warganya yang mengalami kesulitan di tengah wabah. Begitu juga banyak bermunculan orang-orang kaya yang tiba-tiba menjadi dermawan dan rajin berbagi dengan warga lain yang membutuhkan bantuan pangan dan uang.

Sepuluh, Coronavirus membuka mata dan hati kita bahwa petugas kesehatan jauh lebih berharga dibanding mega atlet dan bintang hiburan terkenal. Para perawat yang sebelum merebaknya wabah Coronavirus sering dipandang sebelah mata, kini menempati deretan orang-orang yang paling dicari dan dibutuhkan. Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan menyediakan kamar hotel berbintang lima untuk tempat beristirahat para perawat dan dokter yang kini berada di garis terdepan perang melawan Coronavirus.

BACA JUGA :  7 Tips Menetralisir Tubuh usai Makan yang Bersantan saat Lebaran

Sebelas, minyak tak ada harganya dalam masyarakat yang tidak rakus berkonsumsi. Tingkat konsumsi masyarakat terhadap minyak turun drastis. Wabah Coronavirus telah memaksa semua pekerja industri untuk berhenti bekerja. Pabrik-pabrik dan industri besar berhenti berproduksi, perusahaan-perusahaan besar melarang pekerjanya pergi ke kantor, dan para aparat pemerintahpun masuk kerja secara bergiliran.

Duabelas, Coronavirus juga telah mengajari kita untuk merasakan apa yang dialami hewan-hewan di kebun binatang. Mereka tak bisa keluyuran dan tak bisa makan sembarangan sesuka-suka mereka. Seperti halnya kita—atas nama keselamatan bersama—harus tinggal di rumah, di sangkar kita masing-masing. Stay at home.

Tigabelas, Coronavirus ternyata membuat bumi mampu menyegarkan diri lebih cepat tanpa diganggu manusia. Polusi udara dan produksi sampah yang sangat merusak bumi, jauh berkurang. Belum ada yang mengukur, berapa kadar polusi udara di kota-kota besar di dunia setelah umat manusia dipaksa mengkarantina di rumah masing-masing. Tetapi bisa dipastikan udara di kota-kota besar terasa lebih segar dan jauh dari polusi berlebihan.

Empatbelas, Coronavirus mengajari kita tetap produktif walaupun tak bisa masuk kantor seperti biasanya. Faktanya, sebagian besar orang sanggup bekerja dari rumah. Awalnya banyak yang menggerutu. Alasannya lebih pada hal sepele, tak kuat mendengar omelan istri atau suami. Tetapi lepas dua pekan bekerja di rumah, menjadi terbiasa.

Limabelas, gegara Coronavirus kita dan anak-anak bisa hidup tanpa makanan siap saji, junk food. Bukan hanya menghindari junk food, tetapi kita selalu berusaha memakan makanan yang sehat dan bebas pengawet demi mempertahankan daya tahan tubuh. Supaya kebal virus.

Enambelas, gegara Coronavirus juga narapidana untuk kejahatan kecil bisa dibebaskan. Boleh jadi, mereka yang sempat jadi korban salah tangkap akhirnya memperoleh keadilan. Semoga para koruptor kakap dan bandar narkoba tidak dibebaskan dengan alasan Coronavirus.

Tujuhbelas, Coronavirus juga mengajari kita bahwa menjalani cara hidup sehat itu tidak sulit. Virus mematikan yang tak terlihat itu mendorong kita untuk secara sukarela hidup teratur dan disiplin ketat dalam mengatur pola makan, istirahat dan bekerja secara seimbang.

Delapanbelas, Coronavirus mengajari kaum lelaki untuk lebih kreatif dan terampil dalam memasak. Dengan jam terbangnya yang sangat panjang menjelajahi makanan-makanan enak di berbagai tempat tanpa sepengetahuan istrinya, kaum lelaki memiliki imajinasi yang cukup baik tentang makanan enak. Ternyata memang bukan hanya perempuan yang harus bisa masak. Bahwa sekarang jarang ada lelaki yang mau memasak, karena tidak ada tantangan.

BACA JUGA :  Agam Sumbat Diguncang Gempa M 4,4

Sembilanbelas, Coronavirus telah menunjukkan kepada kita betapa banyak sekali orang baik di dunia ini. Di berbagai belahan bumi, orang bahu membahu saling membantu, saling peduli, dan saling berempati nyaris tanpa pamrih.

Duapuluh, Coronavirus juga memberikan imajinasi bahwa jika membangun lebih banyak sekolah dan menggratiskannya, kita tak perlu membangun terlalu banyak rumah sakit dan mungkin juga penjara. Tragedi apapun, bencana macam apapun pendidikan sebagai gerbang ilmu pengetahuan tetap sangat penting. Coronavirus tak bisa menghentikan doktrin maha penting: ‘’Terus belajarlah hingga kita masuk lubang lahat.’’

Duapuluh satu, Coronavirus telah menyadarkan kita bahwa tak semua media itu jujur. Ada juga media yang suka bohong dan mau untung saja. Media seperti ini sering kali kehilangan sensitifitas atas penderitaan dan kesulitan yang tengah mendera masyarakat.

Duapuluh dua, Coronavirus telah menyentak kesadaran kita semua bahwa ketenaran, kekayaan dan jabatan itu semu belaka. Begitu juga perhiasan dan segala barang bermerek yang kita beli. Siapa yang memakainya sekarang? Saya melihat seorang teman yang biasa mengenakan jam tangan Rolex seharga Rp 375 juta, kini tak pernah dipakai lagi karena bikin ribet. Setiap kali habis dipakai dan akan dipakai harus disempor disinfektan. Sungguh kejam, jam begitu mahal dimandikan air racun pembunuh virus.

Duapuluh tiga; Membantu orang lain itu menyenangkan. Coronavirus telah menggaid alam bawah sadar kita untuk kembali ke fitrah manusia yang lahir dalam keadaan sangat baik, bersih dan suci. Selama bertahun-tahun kita diberitahu oleh para guru bahwa membantu orang itu sangat menyenangkan. Tapi kita jarang atau bahkan tak pernah melakukannya. Gegara Coronavirus kita memiliki kesalihan sosial yang luar biasa dan gemar membantu orang.

Duapuluh empat; Coronavirus memberi pelajaran penting kepada kita semua bahwa menolong orang lain itu tidak sesulit yang kita bayangkan. Pada musim pandemic Covid-19 ini, menolong tetangga yang kehabisan garam saja sudah dianggap luar biasa. Mungkin pembantu rumah sebelah sudah menganggap kita sebagai penyelamat rumah tangga majikannya. Mereka tak jadi bertengkar gegara sayur asam kurang garam.

Duapuluh lima; Kesehatan memang harta sejati umat manusia. (*)

============================================================
============================================================
============================================================