BOGOR TODAY – Kujang merupakan senjata tradisional di wilayah Pasundan, Jawa Barat yang kini sudah jarang digunakan baik sebagai perkakas, senjata maupun pusaka. Masyarakat Jawa Barat hanya menjadikannya sebagai simbol identitas, sebagaimana terdapat dalam lambang pemerintah Provinsi Jawa Barat dan juga tugu yang menjadi kebanggan warga Kota Bogor. Tak heran, jika di masa kini nyaris tiada lagi yang tersisa, Guru Teupa pembuat kujang di Jawa Barat. Wahyu Affandi Suradinata atau lebih akrab disapa Ki Wahyu adalah salah satu yang tersisa. Bermula dari kesenangan pribadi, lama-lama menjadi profesi yang mendatangkan sumber rezeki. Mengawali membuat kujang di tahun 1995 karena hobi. Saat itu, ia bekerja sebagai guru honorer di beberapa STM (SMK) swasta yang ada di Bogor. Waktu luang atau liburan, ia manfaatkan untuk membuat kujang di bengkel tempatnya mengajar. Kujang-kujang hasil buatan Ki Wahyu itu, lantas hanya diberikan kepada teman-temannya, jika ada yang memintanya. Tanpa imbalan sepeser pun. “Karena saya senang, saya bikin kujang. Setelah jadi diminta teman, sama tokoh, ya saya kasihin saja,” ujar Ki Wahyu saat ditemui di bengkel teupanya di Ja­lan Parungben­teng RT 04/01 No. 120 Ke­lurahan Kat­ulampa, Kota Bogor, Jumat (23/10/2020). Menurutnya, kujang merupakan warisan leluhur suku Sunda yang harus dilestarikan. Musababnya pada zaman modern ini masyarakat terutama generasi muda yang notabene keturunan suka Sunda sendiri banyak yang tidak mengenal kujang. Perjalanan Ki Wahyu dalam membuat kujang memang tidak terlepas dari peran Anis Djatisunda, yang dianggap sebagai guru oleh Abah Wahyu. Anis Djatisunda ini adalah seorang budayawan. Ia mengerti semua masalah kesundaan. Baik itu kesenian maupun kebudayaan. Ceritanya, Anis Djatisunda mempunyai guru yaitu Raden Mohtar Kala, yang menyalin naskah-naskah kuno Pantun Bogor ke dalam tulisan tangan. Selanjutnya, oleh Anis Djatisunda bersama dengan murid Raden Mohtar lainnya, yaitu R Saleh Danasasmita, tulisan tangan itu lantas diketik dan dibukukan. “Dari Pantun Bogor itulah banyak diinformasikan tentang kujang. Mulai dari bagaimana bikinnya, berapa jenis, dan sebagainya,” kata pria kelahiran Bandung, 70 silam itu. Setelah tahun 2000, mulai ada teman, kerabat, maupun tokoh yang memberi imbalan uang sesuai kemampuan mereka jika tertarik dengan kujang-kujang karya Abah Wahyu. Tapi, saat itu ia sama sekali tidak menentukan harga. “Ditegur oleh guru. Jangan begitu. Ini bikinnya susah. Kalau ada yang perlu minta ganti, upahnya berapa, tenaganya,” ujar Ki Wahyu menirukan saran gurunya waktu itu.
BACA JUGA :  Resep Membuat Semur Daging dan Kentang untuk Menu Andalan Keluarga
============================================================
============================================================
============================================================