BOGOR TODAY – Kasus dugaan menghalang-halangi atau menghambat tugas Satgas COVID-19 terkait hasil swab tes Habib Rizieq Shihab (HRS) yang diduga dirahasiakan pihak RS Ummi Bogor terus didalami pihak kepolisian. Hingga kini, Polresta Bogor Kota sudah memanggil puluhan saksi . Pemanggilan itu, dimulai dari Ketua Satgas COVID-19 Kota Bogor Bima Arya, Kepala Dinas Kesehatan Kota Sri Nowo Retno, direksi RS Ummi dan juga dokter hingga petugas keamanan RS Ummi. Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Hendri Fiuser mengatakan, selama empat hari (Senin-Kamis, red) pihaknya sudah melakukan pemanggilan terhadap 20 saksi untuk diperiksa dan dimintai keterangan terkait laporan Satgas COVID-19 Kota Bogor, yang diduga telah mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari pihak RS Ummi yang terkesan menutupi hasil swab test HRS. “Kita sudah memeriksa lebih kurang 20 orang, saya belum pasti kalau misalkan hasil pemeriksaan ya kita panggil untuk melengkapi berkas-berkas. Jadi total pemeriksaan dari hari senin sampai sekarang ada 20 orang,” kata Hendri kepada wartawan di Mako Polresta Bogor Kota, Kamis (3/12/2020). Meski sudah memanggil puluhan saksi, pihak kepolisian belum bisa memastikan siapa yang ditetapkan sebagai tersangka karena masih mengumpulkan sejumlah data. Kendati demikian, pihaknya akan mengumumkan tersangka setelah pemeriksaan ini naik ke tahap sidik pada pekan depan. “Ya, nantikan Senin pekan depan mekanismenya hasil pemeriksaan ini semua akan dibuat resume oleh penyidik, intisari jawaban-jawaban itu kemudian akan dilakukan gelar perkara untuk naik ke tingkat penyidikan, itu akan dilakukan oleh tim Bareskrim, tim dari reskrim hukum Polda Jawa Barat dan dari satreskrim polresta Bogor Kota. Setelah naik ke tahap sidik tentu nanti akan ada siapa yang menjadi tersangka,” bebernya. Lanjut Hendri, kasus ini akan terus dikembangkan karena laporan Satgas Covid tidak bisa dicabut. Menurutnya, kasus ini merupakan delik pidana, bukan delik aduan seperti kasus-kasus perzinahan, kekerasan dan penipuan yang bisa saja dicabut dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. “Pencabutan kita melihat kepada aturan saja. Aturannya kan bukan delik aduan, teman-teman media tahu delik aduan tuh kasus-kasus perjinahan, kekerasan dalam rumah tangga, kemudian seperti penipuan itu harus ada laporan. Tapi kalau delik pidana ini aturan hukum yang berlaku di kita tidak bisa di cabut. Jadi aturan di kita sudah mengatur itu,” ungkapnya. (Heri)
BACA JUGA :  Halalbihalal IWAPI Kota Bogor, Hery Antasari: Ciptakan Pengusaha Tangguh
Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================