BOGOR TODAY – Lahan seluas kurang lebih 6000 meter persegi di RW01, Kelurahan Bojongkerta, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor yang dijadikan tempat relokasi mandiri oleh warga terdampak proyek kereta api double track jurusan Bogor-Sukabumi masih kosong. Hal itu dikarenakan, sejumlah warga terdampak double track hingga kini belum mendapat uang kerohiman dari PT KAI, sehingga belum bisa membangun rumah secara mandiri. Pantauan di lapangan pada Rabu (16/12) siang, terlihat baru sekitar 6 rumah yang sedang proses pembangunan. Selain itu, dilokasi tersebut masih jauh kata sempurna untuk dihuni karena belum dilengkapi fasilitas, seperti akses jalan yang belum diperbaiki, belum adanya PJU dan lain sebagainya. Belum adanya fasilitas tersebut, warga Kelurahan Batu Tulis yang merupakan salah satu warga terdampak double track di Kecamatan Bogor Selatan menyampaikan aspirasinya kepada Anggota DPRD Kota Bogor Komisi 2, Mardiyanto saat reses dewan di tempat relokasi mandiri, di RW01, Kelurahan Bojongkerta, Rabu (16/12/2020). Dihadapan warga terdampak double track, Mardiyanto, menyampaikan bahwa DPRD Kota Bogor akan terus mendorong aspirasi masyarakat. Menurutnya, warga terdampak double track ini harus mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, terlebih mereka yang mendapat program bantuan seperti bansos, PKH dan BPJS PBI. “Saya mengingatkan bahwa dampak dari double track ini belum selesai. Ini salah satu bentuk peringatan kembali kepada Pemkot Bogor agar senantiasa memberikan perhatian khusus kepada warga yang terkena dampak, karena ketika terdampak ini pasti akan pindah dan ketika pindah maka segala sesuatunya akan melekat. Jadi, diperlukan sinkronisasi data dan waktu yang tidak boleh dibatasi dalam realisasinya, yaitu memutasi domisili serta program-program warga terdampak tersebut,” kata Mardiyanto. Politisi PKS ini pun kembali mengingatkan terkait 7 poin fasilitas yang dulu sempat diutarakan oleh mantan Sekda Kota Bogor, Ade Sarip. Dimana tujuh poin itu diantaranya, peningkatan jalan atau pengaspalan, pematangan lahan, penyediaan jaringan air bersih bersih (PDAM), bantuan pasang baru listrik PLN, penerangan jalan umum (PJU), IMB dan penerbitan sertifikat lahan. “Sebagaimana kita ketahui bahwa pemasukan anggaran daerah dari sektor pajak, kedua tertinggi masih diperoleh dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Di samping itu, dengan adanya pemberian fasilitas tersebut justru nantinya akan kembali lagi ke pendapatan daerah, serta memberikan penghasilan lain, seperti keselamatan dan kesehatan warga,” jelasnya. Bukan itu saja, demi menjalin harmonisasi program dan hubungan sosial kemasyarakatan dengan warga setempat (RW1), ada beberapa program yang bisa dikoneksikan seperti drainase dan septic tank komunal serta RTLH. “Dana kerohiman yang didapatkan warga itu hanya untuk membeli lahan, tidak cukup untuk membangun. Sehingga, di sini diperlukan keberpihakan dari Pemkot dalam realisasi program RTLH (Rumah Tidak Layak Huni) kepada warga terdampak,” pungkasnya. (Heri) Bagi Halaman
BACA JUGA :  Pemkot Bogor Terus Gencarkan Program Stunting, Potensi Keluarga Risiko Masih Ada
======================================
======================================
======================================