Pemkot Masih Mengkaji

Dunia pendidikan masih berjalan cukup stagnan selama pandemi Covid19. Meski begitu, harapan untuk pembelajaran tatap muka di sekolah terus mencuat, karena kejenuhan orang tua menemani anak-anak belajar di rumah.

Peluang untuk menjalankan kembali sistem pendidikan normal pada tahun depan masih terus dikaji. Pemerintah kota (pemkot) Bogor juga tak ingin gegabah membuka sekolah kembali di tengah peningkatan kasus-kasus Covid-19, yang masih merajalela. Bahkan, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim menerangkan, status Kota Bogor juga terancam menjadi zona merah kembali. Lantaran jumlah pasien di rumah sakit sudah membeludak. Dedie menyebutkan, angka okupansi rumah sakit saat ini naik drastis menyentuh angka 70 persen. Jika terus belanjut, batas okupansi itu bisa kembali membuat.

Kota Bogor dalam status zona merah

Baginya, membuka pembelajaran tatap muka di sekolah harus dipikirkan secara matang-matang. Apalagi, selama ini peningkatan kasus Covid-19 di Kota Bogor cenderung meningkat tajam. Hanya dalam waktu tiga minggu, data dari Gugus Tugasnya merangkum hingga total 538 kasus. “Menariknya, ketika data ini kita breakdown, ada empat kasus yang timbul dari pertemuan di sekolah. Padahal secara resmi pemerintah belum memberikan instruksi untuk membuka sekolah-sekolah,” beber jebolan magister dari Jurusan Administrasi/Kebijakan Publik FISIP UI ini. PJJ memang biasanya diselingi dengan pertemuan di sekolah dalam jumlah terbatas. Hanya saja, tak ada kegiatan belajar mengajar selayaknya kurikulum normal. Beberapa sekolah hanya mengumpulkan tugas peserta didik karena tak semua orang tua memahami sambungan secara online. Menurut dia, hasil dari data itu harus diperhatikan dengan mata terbuka. Artinya, belajar tatap muka harus dipersiapkan secara matang agar tidak mengorbankan anak-anak maupun guru di dunia pendidikan. Ia mencemaskan, pembukaan sekolah justru mendorong peningkatan kasus yang lebih tajam. Bisa saja penularan masif terjadi hanya dalam waktu seminggu. Sebagaimana hal yang terjadi di luar negeri, seperti Prancis dan Korea. “Ini harus disikapi dengan bijaklah bahwa semua orang terbebani, anak-anak tidak sekolah karena ada di rumah, bahwa nanti ada lost generation, dan semacamnya, saya pikir yang seharusnya adalah bagaimana justru selama ini menyelamatkan generasi muda kita supaya tidak terpapar wabah global ini,” tegasnya. Kendati demikian, kondisi itu bukan berarti akan berlangsung secara terus-menerus. Dedie yakin, harapan masih ada. Apalagi, pemerintah juga tengah menyiapkan vaksin sebagai salah satu solusi jangka panjang. Jika vaksin bisa terlaksana dan menunjukkan hasil yang baik, tentu saja pembelajaran tatap muka bisa terlaksana pada tahun depan. Hal itu dibenarkan Anggota DPRD Kota Bogor, Safrudim Bima. Ia mendukung langkah pemerintah dalam mempertahankan belajar di rumah selama kondisi pandemi belum mereda. Angka kasus yang terus meningkat menjadi alasan kuat untuk menjaga keselamatan peserta didik maupun unsur dari satuan pendidikan. “Kejenuhan orang tua itulah realitas yang dihadapi. Bukan cuma persoalan pendidikan yang terdampak pandemi. Ekonomi juga goncang. Karena realitasnya begitu, ya kita harus berkompromi. Kalau ada masalah (dengan dibukanya kembali sekolah), guru adalah orang yang paling terpojok,” tandas politikus asal PAN ini. Ia menilai, kondisi yang ada justru seharusnya menjadi tantangan. Ia mafhum dengan PJJ, pendidikan bakal kehilangan ruhnya. Lantaran belajar daring hanya membuat pelajar memahami materi dengan basis transfer of knowledge. Sedangkan, pesan emosi dan batin tidak tersampaikan dengan baik.
============================================================
============================================================
============================================================