Mengenal Stadion Pajajaran Tempo Dulu yang Terkenal Sebagai Lapangan Pacuan Kuda
Mengenal Stadion Pajajaran Tempo Dulu yang Terkenal Sebagai Lapangan Pacuan Kuda

BOGOR-TODAY.COM, BOGOR – Lapangan sepak bola atau stadion Pajajaran yang berada di kawasan Tanah Sareal pada zaman dahulu merupakan bekas lapangan pacuan kuda di masa Hindia Belanda.

Melansir sejarahbogor.com, Kamis (14/10/2021) konon lapangan tersebut sudah ada sejak tahun 1853 dan digunakan oleh kaum sosialita Belanda yang tergabung dalam Buitenzorgsche Wedloop Societeit yang dipimpin oleh seorang tuan tanah yang tersohor yaitu  FHC van Motman.

Mereka ini memiliki hobi yang sama yaitu berkuda.  Para sosialita inilah yang kemudian meminta jatah tanah kosong di samping kantor residen Buitenzorg kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda Mr. A. J. Duymaer van Twist. Pada tahun 1873, dibangunlah gedung societeit te Buitenzorg yang kelak difungsikan untuk berbagai macam acara, atau sebut saja gedung serba guna.

Biasanya pula, setiap setahun sekali klub berkuda ini akan menggelar hajatan besar yang berupa lomba pacuan kuda yang diikuti oleh peserta dari berbagai daerah di Hindia Belanda saat itu (sebutan Indonesia waktu masih dijajah Belanda).

Menariknya, lomba besar ini diikuti juga oleh kalangan elite Belanda yang terdiri dari pejabat pemerintah dan juragan perkebunan seperti A.W.Holle (pemilik perkebunan Parakan Salak), E.J.Kerkhoven (pemilik perkebunan Sinagar), dan Van Motman (Pemilik Landhuis Dramaga).

Adapun dari kalangan pribumi diikuti oleh orang-orang terpandang mulai dari camat, wedana, jaksa, patih, maupun bupati. Selain itu, ada juga dari kalangan Tionghoa seperti Khouw Kim Tjiang (Luitenant der Chineezen te Buitenzorg).

Para penontonnya selain dari kalangan masyarakat Bogor pada umumnya, juga kalangan bangsawan, guru-guru, termasuk juga pejabat pemerintah dan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda sendiri yang menyempatkan diri untuk ikut menonton.

BACA JUGA :  Penemuan Mayat Bayi di Sungai Ngelo Jepara, Pelaku Pembuang Masih Diburu

Seiring menurunnya minat orang-orang Belanda terhadap olah raga berkuda ini, Lapangan Pacuan Kuda Tanah Sareal kemudian lebih banyak digunakan sebagai ajang berlatih berkuda dan dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk berlatih atau sekedar berlomba kecil-kecilan.

Pada tahun 1942 atau setelah kedatangan tentara Jepang menguasai Nusantara. Lapangan balapan kuda ini dialih fungsikan menjadi tempat penyimpanan mobil-mobil rongsokan dan besi-besi tua.

Baru di era setelah kemerdekaan, yaitu sekitar tahun 1964 s/d 1967, lapangan balap kuda di Tanah Sareal ini kembali ramai dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menjajal kemampuan kuda rawatannya.

Pada masa-masa tersebut, jadwal kegiatan balapan kuda di Kota Bogor sangat padat. Tidak hanya even lokal saja tapi juga nasional dengan peserta yang berasal dari berbagai daerah mulai dari Bandung, Manado, Sumbawa, Sumatera Utara, Padang, dan kota-kota lain di Indonesia.

Semaraknya acara balapan kuda tersebut didukung pula oleh sang Walikota Bogor saat itu yaitu Bapak Achmad Sham yang kebetulan sangat menyukai kuda.

Menjelang tahun 1970an, minat terhadap balapan kuda pun semakin menurun. Kuda-kuda yang terlatih pun lebih banyak digunakan untuk menarik penumpang atau membawa barang. Sebagian lahan di bekas lapangan balap kuda ini kemudian digunakan sebagai bengkel untuk mobil-mobil tua.

Baru di era setelah kemerdekaan, yaitu sekitar tahun 1964 hingga 1967, lapangan balap kuda di Tanah Sareal ini kembali ramai dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menjajal kemampuan kuda rawatannya. Pada masa-masa tersebut, jadwal kegiatan balapan kuda di Kota Bogor sangat padat.

BACA JUGA :  Hidangan Kreasi yang Lezat dengan Brownies Kurma Kukus

Sang walikota Ahmad Syam kemudian merubah bekas lapangan pacuan kuda Tanah Sareal itu menjadi lapangan bola yang diberi nama Stadion Purana. Purana sendiri memiliki arti “Sejarah Jaman Dulu” atau “Sejarah Kuno”, dan stadion ini dibuat karena Bogor memiliki historis yang cukup tinggi terutama karena pernah menjadi ibukota Kerajaan Pajajaran.

Perubahan Nama Menjadi Stadion Pajajaran

Sementara, mengutip lovelybogor.com, namanya Stadion Purana tidak bertahan lama. Pada tahun 1974, menjelang PORDA Jabar, stadion ini berganti nama. Nama yang dipilih adalah nama sebuah Kerajaan yang dulu menguasai Tanah Pasundan, yaitu Pajajaran.

Nama ini dianggap lebih mencirikan kebanggaan masyarakat Sunda terhadap keterkaitan historis mereka dengan kerajaan yang pernah berkuasa di Jawa Barat.

Meskipun sudah berganti, warga Bogor hingga tahun 1990-an masih sering menyebut stadion ini sebagai Stadion Purana. Bahkan hingga saat ini, kalangan tua masih sering menggunakan nama awalnya. Sementara, generasi muda sudah lebih mengenalnya dengan Stadion Pajajaran.

Masa Jaya Stadion Pajajaran

Stadion Pajajaran pernah mengalami masa jaya. Beberapa klub sepakbola yang tergabung dalam GALATAMA (Liga Sepakbola Utama) pernah memanfaatkan stadion ini sebagai kandang. Bisa disebutkan Perkesa 78 atau Yanita Utama sebagai dua kesebelasan yang pernah menghuni stadion ini. Yanita Utama pernah menjadi juara GALATAMA di tahun 1983-1984

Hal tersebut bahkan masih berlanjut ketika GALATAMA digabung dengan Perserikatan menjadi Liga Indonesia. Klub Sepakbola Persatuan Sepakbola Bogor (PSB) memanfaatkannya sebagai homebase sampai tahun 2010.(net)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================