Oleh : Ahmad Tavip Budiman, S.Ag. M.Si

Guru dalam Undang-Undang tentang Guru dan Dosen diartikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Namun dalam Islam guru merupakan ahli waris Nabi Muhammad saw (al-‘ulama waratsatul anbiya’), bahkan guru nyaris diibaratkan seperti rasul (kada al-mu’allim rasulan) oleh karenanya dalam melaksanakan kegiatan pendidikan guru tidak boleh salah, harus sempurna. Sebab, kesalahan dalam mendidik dapat mengakibatkan estafeta keburukan (jariayatus su’) bagi peserta didik yang berujung pada kerusakan pada generasi mendatang.

Fakta sejarah menyebutkan bahwa keberadaan guru sangat penting bagi keberlangsungan umat manusia. Keberadaan guru sejajar dengan dokter. Keengganan menerima nasihat guru dan menjauhinya hanya akan mengakibatkan kebodohan.

إنَّ الْمُعَلِّمَ وَالطَّبِيبَ كِلَاهُمَا لَا يَنْصَحَانِ إذَا هُمَا لَمْ يُكْرَمَا
فَاصْبِرْ لِدَائِك إنْ أَهَنْت طَبِيبَهُ وَاصْبِرْ لِجَهْلِك إنْ جَفَوْت مُعَلِّمَا

Jika dokter berfokus pada pembenahan dan pembangunan raga bangsa, maka guru lebih utama dari itu karena membangun jiwa, akal, dan mental umat manusia agar selaras dengan misi kekhalifahan manusia di muka bumi, yaitu memberantas kebodohan dan memerangi kezhaliman.

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS. Al-Ahzab: 72)

BACA JUGA :  Labu Siam Ternyata Punya 12 Manfaat untuk Kesehatan, Simak Berikut Ini

Memahami Kebahagiaan

Pada hakikatnya tujuan semua manusia yang dilahirkan ke alam dunia ini secara naluri alamiahnya pasti tidak mengelakkan untuk dapat mencapai kehidupan yang bahagia. Syed Muhammad Naquib Al-Attas mengingatkan bahwa, penekanan pada individu mengimplikasikan pengetahuan akal, nilai, jiwa, tujuan, dan maksud yang sebenarnya dari kehidupan ini. Sebab akal, nilai, dan jiwa adalah unsur-unsur inheren setiap individu.

Berdasarkan konsepsi mengenai eksistensi manusia inilah, al-Attas membangun suatu pandangan mengenai kebahagiaan. Terdapat dua jenis kebahagiaan yaitu, kebahagiaan yang dirasakan oleh badan dan kebahagian yang dirasakan oleh jiwa. Sifat kebahagiaan badan adalah berubah-rubah dan cepat rusak. Adapun kebahagiaan jiwa bersifat kekal. Badan yang sifatnya tidak berbeda dengan materi dunia akan memeroleh kebahagiaannya dari kehidupan dunia. Sedangkan jiwa yang bersifat kekal akan memeroleh kebahagiaan dari suatu bentuk kehidupan yang kekal. Mulai dari dunia hingga akhirat.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Al-Baqarah: 201)

Konsep al-Attas mengenai tujuan hidup yang lebih mengutamakan kehidupan akhirat bukan berarti ia menolak akan keberadaan kebahagiaan dunia. Ia menyatakan bahwa tujuan manusia adalah mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Akan tetapi tujuan akhir yang di prioritaskan adalah kebahagiaan akhirat, karena lebih utama dan sifatnya abadi.

وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ

Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan). (QS. Adh-Dhuha: 4)

Kebutuhan Dasar

Untuk menjadi guru bahagia maka perlu pemenuhan dan pencapaian dalam hal kebahagiaan yang dirasakan oleh badan dan kebahagian yang dirasakan oleh jiwa. Dalam hal ini ada baiknya mengetengahkan pendapat Maslow terkait hirarki kebutuhan dasar manusia untuk memahami bagaimana menjadi guru bahagia. Terdapat lima tingkat kebutuhan dasar, yaitu: kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri.

BACA JUGA :  Resep Membuat Tumis Buncis Ayam Pedas untuk Menu Makan Siang yang Sedap

Pertama, kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik. Kebutuhan-kebutuhan itu seperti kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, tidur dan oksigen (sandang, pangan, papan). Kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah potensi paling dasar dan besar bagi semua pemenuhan kebutuhan di atasnya. Manusia yang lapar akan selalu termotivasi untuk makan, bukan untuk mencari teman atau dihargai.

Kedua, kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa aman fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya mengancam seperti kriminalitas, perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana alam.

ketiga, jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka muncullah kebutuhan sosial seperti kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-dimiliki.

Keempat, setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, selanjutnya manusia akan bebas untuk mengejar kebutuhan egonya atas keinginan untuk berprestasi dan memiliki prestise.

kelima, tingkatan terakhir dari kebutuhan dasar Maslow adalah aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk membuktikan dan menunjukan dirinya kepada orang lain. Pada tahap ini, seseorang mengembangkan semaksimal mungkin segala potensi yang dimilikinya.

============================================================
============================================================
============================================================