limbah darah sapi
Mengolah Limbah Darah Sapi Menjadi Pupuk Organik. Foto : gnfi.com

BOGOR-TODAY.COM, BOGOR – Di Indonesia, pupuk organik bukanlah barang baru. Sebelum diterapkan revolusi hijau, para petani sudah menggunakannya dengan alasan praktis, hemat dan mudah didapat.

Pupuk organik pada umumnya terbuat dari materi sisa-sisa makhluk hidup, seperti dari limbah ternak, jerami, sekam padi, kulit kopi, kotoran sapi, hingga cangkang siput yang kemudian diolah melalui proses fermentasi atau dekomposisi.  Selain dalam bentuk cair pupuk organik juga tersedia dalam bentuk padat, tergantung dari proses pengolahan juga bahan bakunya.

Namun, bagaimana jika pupuk organik dengan bahan dasar limbah darah sapi?

Inovasi pupuk organik limbah darah sapi ini dibentuk para siswa-siswi SMK Sekolah Menengah Analis Kimia Padang (SMK-SMAK Padang) salah satu sekolah vokasi yang dimiliki oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Hal itu dilakukan guna mendorong pelestarian lingkungan di semua lini sektor industri.

Lantas bagaimana latar belakang pengolahan limbah darah sapi

Melansir goodnewsfromindonesia.com, Selasa (28/6/2022) Sekretaris Jenderal Kemenperin Dody Widodo menjelaskan bahwa latar belakang terciptanya inovasi tersebut berawal pada tahun 2012 silam, siswa SMK-SMAK Padang yang tinggal di dekat rumah pemotongan hewan (RPH) memiliki kekhawatiran perihal limbah darah sapi terhadap masyarakat sekitar. Jika dibiarkan mengalir ke sungai, limbah RPH dapat berdampak buruk kepada masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

limbah darah sapi
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Dody Widodo.

Dalam jangka pendek, limbah tersebut dapat menimbulkan bau tak sedap, air sungai yang dialiri limbah juga menjadi keruh. Kemudian untuk jangka menengah, limbah RPH dapat berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar seperti rentan terkena penyakit kulit dan pernapasan. Selanjutnya dampak jangka panjang limbah darah sapi di sungai bisa mengakibatkan penurunan kadar oksigen air sungai sehingga ekosistem air sungai terganggu.

BACA JUGA :  Perumda PPJ Akan Renovasi Pasar Merdeka, Bakal Ada Rooftop Kuliner

Berdasarkan catatanya, di Sumatra Barat, terdapat setidaknya 10 RPH yang diawasi oleh dinas peternakan dan kesehatan hewan setempat. Setiap hari, satu RPH bisa menyembelih hingga 12 ekor sapi. Dari keseluruhan RPH, total sapi yang disembelih mencapai 120 ekor dan menghasilkan 720-960 liter limbah darah sapi per hari.

Menurut survei lapangan, 7 dari 10 RPH tersebut rupanya belum memiliki prosedur pengelolaan limbah darah sapi setelah disembelih sehingga banyak masyarakat terganggu dengan bau limbah dan air sungai yang ikut tercemar.

Inovasi pupuk cair

limbah darah sapi

SMK-SMAK Padang telah melakukan inovasi pengolahan limbah darah sapi sejak tahun 2012 dengan latar belakang darah sapi yang belum diolah oleh RPH kemudian berujung jadi limbah. Sekolah dengan kompetensi analisis kimia tersebut membuat pupuk cair dari limbah darah sapi yang dinamakan POC Darsa Rupawan (Pupuk Organik Cair Darah Sapi Rumah Potong Hewan).

“SMK-SMAK Padang tertantang menjawab permasalahan tersebut sehingga lahirlah POC Darsa Rupawan dan saat ini sudah dipatenkan dengan nomor: IDP000046551,” kata Dody.

Inovasi tersebut kemudian berhasil masuk dalam Top 99 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reforms Birokrasi Republik Indonesia (Kemenpan-RB).

BACA JUGA :  Bibir Hitam Gegara 5 Kebiasaan Ini, Simak Sampai Akhir!

“Melalui pembelajaran analisis terpadu II, siswa SMK-SMAK Padang dan pembimbing berkolaborasi membuat inovasi dengan mengolah limbah tersebut menjadi pupuk organik cair. Berdasarkan hasil pengujian, POC Darsa Rupawan dapat digunakan untuk padi, buah-buahan, sayur-sayuran, palawija, dan tanaman hias,” tambahnya.

Diharapkan inovasi POC Darsa Rupawan ini mampu menjadi solusi yang bermanfaat bagi persoalan limbah darah sapi dengan cara mengurangi limbah dan meningkatkan manfaatnya untuk lingkungan. Inovasi ini juga bisa membantu petani untuk pemupukan lahan pertanian dengan baya terjangkau sekaligus bisa menghemat biaya subsidi pupuk pemerintah.

Dody juga menjelaskan bahwa saat ini total harga subsidi pupuk per satu hektare sebesar Rp1,5 juta. Namun, dengan menggunakan pupuk POC Darsa Rupawan, dapat menghemat biaya sekitar Rp796 ribu karena total biaya produksi per hektare pupuk cair ini sebesar Rp744 ribu untuk 240 liter. Ia juga memperkirakan bahwa dengan menggunakan pupuk cair tersebut dapat menghemat subsidi pupuk hingga sebesar Rp1,4 triliun.

Untuk saat ini, pupuk cair POC Darsa Rupawan sudah diproduksi secara massif melalui teaching factory dari Kemenperin yang didukung empat RPH. Produknya kini telah dijual tetapi masih terbatas di Sumatra Barat.

Sekjen Kemenperin berharap inovasi ini dapat diduplikasi ke seluruh daerah sehingga dapat mengatasi permasalahan limbah RPH di berbagai wilayah. Kemenperin juga memiliki target untuk mensosialisasikan inovasi ini ke seluruh Indonesia. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================